logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

MONSOON

MONSOON

Riyusa


Bab 1 Perpisahan Sekolah

Anneke genap berusia tujuh belas tahun ketika diculik oleh seorang pria tidak dikenal. Pria itu, menjemput dengan menyamar menjadi supir pribadinya.
Saat itu, keluarga Anneke memasang iklan mencari supir pribadi, tetapi dia tidak menyangka jika hal itu adalah awal dari petaka yang datang bertubi-tubi.
*****
Anneke baru saja tamat sekolah menengah dan berencana untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Pesta perpisahan pun digelar di sekolahnya. Anneke berharap semua teman-temannya menghadiri acara prom yang dilaksanakan di sekolahnya.
Anneke adalah gadis pintar, tetapi memiliki sifat pendiam. Banyak orang yang menyukainya, meskipun dia jarang sekali berkumpul dengan teman-teman. Tidak seperti lainnya yang suka mengadakan acara makan bersama, hanya sesekali saja dia ikut bergabung dengan teman-temannya saat istirahat sekolah.
Jumat pagi. Pukul 07.15
Anneke menikmati sarapan pagi bersama ibu tirinya yang bernama Prima. Tidak ada percakapan selama di meja makan. Sementara itu, Ayahnya sudah berangkat ke kantornya pagi sekali.
Johan Suroso seorang pembisnis yang terkemuka, mempunyai toko mebel dan membuka jasa travel. Aktivitas harian membuat dirinya jarang makan bersama anak dan istrinya.
Gadis berambut hitam legam sebahu itu, sedang memperhatikan Prima yang baru dinikahi oleh Ayahnya sebulan yang lalu. Wanita bertubuh sintal itu, asik berenang di kolam di belakang rumah.
Dering ponsel membuat Anneke sedikit terkejut, kemudian dia segera mengambil benda pipih yang berada di saku celana.
"Halo," ucap salah seorang temannya, ketika Anneke menekan tombol jawab.
"Apa?"
"Nanti siang kita ke butik Monik, kita cari gaun buat perpisahan nanti."
Anneke menghela napas.
"Aku malas ikut!"
"Why? Ini kan perpisahan, emang sih kita masih bisa ketemu, tapi please datanglah!"
"Nanti aku pikirkan, kutelepon balik nanti."
"Okay, bye."
Anneke langsung mengakhiri pembicaraan dengan memutuskan sambungan telepon seluler, setelah mengucapkan salam.
Dia kemudian beranjak dari duduknya, menuju ke kamar. Membuka lemari dan memilah-milah pakaian yang ingin dia berikan pada orang lain.
Setelah selesai memilih pakaian, dia segera memanggil asisten rumah tangganya lewat sambungan intercom.
"Kenapa, Non Keukeu?"
"Ini, baju-baju ini tolong kasih buat orang yang membutuhkan! Aku mau beli baju baru, buat pesta prom," ujarnya dengan ekspresi datar.
"Apa itu prom? Bibi enggak ngerti."
"Itu pesta perpisahan, sebenarnya dari luar sih, lama-lama masuk ke negeri ini, ya jadi budaya perpisahan deh," tuturnya sambil memilah pakaian.
Asistennya itu hanya mengangguk. Kemudian segera mengambil baju-baju tersebut dari tangan Anneke dengan sopan.
Belum lama asisten keluar dari kamar, Anneke memanggilnya lagi.
Perempuan setengah baya itu segera masuk kembali.
"Kenapa, Neng?"
"Maaf lupa, pakai tas saja! Soalnya tas itu udah enggak kepakai."
Dinah sang asisten rumah tangga itu menurutinya dan segera memasukkan pakaian tersebut ke dalam tas besar.
"Ada lagi, Neng?"
"Udah, itu aja."
Pukul tujuh malam, Lilian tetangganya memencet bel sambil membawa kue buatannya untuk Anneke. Gadis itu setahun lebih muda dari dirinya. Namun, cukup akrab dengannya karena sama-sama menyukai kue.
Dinah segera membukan pintu dan menyuruhnya langsung ke kamar Nona muda. Sementara itu, Anneke sedang membaca sebuah novel roman.
"Assalamu'alaikum, Annet, cantik."
"Wa'alaikumsalam, Lili, yang harum."
Dua gadis itu tertawa bersama.
Mereka memang terbiasa bercanda, tetapi jika bertemu orang lain mereka kesulitan untuk akrab.
Gadis berponi dengan rambut sepinggang itu duduk di sofa, yang terletak di depan ranjang Anneke.
"Nih, kue buatanku, rasanya ringan karena aku memasukan lima butir telur dan krimnya dijamin tidak akan terasa enek."
"Benarkah? Coba aku cicipi."
"Bagaimana? Kau suka?"
"Ini lezat banget, tak sia-sia kamu kursus belajar membuat kue."
"Ya, setelah lulus aku ingin terus belajar dan semoga aku bisa buka toko kue."
"Ya, setahun lagi, sabarlah, tetapi kamu enggak minat nerusin pendidikan?"
"Enggak deh, aku malas mikir lagi, lagi pula ayahku juga enggak maksa, yang penting aku bahagia dan ada kegiatan, sama mami juga setuju sama cita-citaku berjualan kue."
Anneke kemudian meletakkan buku yang berada di tangannya dan duduk di samping Lilian.
"Aku juga sebenarnya enggak mau kuliah, tapi ayah suruh ambil jurusan hukum, kamu 'kan tahu aku enggak suka."
"Kamu pernah tanya kenapa ayahmu nyuruh ambil hukum?"
"Ya, karena kalau ambil komputer, masuk penjaralah aku!"
"Hahaha, sialan kau, Annek!"
Keduanya tertawa lepas kemudian menyalakan musik favorite mereka dan mulai menikmati kue bersama.
****
Pagi yang cerah. Prima dan Johan bersiap ke Bogor untuk mengunjungi saudara Prima, yang akan menggelar pesta pernikahan.
Anneke menolak untuk ikut bersama. Dia memilih menghabiskan waktu bersama Lilian di rumahnya.
****
"Mas, Anneke kayaknya enggak suka sama aku!"
"Kok, kamu mikir gitu sih, Sayang?"
"Semenjak aku menikah dia enggak pernah ngobrol sama aku."
"Dia 'kan emang begitu, dulu mendiang istriku juga jarang bicara. Dia akan bicara kalau ada hal yang sangat penting."
"Tapi ini udah tiga bulan, enggak pernah dia ngajak makan siang atau sekadar jalan-jalan di taman, malah selalu asyik di kamarnya."
"Lah, kamu bisa makan siang sendiri 'kan?"
"Ah, Mas kok enggak belain aku sih. Aku mending tinggal di apartemen aja deh, daripada didiemin terus enggak dianggap."
"Jangan gitu dong, sayang, kamu harus sabar, namanya juga abege, ya begitu deh sikapnya!"
"Tapi kamu pulang larut malam terus, Mas, aku kesel sendirian."
"Ya, sudah nanti aku usahakan pulang lebih awal atau kamu sekali-kali ajak dia ke mall sambil shopping."
"Ide bagus, enggak kepikiran, ya, udah nanti aku coba deh."
Selama dalam perjalanan kedua pasangan pengantin baru itu bercengkrama. Sang supir hanya duduk fokus menyetir sambil sesekali ikut tertawa mendengar tuannya bercanda.
Arfan, supir muda itu memarkirkan mobilnya dipelataran gedung pernikahan.
Prima mengapit lengan suaminya dengan bangga. Wanita cantik itu, berjalan dengan anggun melewati penerima tamu, karena dia sudah disambut oleh orang tua pengantin yang merupakan saudaranya.
"Prima, Sayang kamu tambah cantik aja," ucap wanita berkebaya itu, sambil tersenyum.
"Tentu saja, ini berkat Mas Johan, yang manjain aku, Tante."
Paman dan tantenya itu kemudian mempersilakan Prima dan suaminya untuk menghampiri sepupunya yang menjadi pengantin.
Pengantin perempuan itu mencium punggung tangan Prima. Mengucapkan terima kasih atas kedatangannya di persepsi pernikahan yang digelar begitu meriah.
"Nanti aja ya, aku transfer enggak bawa amplop," canda Prima diiringi tawanya.
Kedua pengantin itu hanya tersenyum. Kemudian
Prima mengajak suaminya untuk makan bersama.
****
Di luar Arfan menunggu majikannya. Tidak diduga seseorang menghampiri dengan membawa makan siang untuknya.
"Terima kasih, Bu."
"Iya, silakan dimakan."
Perempuan tua itu kemudian berlalu.
"Alhamdulillah, aku dapat makan siang."
Selesai makan, Arfan pun mencari toilet. Setelah keluar dari toilet, dia tidak sengaja melihat Prima dan seorang lelaki muda yang sedang berpelukan.
Arfan kaget dan mematung. Keduanya menyadari kehadiran Arfan.
Prima dan lelaki itu salah tingkah dan langsung pergi dari tempat itu.
Dalam perjalanan pulang. Prima terdiam. Arfan pun sekilas melihatnya dari kaca, Prima tengah menatapnya. Johan tampak tertidur.
Suasana hening tidak ada satu pun yang bersuara.
****
Malam pukul sepuluh, Prima menemui Arfan yang masih ada di pos depan sambil menikmati kopinya.
"Arfan, aku beri tahu kamu, apa yang kau lihat jangan sampai suamiku mengetahuinya, kalau tidak, aku pastikan kamu akan dipecat!"
Arfan terkejut dan hanya mengangguk. Lalu wanita itu meninggalkannya.
Satpam yang baru saja dari luar melihat Prima bergegas menuju pos.
"Eh, Fan, ngapain si Nyonya nyamperin kamu jam segini? Kamu dimarahain dia pasti?"
Arfan terdiam kemudian menyalakan rokoknya.
"Hah, sudah kuduga kamu pasti bikin kesalahan, soalnya aku kemarin juga dimarahin gara-gara telat buka gerbang."
"Iya, lupakan saja deh, ayo kita ngopi saja."
"Hahaha, beda dia sama Nyonya Diana, waktu masih hidup, baik banget enggak pernah marah lagi."
"Iya, sayang umurnya enggak panjang, semoga beliau tenang."
"Iya, kasihan dia kena penyakit."
Arfan menerawang, pikirannya melayang memikirkan kejadian siang tadi. Bagaimana dia bisa diam menyaksikan hal itu padahal dia tahu tuannya adalah orang yang baik.
Pesta prom digelar dan Anneke hadir malam itu, gadis itu menjadi pusat perhatian karena dia tampak anggun dan memukau.
April, Daniel dan Miska menghampiri teman sekelasnya itu dan mengajaknya duduk berdekatan.
"Kamu cantik banget, Anneke," ujar April sang ketua kelas.
Anneke hanya tersenyum kemudian mendengarkan kata sambutan dari kepala sekolah.
Waktu berjalan dengan cepat, Anneke memutuskan untuk segera pulang, tetapi teman-temannya masih asyik dengan kemeriahan acara.
"Loh, masih jam delapan ini, kok buru-buru sih?" Tanya Daniel sambil menikmati minuman ringan.
"Maaf, Dan, aku mulai mengantuk aku ingin pulang saja."
Ketiga temannya akhirnya memaklumi Anneke yang memang kurang suka keramaian.
Arfan segera membukakan pintu.
"Neng Anneke, udah makan?"
"Udah, tapi kayaknya enak makan mie ayam, kita beli saja mungkin dekat statsion masih ada."
"Ya, kayaknya masih ada."
Mobil melaju ke arah statsion. Arfan memarkirkan mobil dan segera memesan mie ayam. Anneke ikut turun dan menyuruhnya untuk ikut makan bersama di tempat.
"Kita makan aja di sini, pesan dua saja."
Arfan terkejut karena tidak biasanya anak majikannya itu mengajak makan.
"I-iya."
Mereka berdua duduk di bangku panjang. Menikmati mie ayam malam itu.
****
"Enak sekali ya, mie ayamnya, udah lama enggak makan di sana."
Arfan hanya mengangguk.
"Mas Arfan suka makan mie ayam?"
"Enggak terlalu, Neng."
"Aku suka dan kita harus nikmati biar nanti kalau kita mati, udah ngerasain makan enak, haha."
Arfan tersenyum mendengar gadis itu mengoceh aneh.
"Iya, kalau mati pasti enggak bisa makan lagi," ucapnya mencairkan suasana yang sedikit membuat dia canggung.
Anneke memandang ke arah jendela, melihat pemandangan disepanjang jalan.
****

Book Comment (91)

  • avatar
    Sahata Patio

    Good story :)

    8d

      0
  • avatar
    AchmadiBudi

    saya senang ini

    21d

      0
  • avatar
    SyuhadahSyuhada

    Wow

    13/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters