logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Kamu Terlalu Baperan!

Bab 7: Kamu terlalu baperan!
"Kamu dari mana aja Mas? ini udah malem! bahkan ini tuh hampir larut tengah malam!"
Aku bertanya dengan ekspresi kesal dan sebal, kuharap dia paham, bahwa aku tengah marah padanya.
"Maaf Mbak, aku minta tolong tadi ke Mas Dika, minta di anterin ke suatu tempat, soalnya ada urusan penting."
Cindy menyela pertanyaanku, padahal yang kumintai pertanyaan adalah suamiku, bukan dirinya.
Aku pun menoleh kearah Cindy dengan tatapan yang kuharap, dia bisa tahu bahwa aku marah atas kelakuan mereka berdua.
"Terus kenapa nggak minta izin aku? sebagai istrinya, wajar kan kalau aku khawatir dan cemas!" keluhku.
"Iya kan, Mas?" timpalku menoleh ke arah suamiku. Terlihat wajah Mas Dika yang bingung.
Sengaja, aku menekankan posisiku sebagai wanitanya Mas Dika. Agar Cindy tahu posisinya.
"Tadinya, kami juga mau izin kok, cuman karena melihat Mbak Wafa lagi tidur pulas, gak enak rasanya kalau mengganggu tidurnya Mbak."
Alasan yang diberikan oleh Cindy benar-benar membungkam sikapku, untuk tidak marah padanya.
Apa dia pikir, alasan yang diberikannya mampu membuat aku begitu saja memaafkan sikap mereka berdua!
Jawabannya adalah tidak, karena walau bagaimanapun, aku tidak setuju, tengah malam suamiku berkeliaran dengan wanita lain, itu tak wajar.
Aku menghembuskan napas panjang dengan ekspresi kekesalan yang bukan main, kuharap Cindy tahu bahwa aku benar-benar marah.
Aku pun mendekat kearah Cindy.
"Cindy, kamu harus paham, Mas Dika itu udah nikah. Dan dia bukan single lagi, nggak layak banget dia jalan-jalan dengan wanita yang single, apalagi sampai tengah malam, apa kata orang nanti," ujarku lirih.
Mendengar ucapanku, Cindy menutup mulutnya, seolah ia menahan tawanya atau tepatnya ia mengejek dengan bahasa isyarat.
"Mbak ... Mbak, jangan berlebihan, aku nggak ngapa-ngapain kok sama Mas Dika, dia itu cuman nganterin aku! kami itu bukan mesum. Lagian, Mbak kok peduli amat sih sama penilaian orang, padahal bisa aja kan pandangan orang itu beda-beda, dan lagian, orang yang Mbak maksud itu siapa sih, emang ada gitu, orang yang merhatiin kami? kan nggak ada. Kalau menurut aku sih, jangan jadikan orang lain kambing hitam agar Mbak mengekang suami Mbak!"
Panjang lebar Cindy membalas ucapanku. Sedangkan tanganku erat mengepal, kesal dengan ucapannya wanita ini, sungguh mudah menjungkirbalikkan fakta.
"Ya, Mbak pikir, bisa aja kan, di jalan ada orang yang kenal sama Mas Dika, terus melihat Mas Dika sama wanita lain tengah malam gini, apa kata mereka nanti.
Dan ini, bukan tentang kambing hitam Cindy, kamu enggak akan paham bagaimana rasanya seorang istri, yang cemas, karena suaminya keluyuran malam sama wanita lain, tolong pahami itu!" tekanku sinis.
Lagi-lagi Cindy tertawa sinis.
"Wanita lain? please deh Mbak, aku itu temennya Mas Dika, bukan wanita lain, kok kesannya itu, kayak apa ya ... "
Cindy menggelengkan kepalanya, ia terlihat menahan kesal.
"Wafa, please berhenti bicara."
Mas Dika akhirnya buka mulut, aku pun menoleh kearah priaku tersebut.
"Kenapa Mas? emang aku nggak boleh protes sama kamu? aku nanya, kalau aku keluyuran malam sama pria lain, apa kamu akan cemas?"
"Apa Mbak cemburu, sama aku?"
Cindy menyela ucapanku.
Aku tersenyum tipis.
"Jika memang Mbak cemburu, itu adalah wajar, kan, Cindy? apalagi ini udah tengah malam lho.
Dan bagi seorang istri, adalah hal yang wajar jika cemburu akibat suaminya terlalu dekat dengan wanita lain, maka sayap cemburunya berkibar, mungkin kamu belum ngerti posisi aku, tapi percayalah posisi ini itu nggak nyaman." balasku serius.
"Ya ampun Mbak, kok bisa-bisanya sih Mbak cemburu sama aku, padahal aku cuman pengen bantuin kalian dan aku tuh anggap kalian itu sebagai saudara aku, keluarga aku."
Sangkal Cindy.
"Oh ya, masa? kalau kamu anggap kami saudara segalanya kamu pasti bisa ngehargain aku sebagai istrinya Mas Dika dan ... "
"Wafa, ayo kita tidur!"
Mas Dika menyala ucapanku ia meraih lenganku. Aku kaget dengan sikapnya
"Kamu tuh apa-apaan sih Mas! aku sedang bicara loh sama ... "
"Kamu bukan lagi bicara Wafa, kamu sedang marah, kamu sedang menunjukkan taring kamu, kamu sedang menunjukkan siapa kamu, dan jujur, aku nggak enak banget tau nggak sih, dengan sikap kamu yang kayak gini, aku tuh malu. Kita itu udah numpang disini, kenapa sih kamu nggak bisa ngalah sama Cindy!"
Mas Dika malah menyalahkan aku.
"Kalau gitu, ayo kita pergi dari rumah ini! ayo kita ngontrak rumah, biar kita itu nggak numpang disini!" ajak ku tegas.
"Iya, kita akan pergi dari rumah ini, setelah kita gajian. Jadi, berhenti berdebat sama Cindy aku malu." Pintanya dingin.
Mas Dika memotong pembicaraan ku dengan Cindy, sungguh hal yang memalukan ketika kita disuruh mengalah, padahal kita bukan di posisi salah. Parahnya lagi yang memotong pembicaraan itu adalah suamiku, bukannya ia meminta maaf atas sikapnya, ia malah seolah menyalahkanku yang mungkin dianggapnya terlalu berlebihan dalam menyikapi kelakuan mereka berdua malam ini.
Dengan perasaan dongkol aku pun menyeret lengan Mas Dika untuk pergi ke kamar kami, meninggalkan Cindy yang wajahnya terlihat kesal dan aku tidak tahu apa yang membuat dia merasa kesal, apa karena dia melihatku yang menyeret suamiku kamarku atau, entahlah.
Ku kunci pintu kamar, dan Mas Dika pun melepaskan pakaiannya.
Berulang kali ku hela nafas panjang, untuk mengatur emosi di hatiku, emosi atas sikap mereka berdua, emosi atas sikap Mas Dika yang tak ada dewasanya.
"Mas, aku tuh ... "
"Aku capek Wafa, besok saja kita bicaranya!"
Lagi-lagi Mas Dika memotong ucapanku, dengan dalih yang merasa kelelahan.
"Emangnya, kalian capek apa sih Mas? bukannya kalian cuman jalan-jalan atau kalian ... "
"Wafa!"
Dengan setengah membentak Mas Dika memanggil namaku, tepatnya mengkritik ucapanku, mungkin dia tersinggung.
"Kamu ngebentak aku, Mas?"
Hatiku tercubit dengan bentakan suamiku, pada sebelumnya dia bahkan selalu bersikap lembut padaku, selalu mengutamakan ku dan dan tak pernah bersikap kasar padaku.
Tapi kali ini, teganya dia membentakku setelah beberapa saat lalu dia menyalahkanku.
"Kamu tuh kenapa sih! aku tuh ngerasa, kalau kamu itu cari cari gara-gara sama aku. Kamu tuh itu terlalu sensitif, Wafa. Aku tuh capek tau, capek dengan sikap kamu. Mau kamu tuh apa? Kamu debat sama ibu! kamu juga debat Cindy! Dasar gak tau diri!" umpatnya murka.
Aku terdiam dengan ucapan Mas Dika, bisa-bisanya dia berpikir bahwa aku mencari gara-gara dengan ibunya dan juga dengan Cindy.
"Kamu nyalahin aku? yang kamu pikir aku cari gara-gara? tanpa kamu introspeksi diri, atau memandang bijak dari kedua sisi, apa kamu nggak sadar Mas, kalau aku kaya gini tuh, karena sikap kamu. Coba kamu rasain ada di posisi aku. Meskipun hanya perasaan, aku tuh ngerasa pihak yang dirugikan!"
Aku mengungkapkan kekesalan di hati.
"Hah? Dirugikan? kamunya aja yang terlalu baperan, kamu yang terlalu mengada-ngada, membesarkan kesalahan sekecil apapun. kamu itu terlalu cemburu!"
Lagi-lagi Mas Dika menyalahkan aku, membuat aku merasa tak berarti di matanya.
Air mataku mengalir deras, aku bahkan tak mampu lagi mendebat Mas Dika ketika ia mengatakan bahwa aku terlalu baperan dan terlalu mengada-ngada.
"Tega kamu ya Mas, kamu ngatain aku kayak gitu!" ucapku terisak.
Mas Dika menutup telinganya.
"Sudahlah Wafa! Aku capek! aku mau istirahat!" tukasnya. Dan isak tangis ku semakin pecah. Meskipun tanpa suara.
"Kamu tidur aja sendiri! aku capek dengan sikap kamu!"
Mas Dika memakai pakaiannya, lalu dia pun berlalu dari hadapanku.
"Mas, mau ke mana?"
"Aku mau sendiri! aku capek dengerin orang ngomel-ngomel sama aku!"
Mas Dika pun membanting pintunya.
Meninggalkan aku dengan deraian air mata yang tak bisa kutahan.
Aku merasa Mas Dika berubah, aku juga merasa bahwa Mas, berkata kasar dan tak lagi selembut dahulu, apa yang sebenarnya terjadi?

Book Comment (275)

  • avatar
    waaphrr

    they say , if you lose something, it will be replaced with something better . however, I never interested with new people . I just want her back to be completely mine . It's sucks to realize the fact that you either gonna be the girl that i married to or the story that i tell my son when he get his first heartbreak . deeply inside i regret we cannot continue our story , im sorry it was all my fault , i will always wait for the last chance but i know it wont happen , i miss you . I miss us .

    30/08/2023

      0
  • avatar
    SetiadiWandi

    wahh kerennn kakkk 👍👍 penuh dengan cerita menarik dan pelajaran yang di petik.

    30/06/2022

      8
  • avatar
    SuhuWisnu

    iya

    6d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters