logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Memory with You

Memory with You

Aily Ar


Bab 1

Claire benci bersikap lemah di depan Ken—laki-laki yang sejak kecil di adopsi oleh keluarganya. Claire benci ketika Ken menindasnya dan dia tidak melakukan apa-apa selain menangis.
Dulu, Claire berpikir Ken hanya menggodanya. Namun, seiring bertambahnya usia, sikap Ken semakin menyebalkan. Seperti saat memergoki Claire membawa teman laki-lakinya ke rumah. Laki-laki itu teman pertamanya setelah pindah ke Manhattan, tidak banyak cara bagi Claire untuk mendapatkan teman dan Ken sukses mengacaukan semuanya. Dia bukan tipe orang yang mudah berteman, sulit untuknya bisa berteman dengan Han. Kalau bukan karena Han menolongnya dari preman jalanan yang menindasnya, Claire tidak mungkin mengenal laki-laki itu.
“Nona anda kembali.”
Pelayan rumah menyambut kedatangannya begitu Claire tiba di halaman. Laki-laki paruh baya dengan kumis tebal itu masih memandangnya khawatir.
“Aku tidak apa-apa Sean,” ucap Claire supaya laki-laki itu berhenti mencemaskannya.
“Tuan Ken mencari Anda dan belum kembali, langit gelap sepertinya akan turun hujan,” ucap Sean khawatir.
“Ken mencariku?” tanya Claire.
“Nona sebaiknya anda istirahat aku akan mencari tuan muda.”
Claire tidak mencemaskan Ken, laki-laki itu tidak mungkin tersesat meskipun belum lama pindah ke Manhattan. Letak taman itu tidak jauh dari rumah mustahil Ken tersesat di jalan. Claire tidak percaya Ken menyusulnya bisa jadi Ken hanya bermain-main mungkin seperti itu kesimpulannya.
Jika Ken menghilang sepertinya lebih baik, Claire bisa menikmati hidupnya dengan tenang, menikmati kemewahan di rumahnya tanpa Ken yang mengganggunya.
Sepertinya memang bagus Ken tidak pulang jadi Claire bisa berendam di kolam renang.
Kolam renang itu tidak terlalu dalam tapi cukup besar dari kolam renang di rumah lamanya. Setelah pindah ke rumah baru Claire belum pernah menggunakan kolam renang itu karena Ken melarangnya setiap kali melihatnya berada di sekitar kolam.
Kini, Claire bisa berenang memakai bikini cantiknya. Hadiah dari bibi Erika, pertama kalinya dia mengenakan bikini itu.
“Jika aku hidup seperti ini aku rela untuk hidup seribu tahun lagi.” Claire merentangkan tubuhnya di air, dia menatap langit yang ditaburi bintang. Tidak hujan, Sean berlebihan tentang cuaca hanya karena langit sedang gelap.
Claire berenang menuju tepi dan menyentuh rambutnya yang basah sudah saatnya memotong rambut. Dia tidak suka memiliki rambut panjang dan besok saatnya ke salon untuk memotong rambutnya.
“Setelah aku perhatikan ternyata kau cukup seksi.”
Ken sedang berdiri di sisi kolam dengan memakai jubah mandi. Sial, Claire bahkan tidak menyadari sejak kapan Ken berada di sana. Dengan cepat dia masuk ke dalam kolam untuk menutupi tubuhnya.
“Jangan mendekat atau aku berteriak!” ancam Claire panik.
“Teriak saja,” sahut Ken santai.
“Kau melihat tubuhku!” ucap Claire keras.
“Kau adikku bukan masalah besar.”
“Aku bukan adikmu!” sangkal Claire, tubuhnya mulai bergetar rasanya dia ingin menangis. “Kakakku sudah—” Claire menahan kalimatnya.
“Kenapa masih di sana?!” tanya Ken galak.
“Aku tidak bisa bergerak kakiku kram.”
Claire tidak sempat menutupi tubuhnya ketika Ken menariknya keluar dari kolam, keadaannya sangat memalukan dan sepertinya Ken tidak peduli tentang itu. Dengan hati-hati Ken meletakkan Claire di ranjang kemudian memijat kakinya. Ken tampak serius melakukannya, Claire tidak menolak saat merasakan kakinya lebih baik, dia memperhatikan Ken tidak percaya laki-laki itu bisa bersikap lembut.
“Sakit?” tanya Ken memastikan karena sejak tadi gadis itu terdiam. “Apa kau masih sakit?”
Claire terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba itu, dia berdehem pelan.
“Sudah tidak sakit, terimakasih.”
“Istirahatlah, besok aku temani kau ke salon.”
Claire menatap kepergian Ken dengan tanda tanya. Bahkan setelah pintu kamarnya tertutup Claire masih penasaran kenapa Ken bisa mengerti dia ingin ke salon. Jangan-jangan Ken memang berada di kolam renang itu sejak awal dan memperhatikannya.
Sialan! Claire merasa di permainkan.
***
Ini tidak seperti Ken biasanya, Claire sempat bertanya-tanya. Namun, pertanyaan itu menggantung di benaknya. Dia tidak ingin pertanyaan itu menyebabkan Ken berubah sikap dan kembali menindasnya. Jujur saja Claire menyukai Ken yang bersikap lembut, tanpa sadar dia tersenyum dan Ken menyadari senyuman itu.
“Apa kau gila?” tanya Ken serius.
“Kau yang gila karena tiba-tiba setuju pergi denganku,” ucap Claire kesal.
“Iya karena aku tidak ingin kau ditindas orang lain.”
“Ken ada diskon khusus tunggu di sini sebentar.”
Claire menghilang bersama pelanggan lain dan berdesakan karena potongan harga itu cukup menggiurkan. Dia ingat Ken ingin membeli syal baru, sayangnya keinginan itu tidak terwujud karena terburu-buru pindah dan mungkin saja Ken melupakannya.
Claire mendapatkan syal yang cocok dan segera membayarnya di kasir. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Ken tidak sendiri di sana, seorang perempuan berambut pirang tengah berbincang dengan Ken sesekali perempuan itu memeluk lengan Ken dengan akrab.
Claire melewati mereka dan mengabaikan Ken yang memanggilnya, dia terus melangkah dan tanpa sengaja menabrak seseorang. Claire mengambil barang-barangnya dan berlalu dari sana tanpa mengatakan maaf. Suasana hatinya sedang kacau dan tidak bisa membiarkan orang lain melihat kekacauan itu. Biarlah beberapa orang menganggapnya jahat, dia sudah terbiasa dengan pandangan itu.
Cukup jauh Claire meninggalkan pusat perbelanjaan dan berakhir di stasiun kereta. Dia tidak menghapal jalan. Namun, ingin pergi kemana pun kereta itu membawanya hingga kereta berhenti di persinggahan terakhir. Claire keluar dari stasiun kereta kemudian menaiki taksi dan berhenti di sebuah kafe.
Bunyi lonceng terdengar ketika Claire membuka pintu kafe itu. Dia mencari tempat duduk yang tepat untuk menghindari keramaian dan menemukan kursi sudut belakang yang menghadap ke jendela kaca. Claire bisa melihat keramaian jalanan yang padat tempat duduk itu sangat tepat. Dia berjalan menuju kursi itu. Namun, seseorang lebih dulu menempatinya.
“Hei, aku yang lebih dulu menemukannya,” ucap Claire tidak terima, rupanya laki-laki berambut coklat terlihat seperti orang Asia.
“Maaf nona aku terbiasa duduk di sini,” ucap laki-laki itu sopan.
“Aku lebih dulu menempatinya tidak ada peraturan meskipun kau biasa duduk di kursi itu,” ucap Claire tidak mau mengalah.
“Aku tidak bisa memberikannya walaupun nona memaksa.” Laki-laki itu berujar pelan. “Karena aku sudah berjanji dengan seseorang.”
“Kau bisa pindah orang itu pasti tidak keberatan,” ucap Claire kesal.
“Nona jangan memaksa aku masih bersikap sopan.”
“Aku memaksa karena ingin duduk di kursi itu!”
Keributan itu menjadi pusat perhatian, Claire bersikeras mendapatkan kursinya sementara laki-laki itu tetap pada pendiriannya. Hingga seorang pelayan menghampiri mereka dan memintanya bersikap tenang.
“Nona, dia sudah memesan kursi itu untuk satu tahun ke depan.”
“Akhirnya aku juga yang dipermalukan.”
Claire menghapus air matanya lalu meninggalkan tempat itu. Dia duduk di sebuah kursi tidak jauh dari kafe, kebetulan sekali menemukan tempat yang nyaman. Claire melepas sepatunya, berjalan kaki menggunakan heels tujuh centi sangat menyiksa, tumitnya terasa nyeri ada luka di sana.
Ponselnya bergetar, Whitney menghubunginya dia tidak bisa mengabaikan panggilan itu.
***

Book Comment (134)

  • avatar
    Fadilah

    kerenn

    27/05

      0
  • avatar
    Siapa ?Saya

    ceritanya menarik banget

    23/01

      0
  • avatar
    surianieAnne

    👍👍👍

    03/01

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters