logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

06. Elina dan Vampire 2

Aksa masuk ke dalam kamar membuat Karina tersadar akan kehadirannya dan menoleh.
“S-Siapa kau?” Ucap Aksa.
Karina tampil berbeda dengan riasan yang sudah dia bersihkan. Agak sulit membersihkan make-up yang dia gunakan. Karena memang make-up yang Karina gunakan memiliki kualitas tinggi dan tidak mudah hilang jika dibilas dengan air biasa.
“J—jika kau menggunakan pakaianku itu artinya. Kau Karina?” Aksa berbicara dengan nada bertanya, dia meragukan penglihatannya sekarang.
“Ya, aku Karina.”
“Oh.. kau terlihat berbeda dengan sebelumnya.”
“Itu karena sebelumnya aku sedang menyamar.”
Mendengar penjelasan Karina, Aksa mengangkat bahu. Dia tidak peduli.
“Aku akan pergi ke pasar. Seperti yang ku katakan sebelumnya. Jangan lupa pergi dari sini.”
Karina mengembuskan napas kesal dengan yang Aksa katakan. Tidak bisakah dia menampung satu orang di rumah kecilnya ini.
“Bukankah kau sendiri? aku akan menemanimu. Mungkin aku bisa membantu melakukan sesuatu.”
“Tidak perlu, aku sudah berdua. Dan keberadaanmu disini hanya beban. Aku tidak punya uang untuk menghidupimu.”
Setelah mengatakannya lantas Aksa berbalik, keluar dari kamar membiarkan Karina termenung sendirian.
“Untuk menghidupi kami berdua saja sudah menyesakan.” Karina masih mendengar Aksa berbicara sambil berlalu.
“Tunuggu. Berdua?” Karina tersadar dengan apa yang Aksa katakan sebelumnya. “Apa Aksa sudah punya mate?” Karina menggeleng hanya dengan memikirkannya.
“Mungkin saja ayah atau ibunya.” Karina lantas mengangguk-ngangguk atas kesimpulannya sendiri.
“Aku harus pergi kemana setelah ini? Aku tak mau pergi sendirian. Bagaimana jika aku bertemu dengan manusia bajingan seperti semalam?” Karina menggumam takut-takut. Dia menggelengkan kepalanya. “Tidak mau.”
Karina pergi mengintip Aksa yang sedang mengemasi tembikar yang ada diruangan sebelumnya. Aksa yang sadar dari beberapa menit sebelumnya hanya membiarkan.
“Aku ikut.” Karina mengekor Aksa ketika Aksa sudah keluar dari ruangan.
Aksa tidak menjawab. Tidak mengiyakan atau menolak. Dalam sudut pandang Karina diam berarti ya. Menyadari pemikirannya membuat Karina tersenyum dan mengikuti Aksa dari belakang.
“Aku pulang.” Pintu rumah terbuka menampakan sosok gadis remaja yang usianya berbeda sekitar satu atau dua tahun dengan Aksa dan Karina.
Aksa dan Karina terhenti sebelum sampai dipintu. “Kau terlambat.” Ucap Aksa.
“Siapa dia?” pikir Karina.
Hal yang sama ditanyakan oleh gadis remaja yang baru saja datang. “Siapa dia?” tanyannya dan memberikan kode dengan matanya mengarah pada Karina.
“Gadis yang kupungut semalam.”
“Heeee…..” remaja tersebut terkejut. “Dia sangat berbeda sekali dengan semalam. Terlihat lebih cantik.” Remaja tersebut menatap takjub.
“Apa yang kakak lakukan dengan perubahan ini.” Si remaja mendekat ke arah Karina penasaran, memerhatikan wajah Karina dengan saksama.
“Sudahlah El… itu tidak penting.”
“S-semalam aku menggunakan make-up untuk merubah tampilanku seperti pelayan. Jadi ya begitulah. He he he.” Karina tersenyum kaku.
“Hebaaat.” Jika mata remaja yang disebut El oleh Aksa ini adalah langit malam, maka sekarang matanya penuh dengan bintang. Sangat bersinar.
“Kakak, ajari aku. Ajari aku.” Dengan semangat empat lima, El berkata girang.
“Elina.” Aksa memperingatkan.
El dengan nama lengkap Elina menoleh kearah Aksa. “Kak,” Katanya dengan puppy eyes dan nada bicara yang membujuk. “Kumohon.”
“Kita sudah sepakat untuk mengusrinya.”
Karina menatap Aksa, sekarang semuanya sudah jelas. Aksa dan remaja bernama Elina ini adalah sepasang saudara.
“Sekarang saatnya.” Karina berkata dalam hati dan ikut menoleh pada Aksa. Matanya menirukan puppy eyes seperti Elina dan kedua tangannya yang dia satukan membentuk permohonan. “Kumohon. Aku akan mengajari Elina dengan baik.” Katanya memohon pada Aksa.
Dalam hatinya, Karina berteriak senang. Akhirnya tiba kesempatan dia bisa meyakinkan Aksa untuk membuatnya tinggal bersama. Dia berterimakasih kepada Elina yang memberikan kesempatan ini.
Aksa mengembuskan napas. “Jangan merepotkanku dan jangan mengeluh perihal makanan.”
“Apakah itu maksudnya aku boleh tinggal disini?” Karina bertanya dengan nada senang dan senyum tertahan.
“Lakukan sesukamu.” Aksa melangkahkan kaki untuk keluar dari rumah.
“Aksa, tunggu. Aku ikut.” Karina berlari kecil menyusul Aksa yang tak jauh di depannya.
“Kau mau kemana?” Karina bertanya lagi.
“Menjual ini.” Ucap Aksa dengan kode menunjuk gerabah dan tembikar yang dia bawa dipunggung dan tangannya.
“Aku mau ikut.” Karina berucap dengan nada merengek, belajar dari sebelumnya dia mengeluarkan puppy eyes yang dia pakai untuk membujuk Aksa agar membiarkannya tinggal.
“Ganti bajumu!” perintah Aksa “Jangan lama-lama. Aku tidak suka menunggu.”
Karina mengagguk mendengar perintah Aksa. Dia masuk kedalam rumah diikuti oleh Aksa yang juga ikut masuk.
“Elina, pinjamkan bajumu untuk Karina.”
Elina dari kamar menyahut. Memberikan jawaban ya. Karina masuk ke kamar Elina, kamar yang letaknya ada di sebelah kamar Aksa.
Selang beberapa menit kemudian Karina keluar memakai baju yang Elina pinjamkan. Baju yang sederhana, sebuah dress selutut dengan bagian bawah yang melebar seperti payung dengan warna merah muda yang sudah lumayan kusam.
Melihat kemiskinan Aksa dan Elina, Karina hanya bisa maklum. Kehidupan dua bersaudara ini sangat berbanding terbalik dengan Karina.
Karina menggerai rambut sepunggungnya. Dia benar-benar seperti seorang putri walau hanya dengan pakaian sederhana. Karina juga memoles bibirnya dengan lip gloss milik Elina, bibirnya yang sudah merah terlihat semakin seksi.
“Aku sudah siap.” Karina berucap dengan matang.
Aksa berdiri dari duduknya dan keluar rumah. Di belakangnya diikuti Karina yang mengekori Aksa.
“Apa kita akan menjualnya berkeliling?” Karina bertanya setelah beberapa waktu perjalanan mereka dimulai, Aksa menawarkan produk buatannya kepada beberapa orang yang ada di pasar. Hari sudah semakin siang ketika mereka berkeliling.
“Hanya satu jam. Setelahnya kita ke pangkalan sampai sore.” Aksa menjelaskan. “Elina sudah berkeliling menjualnya dari pagi hingga pukul 10, dan dilanjutkan olehku sampai sore. biasanya begitu.”
Karina mengangguk-ngangguk paham. Sedari tadi dia hanya mengikuti Aksa tanpa membantu Aksa menawarkan barangnya, apalagi membantu Aksa membawa barang bawaannya. Sama sekali tidak. Dia hanya mengekori dan memerhatikan sekitarnya saja.
Baiklah, Aksa mulai menyesal membawa Karina. Dia benar-benar tidak berguna.
“Aksa, aku haus.” Karina berucap dibelakang Aksa. Baru tigapuluh menit mereka berkeliling dan Karina sudah kehausan.
Aksa berhenti di pinggir jalan dan mengambil botol berisi air minum dan memberikannya pada Karina. “Minumlah!”
Karina menerima botol minum dari Aksa dan meminumnya secara perlahan. Setelah merasa cukup Karina memberikan botolnya kembali pada Aksa.
“Aku akan melanjutkan berkeliling. Jika kau tidak kuat, lebih baik kau kembali ke rumah.”
Saran dari Aksa diberi jawaban dengan gelengan kepala dari Karina. “Aku akan ikut.” Karina berkata mantap. Ini adalah kesempatannya untuk melihat kebiasaan manusia. padahal Karina baru kemarin mencium bau pasar. Tapi dia masih belum merasa puas.
Satu jam berlalu, Aksa pergi ke tempat dia memasarkan dagangannya. Aksa sudah menyewa tempat untuknya berjualan dipasar meskipun dari siang sampai sore, karena Aksa hanya mampu membayar setengah harga.
“Paman Yu, sudah saatnya gentian.” Aksa berbicara kepada penjual makanan ringan yang sebelumnya menempati tempat Aksa biasa berjualan.
“Ya aku tahu.” Orang yang Aksa panggil paman Yu, hampir selesai membereskan barang-barang miliknya ketika Aksa dan Karina sampai. Pekerjaannya semakin cepat selesai ketika dibantu oleh Aksa.
“Terimakasih.” Paman Yu berterimakasih atas bantuan yang diberikan Aksa.
“Bantu aku menyusun barang-barangnya, Karina. Kau benar-benar tidak berguna.”
Karina mendecih mendengar apa yang Aksa katakan tapi mulai membantu Aksa membereskan gerabah dan tembikar cantik yang dibuat Aksa.
Belum selesai Aksa dan Karina membereskan barang-barangnya, ada keributan ditempat yang tak jauh dari mereka berada.
“Tidak mau.” Seorang perempuan dengan tangan yang diborgol ditarik pAksa oleh dua pria berbadan tinggi besar dengan seragam biru tua dengan lambang perisai. “Lepaskan aku… aku tidak mau ikut kalian.” Si perempuan berteriak keras. Semakin menggila.
Orang-orang yang ada di sekitar mereka menatap aneh kejadian tersebut. Namun tidak satupun orang yang tergerak untuk membantu.
Karina yang penasaran menengok kearah kegaduhan, menyElinap diantara kerumunan yang tak terlalu ramai dan melihat secara dekat apa yang terjadi.
Mata Karina dan mata tawanan bertemu tanpa sengaja. Saat itu juga Karina melihat gigi taring panjang yang muncul diantara mulut si tawanan.
Refleks Karina menutup mulutnya dan mundur beberapa langkah.
“Vampire.” Karina menggumam pelan hampir tanpa suara.
Tbc...

Book Comment (327)

  • avatar
    PuttKiim

    ceritanya bagus banget, lanjutkan 😘😘😘😘

    11/06/2022

      4
  • avatar
    DausFirdaus

    ⅕78965

    6d

      0
  • avatar
    Inami Itsuki Chan

    bagus

    8d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters