logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 7

Menyusuri jalan di tepian sungai Seine terlihat biasa saja, tidak ada yang istimewa di tempat paling romantis di dunia. Claire merasa kosong, kekosongan itu karena Ken tidak ada di sampingnya.
Bayang-bayang Ken semakin jelas saat jarak terbentang diantara mereka. Dia merindukan Ken, tapi rasa rindu itu terasa sia-sia, Ken tidak pernah merindukannya.
Claire di masa mendatang berhenti berharap pada sesuatu yang abstrak. Semua itu hanya ilusi yang kau ciptakan dengan makhluk bernama Ken.
Seperti dewa Yunani yang tidak pernah mencintai manusia, atau seperti Zeus yang tidak akan berbaikan dengan Hades selamanya mereka tidak pernah sejalan.
Claire meyakinkan diri dengan kalimat itu, tidak menyadari bahwa langkahnya mengakibatkan seseorang terjatuh. Dan menyebabkan barang bawaan berupa buah-buahan tercecer di jalan. Claire memunguti buah itu lalu menyerahkan kantong plastik berisi buah-buahan itu pada pemiliknya.
“Claire Smith.”
Claire memperhatikan penampilan orang itu dengan seksama, memakai hoodie, celana jeans hitam, dan sepatu kets berwarna putih. Claire memaksa otaknya untuk mengenali sosok itu. tiba-tiba dia teringat dengan laki-laki berambut coklat yang ditemuinya saat itu.
“Felix Abraham!”
“Malam itu kau menciumku, apa kau lupa?”
Pipi Claire memanas mungkin wajahnya memerah sekarang, dia membawa Felix menjauh dari keramaian. Mereka duduk di kursi yang menghadap sungai Seine. Air sungai terlihat berkilau di bawah cahaya matahari. Claire memperhatikan riak air ketika sebuah kapal melintas. Paris sungguh kota yang indah, tidak heran disebut sebagai tempat paling romantis di dunia.
“Musim panas sebentar lagi berakhir. Pantas saja aku tidak merasakan hawa panas meskipun aku memakai pakaian tebal.”
Claire menatap Felix, Laki-laki itu berusaha mencairkan suasana. Dan topik mengenai musim sama sekali bukan pembicaraan yang menarik, tapi Claire belum pernah bertemu dengan laki-laki seperti itu.
“Apa kau masih datang ke kafe itu?” tanya Claire mengalihkan pembicaraan.
“Tidak, aku merasa hidupku terus berjalan kenangan itu aku simpan di ingatanku yang paling dalam, tapi hidupku tidak boleh berhenti di sana.” ucap Felix disertai senyum tipis, dia menoleh ke samping. “Kau hendak kemana Claire?” tanya Felix.
“Aku berencana mencari pakaian murah, tapi aku tersesat,” ucap Claire.
“Temanku memiliki toko pakaian aku akan membayarnya. Jangan menolak, anggap saja aku membantumu sebagai teman.”
“Baiklah,” ucap Claire setelah berpikir ulang tidak bisa merepotkan Han.
***
Toko pakaian bernama De Amora’s itu tidak terlalu besar. Namun, di dalamnya terdapat pakaian yang cukup lengkap.
Claire melihat penampilannya di cermin besar di ruang ganti sasaat setelah memilih gaun rekomendasi Felix. Dia terkejut melihat bayangannya di cermin, mirip gelandangan yang sering ditemuinya di jalanan Manhattan.
Melihat penampilannya seperti itu, Felix masih mengenalnya sebagai nona besar dari keluarga Smith sepertinya daya ingat Felix cukup besar.
Gaun berwarna merah tanpa lengan dengan renda di bagian bawahnya terlihat cantik di tubuhnya. Claire memeriksa penampilannya di cermin lalu menghampiri Felix yang sibuk memilih pakaian. Dia menyentuh bahu laki-laki itu dengan senyum mengembang.
“Bagaimana penampilanku?” tanya Claire.
Felix hampir menjatuhkan patung manekin di samping kirinya kalau saja penjaga toko itu tidak sigap menangkapnya. Dia berdehem pelan untuk mengusir kegugupannya. “Lumayan,” ucapnya.
“Gaun ini sangat cantik,” ucap Claire tidak puas.
“Gaun itu terlalu terbuka kau tidak cocok memakainya, gadis sepertimu tidak suka berpakaian panjang di dalam ruangan. Celana pendek juga lebih cocok untukmu. Model yang ini seharusnya cocok untuk baju yang ada di sana.”
Claire berdiri di tempatnya ketika Felix berbicara panjang lebar mengenai pakaian apa yang cocok untuknya. Dia tidak menyangka ada orang lain yang mengerti pakaian kesukaannya selain ayahnya. Claire tidak percaya jika Felix membuatnya melihat cahaya yang baru!
“Claire apa kau baik-baik saja?”
“Oh, kau sudah selesai?” tanya Claire gugup saat Felix menghampirinya dengan membawa papper bag berlogo De Amora’s. dia tidak tahu kapan Felix membayarnya, dia terlalu lama melamun!
“Toko ini memberikan bonus pada setiap pelanggan dengan pembelian lebih, misalnya kau membeli lima baju lalu kau akan mendapatkan sweater. Kau bisa memilih sendiri jenis sweater dengan merk yang sama. Biasanya bonus disesuaikan dengan musim mengingat musim panas sebentar lagi berakhir, toko ini memberikan sweater sebagai bonus. Masalah harga disesuaikan dengan merk yang kau beli,” ucap Felix.
“Dan setiap awal musim gugur ada model terbaru di toko ini. Biasanya ada harga khusus untuk produk terbaru. Kau bisa mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan tempat lain, tapi biasanya toko ini hanya menggunakan satu designer untuk musim gugur.” tambah Felix kemudian menyerahkan paper bag itu pada Claire.
“Terimakasih,” ucap Claire saat mereka berjalan keluar meninggalkan De Amora’s.
“Restoran di depan sana lumayan enak. Kita berhenti di sana saja kau pasti menyukai pastanya,” ucap Felix.
Mereka sampai di restoran itu lalu memilih tempat duduk di dekat jendela kemudian pelayan menghampiri mereka dan menyerahkan buku menu. Felix bertanya makanan apa yang ingin Claire pesan.
“Aku memesan dessert saja,” ucap Claire tanpa membuka buku menu.
“Dua lobster berukuran sedang, dua porsi pasta, waffle dengan saus bluberry, minumnya jus jeruk tanpa gula,” ucap Felix.
Pelayan itu berlalu setelah mencatat pesanan mereka. Claire menatap Felix tidak percaya, laki-laki itu bisa berbahasa Perancis. Sepertinya banyak rahasia yang di simpan Felix, Claire yakin di balik sikapnya yang tenang laki-laki itu bukan orang biasa. Dia larut dalam lamunannya, tidak menyadari pelayan sudah mengantar pesanan mereka dan meletakkan semuan hidangan itu di atas meja.
“Aku melihat orang itu memperhatikan kita sejak tadi.”
Claire mengikuti arah pandang Felix dan seketika jantungnya berdesir, melihat Han ada di sana memakai pakaian koki. Sial, Claire lupa hari ini Han pertama kalinya bekerja dan laki-laki itu memergokinya bersama Felix. Claire merasa dessert itu tidak lagi manis, lidahnya mati rasa saat Han berjalan menuju mejanya lalu menariknya menjauh dari Felix.
***
Han tidak marah, laki-laki itu diam selama perjalanan pulang hingga tiba di apartemen. Bahkan Han tidak bertanya apa pun mengenai Felix, Claire tidak bisa menghadapi seseorang dengan kemarahan terpendam.
Dia bukan paranormal yang bisa membaca pikiran orang lain dan tidak tahu letak kesalahannya. Menurutnya wajar bertemu seseorang di restoran lalu makan bersama kecuali Han sedang cemburu dan tidak berani mengatakannya.
Bukan kecemburuan Han yang Claire pikirkan. Namun, Felix yang ditinggalkan begitu saja di restoran itu. Dia bahkan tidak tahu kapan bertemu kembali dengan laki-laki itu.
Pertemuan pertama dan kedua tidak memiliki kesan yang baik seolah semesta mempertemukan mereka dengan cara yang tidak biasa.
Besok Claire ingin datang ke tempat itu dan berharap bertemu Felix kemudian meminta maaf sudah meninggalkannya tanpa pamit.
Pintu kamar itu diketuk ketika Claire membongkar barang belanjaannya. Han masuk lalu menarik kursi dan duduk di depannya.
“Gaun itu cantik.”
Eh, gaun apa?
Claire mengambil gaun yang Han maksud, ternyata Felix diam-diam membeli gaun itu. Laki-laki itu memang sulit ditebak.
“Maaf Claire, aku menerima uang dari Ken untuk menjauhimu. Sejak kecil aku bermimpi bisa mengasah bakatku di Paris dan tawaran itu tidak bisa aku tolak,” ucap Han menyesal.
“Jadi kau menerimaku di sini juga karena Ken?” tanya Claire kecewa.
“Maaf Claire.”
Mengetahui kebenaran dengan alasan tidak ingin menyakiti rasanya seperti tertusuk ribuan jarum sehingga sekujur tubuh mati rasa. Claire berharap yang dilaluinya hanya mimpi dan saat dia bangun semuanya baik-baik saja. Namun, bagaimanapun dia berharap, semua itu nyata.
Orang yang menawarkan sandaran ternyata membohonginya hanya karena kepentingannya sendiri.
Suasana malam hari di tepian sungai Seine tampak ramai.
Claire tidak tahu pukul berapa sekarang. Dia hanya berdiri mematung di tepi sungai menatap pantulan cahaya bulan yang berkilau. Semakin lama pandangannya mengabur, air matanya mengalir tanpa bisa dicegah. Claire menangis tertahan di bawah cahaya bulan pada musim panas.
***

Book Comment (134)

  • avatar
    Fadilah

    kerenn

    27/05

      0
  • avatar
    Siapa ?Saya

    ceritanya menarik banget

    23/01

      0
  • avatar
    surianieAnne

    👍👍👍

    03/01

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters