logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 2. Tugas

[ Sel, bilangin ke Eca, Meta, sama ke Ales kalau sekarang kita kumpul di cafe yang biasa, ya? Ada yang mau gue omongin nih. ]
[ Oke. ]
Tut ....
Sambungan telepon dimatikan secara sepihak. Gadis berambut panjang itu mulai menuruni satu persatu anak tangga rumahnya. Dan, pas sekali saat kakinya menginjak tangga terakhir, suara Abangnya mampu menghentikan langkahnya. Ia melihat ke arah Abangnya yang sedang duduk di sofa ruang keluarga dengan televisi yang menyala.
"Dek, kamu mau ke mana?" tanya Arka pada adik perempuannya yang sudah terlihat rapi.
"Bella mau kumpul sama teman-teman Bella, Bang," jawab Bella sambil menghampiri Abangnya.
"Dek, sini duduk." Arka menepuk-nepuk tempat duduk di sampingnya yang kosong.
"Kenapa, Bang?" tanya Bella setelah mendudukkan dirinya di samping Arka.
"Abang mau ngomong serius sama kamu." Arka mulai menatap serius ke arah Bella.
"Mau ngomong apa, Bang?" tanya Bella yang sudah penasaran.
"Besok kamu harus pindah ke SMA Sakrala."
Bella menatap Arka dengan tatapan kagetnya setelah mendengar ucapan Arka barusan. "Maksud Bang Arka? Kok mendadak gini, sih, Bang!"
Arka tersenyum tipis. Ia memegang kedua tangan Bella sambil menatapnya dengan serius. "Kamu juga bisa ajak teman-teman kamu untuk pindah ke SMA Sakrala kalau mau, Dek."
Bella menatap tak suka ke arah Arka. Ia menepis pelan tangan Arka yang sedang memegang kedua tangannya. "Tapi kok mendadak gini sih, Bang? Kenapa Abang gak bilang dari kemarin-kemarin aja?"
Arka menghembuskan napasnya pelan. Ia menatap Bella lekat. "Abang mindahin kamu juga bukan tanpa alasan, Dek."
"Alasannya apa, Bang?"
"Kamu harus ...."
* * *
Drrtt ... drrtt ...
Drrtt ... drrtt ...
Cowok itu berdecak sebal saat mendengar ponselnya yang terus berdering menandakan ada panggilan masuk. Ia mengambil ponselnya yang terus berdering kemudian memencet tombol warna hijau tanpa melihat siapa yang menelponnya.
[ WOI, RIS! BANGUN, GEB! KATANYA MAU NGUMPUL! ]
Laki-laki yang dipanggil Ris itu mulai menjauhkan ponselnya dari telinganya. Ia mengusap-usap telinganya yang berdengung, kemudian berdecak sebal saat melihat nama siapa yang tertera dilayar ponselnya. Garrick.
[ Berisik, bangsat!
[ Cepetan kesini, sat! Katanya harus cepat-cepat kumpul disin--- ]
Tut ...
Antaris mematikan sambungan teleponnya secara sepihak membuat Garrick musah-misuh tidak jelas di seberang sana.
Antaris mulai mengambil jaket kebanggaannya kemudian mengambil kunci motor yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Ia mulai menuruni satu persatu anak tangga kemudian menghampiri mamanya yang sedang menonton televisi di ruang keluarga bersama adiknya.
Cyrinda ---Mama Antaris--- menoleh saat melihat Antaris yang sudah rapi menghampiri dirinya. "Mau ke mana, Bang?"
Antaris mendudukkan dirinya di sofa, tepatnya di samping Cyrinda, Mamanya. "Mau kumpul sama temen-temen, Mah."
"Nanta pengen ikut dong, Bang," celetuk Ananta, adik Antaris yang masih berumur lima tahun.
"Nggak boleh, anak kecil gak boleh main sama anak besar," kekeh Antaris membuat Ananta mengerucutkan bibirnya kesal setelah mendengar ucapan Antaris.
"Pulang jam berapa, Bang?" tanya Cyrinda.
"Gak bakal sampai pagi kok mah," canda Antaris membuat Cyrinda terkekeh pelan.
Orang-orang mengenal sosok Antaris hanya sebagai cowok dingin yang tak tersentuh. Namun, dibalik sikap dinginnya, Antaris juga memiliki sikap ramah dan bobrok. Namun, sikap itu ia tunjukkan hanya untuk orang-orang terdekat dan orang-orang yang menurutnya special.
* * *
"Mau ngomong apaan sih, Bel? Gue lagi maskeran juga malah diajak ngumpul," omel Aresya yang biasa dipanggil Eca oleh teman-temannya.
"Yaelah Ca, lo mah sering maskeran tapi tetep aja wajah lo buriq," celetuk Alessia membuat Aresya mendelik tajam ke arahnya.
"Jleb gak tuh," ucap Almeta kemudian tertawa.
"Bang---"
"Mau ngomong apa, Bel?" potong Griselda.
"Besok kita harus pindah ke SMA Sakrala," ucap Bella membuat suasana menjadi hening seketika.
"Kok mendadak gini sih?" tanya Ales. Sepertinya gadis itu kurang setuju.
"Udah kayak tahu bulat aja mendadak," timpal Meta.
"Pasti ada alasannya 'kan Bel?" tanya Eca yang dibalas anggukan kepala oleh Bella.
***
"Alasannya apa, Bang?"
"Kamu harus deketin Antaris." Bella terdiam. Mencerna kembali perkataan Abangnya barusan.
"Bang, kata orang-orang, Antaris itu cowok dingin tak tersentuh dan Abang malah nyuruh Bella buat deketin dia? Abang juga tahu kan kal---"
"Iya, Abang tahu. Alasan Abang nyuruh kamu deketin Antaris itu cuman semata-mata untuk mengetahui di mana letak kelemahannya. Setelah itu, kita bisa menjadikan kelemahannya untuk mempersatukan geng kita dengan geng Antaris," potong Arka menjelaskan.
"Tap---"
"Please, Dek. Demi geng kita." Arka menampilkan wajah memelasnya membuat Bella menghembuskan napasnya pasrah.
***
"Tapi gue takut," cicit Bella.
"Takut kenapa, Bel?" tanya Meta.
"Takut gagal." Bella menghembuskan napasnya kasar.
"Gak mungkin lah Bel. Lagian cowok mana, sih yang bisa menolak pesona seorang Bellatrix Bianca Aretta?" ujar Eca berusaha menyemangati Bella.
"Ada," celetuk Griselda.
"Siapa?" tanya Alessia.
"Gue."
Setelahnya, langsung terdengar suara getokan di kepala Griselda.
"Lo kan cewek Sellll."
* * *
"Lama banget sih lo Ris, udah kayak cewek aja," omel Garrick saat melihat Antaris yang baru saja datang dengan wajah datarnya.
Antaris menatap tajam ke arah Garrick. "Berisik!"
"Mulut lo tuh Rik yang udah kayak Emak-emak!" seru Alfio kemudian tertawa terbahak-bahak.
Tanpa aba-aba, Garrick langsung menggetok kepala Alfio kesal setelah mendengar ucapan Alfio barusan.
"Jangan sekate-kate lo ya!" Alfio mengusap-usap kepalanya yang baru saja digetok oleh Garrick kemudian bernafas lega.
"Untung aja kepala gue masih utuh," gumam Alfio pelan.
"Mau apa kita kumpul di sini?" tanya Arrion dengan suara beratnya.
"Gak tau tuh si Aris," jawab Ander.
"Apa ada hal yang penting Tuan Antaris Alvaro Adriano?" tanya Garrick sok serius.
"Dia kembali," ucap Antaris tiba-tiba, membuat atmosfer di sekitar mereka berubah saat Antaris menyebutkan 'dia'
Mereka paham ke mana arah pembicaraan Antaris.
"Untuk apa dia kembali?" tanya Alfio.
"Balas dendam," jawab Arrion singkat.
"Bukannya waktu itu lo udah bunuh dia, Ris?" tanya Garrick.
"Gue gak tahu pasti 'kan waktu itu keburu ada polisi," jawab Antaris.
Suasana menjadi hening. Sepertinya mereka sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Mulai sekarang, kita harus lebih berhati-hati. Karena, kita tidak tahu kapan dia akan membalaskan dendamnya," tegas Antaris.
* * *
Kini Eca, Ales, Meta, dan Grisel sedang berada di rumah Bella. Mereka ingin menanyakan secara langsung kepada Arka tentang perpindahan sekolah mereka.
"Eh, ada cewek-cewek cantik, nih. Sini duduk, Neng," sambut Raka, salah satu teman Arka. Kebetulan juga Raka, Zidan, dan Alan sedang bermain di rumah Arka dan Bella.
Eca, Ales, Meta, dan Grisel pun lantas mendudukkan dirinya di sofa yang berada di sana.
"Bang Arka mana, Bang?" tanya Eca sambil menatap satu persatu cowok yang berada di hadapannya ini.
"Mau ngapain cari Arka, Ca?" tanya balik Zidan yang sepertinya penasaran akan maksud kedatangan empat cewek ini.
"Kepo!" jawab Eca sedikit ketus, sambil membuang mukanya ke arah samping.
Raka dan Alan langsung tertawa saat mendengar balasan Eca yang terdengar ketus untuk Zidan. Sedangkan Zidan, ia hanya mendengkus kesal saat mendengarnya.
Raka menepuk-nepuk pundak Zidan pelan sambil terkekeh. "Sabar, Dan, sabar. Mungkin si Eca lagi pms, makannya ngejawabnya ketus gitu."
Zidan memegang dadanya dramatis sambil berpura-pura mengusap air matanya. "Atit ati A'a, Neng."
Ales tertawa. "Geli anjir dengernya."
Eca mengangguk setuju sambil menatap malas ke arah Zidan. "Iya, udah kayak banci yang ada di lampu merah aja."
Ales, Meta, Raka, dan Alan langsung terbahak setelah mendengar ucapan Eca. Sedangkan Zidan, ia terus saja berpura-pura mengusap air matanya dengan tangannya yang memegang dadanya dramatis. Grisel, cewek itu hanya tersenyum tipis melihatnya.
Saat mereka sedang asyik-asyiknya menertawakan nasib Zidan, tiba-tiba, Arka dan Bella datang menghampiri mereka.
"Kok tumben kalian ke sini? Mau ngapain?" tanya Bella sambil duduk di samping Grisel yang sedang memainkan ponselnya.
"Mau ketemu Abang lo, Bel," jawab Ales yang dibalas anggukan oleh Eca dan Meta.
Arka mengernyitkan dahinya bingung. "Mau ngapain ketemu gue? Oh, apa mau minta tanda tangan?" tanya Arka sambil tersenyum jail.
"Idih, ogah banget gue minta tanda tangan lo, Bang," balas Eca sambil menatap malas ke arah Arka.
Arka terkekeh. "Terus mau ngapain lo semua ketemu gue?"
"Jelasin Bang, kenapa kita harus pindah sekolah ke SMA Sakrala?" tanya Meta sambil menatap serius ke arah Arka.
Arka menolehkan kepalanya menatap Bella, kemudian kembali menatap Meta. "Bukannya Bella udah ceritain ke kalian?"
"Udah. Tapi, kenapa mendadak gini, Bang?" tanya balik Grisel yang sedari tadi hanya diam menyimak.
Alan memegang dadanya yang terasa jedag-jedug setelah mendengar suara Grisel barusan. "Subhanallah, suaranya Teteh Grisel lembut banget."
Grisel menatap Alan datar. "Gue 'kan bukan lo yang suaranya cempreng kayak kaleng kerupuk."
Setelahnya, mereka semua terbahak setelah mendengar ucapan Grisel barusan.

Book Comment (136)

  • avatar
    LovelyGraziella

    bagus bangett ceritanya cepetan update bab terbaru kak!!ga sabar bangett apalagi dibuat jadi novel beuh pasti laris

    25/08/2022

      0
  • avatar
    SilvaManoel

    e daora

    1d

      0
  • avatar
    SyahFirman

    udah

    21d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters