logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

My Little Wife

My Little Wife

pisarii


Menikah?

Suasana pagi di kediaman keluarga Ransquif sang anak gadis Kara sudah siap dengan dengan balutan seragam sekolahnya dan akan pergi ke sekolah.
Ini hari Kara kembali ke sekolah setelah libur semester 5 kemarin. Sekarang dirinya kelas 12 SMA memasuki semester 6.
Kara keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga menuju dapur di mana sang mama pagi ini sudah ada di dapur alias memasak.
Menghampiri sang mama dan memeluknya dari belakang serta mencium pipi sebelah kirinya yang membuat sang mama kaget.
"Pagi ma," sapa Kara memamerkan senyum hangatnya pagi ini.
Sang mama berbalik menghadap Kara. "Pagi sayang, kamu ngagetin mama tau, mama kira siapa tadi yang nemplok." Fina sang mama Kara membalas senyuman Kara sembari sebelah tanganya mengusap kepala Kara dengan sayang.
Kara menyengir memamerkan deretan gigi putih nan rapinya, "Hehehe maaf ya ma."
Fina membalas dengan senyuman. "Udah kamu tunggu aja di meja makan, mama mau nyiapin makananya udah matang tinggal di taruh di mangkuk."
Kara menggelengkan kepalanya menolak titah sang mama. "Ga deh ma. Kara mau bantuin mama aja."
"Terserah deh."
Kara membantu sang mama memindahkan masakan yang sudah di taruh di mangkuk besar ke arah meja dan sang mama membawa alat-alat untuk makan.
Di sela menata meja makan sang papa atau kepala keluarga Ransquif datang menyapa anak dan sang istri.
Graham menyapa anak dan istrinya. "Pagi kesayangan papa."
"Pagi juga pa," balas Kara.
"Pagi mas," balas Fina juga.
"Kara udah siap mau sekolah semester baru kelas dua belas?" tanya Graham melihat Kara sudah siap pagi ini dengan seragam sekolahnya.
"Siap dong pa," ucap Kara. "Soalnya udah kangen banget mau ke sekolah dan ketemu Sania."
"Emang kamu engga betah gitu liburan?"
"Betah sih pa, tapi kalau sama Sani pasti seru sayangnya Sani liburan sendiri." Kara memasang wajah cemberutnya teringat dengan sahabatnya yang tak pernah ketemu waktu liburan.
"Nanti kamu ajak Sani main ke rumah atau ga jalan kemana gitu biar mengobati rasa rindu." Fina menyarankan ide untuk anaknya mengajak sahabat satu-satunya itu jalan bersama.
"Iya ma," balasnya sambil tersenyum ceria.
"Sudah ayo sarapan," ajak Fina untuk segera memulai sarapan pagi mereka.
Mereka sarapan dalam keadaan hening hanya ada dentingan sendok, garpu dengan piring.
Graham yang sudah menyelesaikan sarapanya menyeletuk, "Sudah Ra?"
"Sudah pa," jawab Kara.
"Ya sudah ayo berangkat nanti telat masuk ke sekolah." Graham berdiri dari duduknya untuk berpamitan kepada sang istri. "Assalamualaikum ma, Papa sama Kara berangkat dulu." Graham menyodorkan tangannya untuk di salimi. Fina pun menyambut uluran tangan Graham dan menciumnya.
Kara pun mengikuti papanya dia salim terhadap mamanya.
"Kara berangkat dulu ma. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Papa sama Kara hati-hati di jalan," pesan Fina.
"Iya ma."
Perjalanan ke sekolah Kara SMA LASKAR membutuhkan waktu 25 menit.
"Sudah sampai."
"Ya sudah pa, Kara pamit masuk sekolah dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, kamu yang rajin belajarnya."
"Iya pa siap."
Kara turun dari mobil dan melambaikan tanganya pada mobil sang papa yang sudah melaju pergi dari depan gerbang sekolahnya.
Menelusuri koridor sekolah yang sudah banyak para murid datang ke sekolahnya memulai sekolah setelah libur semesteran.
Kara memasuki kelas 12. Ipa 2 di sini ia sekelas dengan sahabatnya yaitu Sania Grissela sahabat dari sejak Smpnya biasa di sapa Sani.
Kara duduk di bangku pojok dekat jendela fokus membaca novel sembari menunggu kedatangan sahabat terbaiknya.
Sani yang baru saja memasuki kelas dan sudah melihat Kara ada dibangkunya menghampiri kemudian menyapa Kara. "Hai, Ra lama tak jumpa."
Kara sontak berdiri dan memeluk Sani. "Hai juga San, ih kangen banget sama lo sumpah."
Sani balas memeluk Kara bahkan badan mereka bergoyang-goyang saking senangnya bertemu kembali. "Gue juga kangen tau sama lo. Sorry nih ya gue ga bisa liburan bareng lo. Gue kan harus ke Inggris ke tempat kakek nenek gue kalau liburan."
"Iya gak papa gue ngerti kok, kan sekarang kita udah bisa ketemu."
"Iya Ra, makasih."
Kara dan Sani mengobrol untuk mengobati rasa rindu mereka.
Sekolah seperti biasanya bedanya sehabis libur mereka bisa bertemu dengan teman sekelas maupun teman kelas lain.
**
Kara sampai di rumahnya. Di dalam ada papa dan mamanya Kara melihat ada raut sedih dan frustasi milik papanya.
Ia khawatir ada apa sebenarnya? pikir Kara. Padahal papanya tak pernah menampilkan ekspresi wajah begitu.
"Kara, kamu ganti baju dulu sayang nanti ke sini ada yang mau papa dan mama omongin," ucap Fina yang melihat Kara sudah pulang sekolah.
"Iya ma." Meskipun Kara kepo ada apa namun ia menuruti perintah mamanya.
Kara sudah ada di ruang tamu bersama kedua orang tuanya.
"Papa kenapa pa?" tanya Kara kepo karena masih melihat wajah ayahnya sedih.
"Gini Kara perusahaan papa hampir bangkrut sayang," jelas Fina.
"Hah? Kok bisa?!"
"Ada karyawan papa korupsi dan sekarang karyawan papa itu menghilang tanpa meninggalkan jejak dan membawa semua uang perusahaan." Penjelasan dari Graham, papanya membuat Kara kaget. Bisa-bisanya ada yang berbuat jahat seperti itu kepada papanya.
"Terus gimana pa? Ada jalan keluarnya engga?"
"Ada sayang tapi ini menyangkut kamu."
"Menyangkut aku? Emang apa pa?" Kara mengernyitkan dahinya bingung.
"Satu-satunya cara agar perusahaan papa bangkit kembali dengan bantuan perusahaan lain tapi mereka tak ada yang mau bekerja sama dengan papa karena perusahaan papa yang hampir bangkrut. Teman lama papa menawari bantuan untuk memulihkan perusahaan papa tapi dengan syarat..." ucapan Graham menggantung.
"Syarat apa pa?" Kara yang menyimak ucapan papanya penasaran.
"Syaratnya kamu harus mau menikah dengan anaknya."
Ucapan Graham papanya Kara, membuat Kara bagai seperti tersambar petir di siang bolong. Kara tentunya terkejut. Menikah? Dirinya aja masih muda dan belum lulus sekolah. Apa nanti kata orang-orang tentang dirinya? pikir Kara.
"Menikah?" beo Kara yang masih dalam keterkejutanya.
"Iya sayang menikah. Kalau kamu ga sanggup dengan syarat ini papa ngga apa-apa. Biar papa mikir gimana nanti perusahaan papa kedepanya," ucap Graham ia tak mau menekan anaknya untuk menerima pernikahan ini hanya demi perusahaanya agar bangkit kembali.
"Kamu pikir-pikir dulu sayang. Mama dan papa ga mau memaksa kamu untuk menerima pernikahan ini hanya demi perusahaan agar bangkit," ucap Fina.
"Kara pikir dulu ya pa ma," ucap Kara pelan.
"Iya sayang."
**
"Lang papa dan mama mau bicara serius sama kamu." Arka memanggil sang anak yang baru saja berdiri dari kursi meja makan setelah nenyelesaikan makan malam keluarga.
"Ngomong apa pa?" Gilang sang anak yang di panggil oleh papanya tadi.
"Kita keruang keluarga dulu," ajak Arka beranjak dari kursi meja makan diikuti oleh Gilang dan istrinya Rana menuju ruang keluarga.
"Jadi?" tanya Gilang setelah duduk di single sofa depan papa dan mamanya.
"Umur kamu 30 tahun Lang sudah dewasa. Saatnya kamu untuk menikah dan membina rumah tangga kamu. Papa dan mama udah ga sabar pengin melihat kamu menikah dan punya anak. Jadi Lang, papa dan mama akan menjodohkan kamu dengan anak teman lama papa dan mama," ujar Arka menyampaikan maksudnya.
Penuturan papanya membuat Gilang sangat terkejut. "Gilang bisa mencari istri sendiri pa, engga perlu acara pake jodoh-jodohan." Gilang membalas dengan nada penolakan.
"Sampai kapan Lang? Sampai sekarang pun kamu engga pernah kelihatan dekat dengan perempuan manapun. Mama udah kepengin banget gendong cucu," sela Rana.
"Papa juga loh ma," balas Arka juga.
"Maksudnya kita berdua."
"Cari istri ga gampang pa ma. Harus pinter-pinter buat milih perempuan untuk di jadikan istri Gilang. Apalagi perempuan yang selama ini berusaha dekatin Gilang hanya mengincar harta yang Gilang punyai."
Itulah mengapa diumur Gilang yang dewasa ini tidak pernah berkencan dengan perempuan manapun. Semua perempuan dalam pandangan mata Gilang hanya menginginkan hartanya saja dan tidak benar-benar tulus mencintainya.
"Maka dari itu papa dan mama memutuskan untuk menjodohkan kamu dengan anak teman papa dan mama. Jadi kamu ga usah cari perempuan yang mau kamu jadikan istri. Nunggu kamu tuh lama banget. Papa jamin anak teman papa dan mama ga seperti perempuan yang dekatin kamu hanya demi harta kamu saja," ujar Arka masih kekeh ingin sekali menjodohkan Gilang. Dengan penolakan Gilang pun Arka akan tetap menjodohkan nereka.
Gilang akan menyahut terpotong dengan ucapan mamanya. "Pokoknya papa dan mama ga terima penolakan!"
Gilang berdecak kecil. "Terserah kalianlah. Gilang capek mau istirahat."
Gilang melenggang pergi begitu saja dari hadapan papa dan mamanya. Berdebat masalah pasangan membuat Gilang pusing. Apalagi ini masalah perjodohan makin membuatnya tambah pusing. Bukan sekali dua kali papa dan mamanya menanyakan soal pasangan dan kapan menikah. Dan dia menjawab belum memiliki kriteria calon istri yang pas. Dan sekarang tiba-tiba papanya ingin dia menikah dengan perempuan pilihanya. Dikira dirinya tidak bisa mencari pasangan sendiri apa? Kalau sudah punya pilihan perempuan idamanya dan menarik hatinya pasti dia nanti akan menikah. Tidak perlu pake acara perjodohan segala. Gila bener-bener gila itulah isi pikiran Gilang.

Book Comment (780)

  • avatar
    Faraaira

    ceritanya beneran bagus , aku suka sama ceritanya bener bener kayak kehidupan

    05/09/2023

      0
  • avatar
    PutraAidul

    bleh lah

    13d

      0
  • avatar
    Syazana Rusman

    Bagus banget

    20d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters