logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2 Murid Baru

Keesokan harinya. Pagi ini mereka kumpul di meja makan untuk mengisi perut yang semalaman tidak terisi. Di meja sudah ada William, papanya Elna juga dengan sang mama Rere, duduk berdampingan dan tidak lupa dengan Elna, Syifa, dan Amanda.
Perbincangan pagi ini serasa begitu hangat. Berhubungan William dan Rere sudah pulang dari Australia mengurusi pekerjaan yang digeluti mereka sejak awal menikah hingga sekarang, ditambah dengan hadirnya Syifa dan Amanda menambah kesan yang begitu hangat pagi ini.
Sesekali terdengar tawa yang berderai diantara lima makhluk ciptaan Tuhan itu sampai tidak terasa makanan mereka nyaris telah tandas. Baik Syifa, Elna, dan Amanda menaruh piring mereka ke bak tempat pencucian piring-piring kotor. Setelahnya mereka berpamitan.
"Pa, ma, Elna psmit berangkat sekolah dulu ya," mengecup punggung tangan William dan Rere secara bergantian.
William mengusap-usap bahu putri semata wayangnya itu sembari berkata, "iya. Baik-baik belajarnya, jangan pernah bolos belajarnya,"
"Pastinya dong," William hanya tersenyum menanggapinya.
Gantian kini giliran Syifa dan Amanda yang saling berjabat tangan pamit kepada William dan Rere.
"Om, tante kita berangkat sekolah dulu ya," ucap Amanda.
"Iya om, pamit sekolah dulu ya, dan makasih loh ya tante udah buatin sarapan pagi ini, enak banget," tambah Syifa, lagi dan lagi karena ucapan Syifa barusan tawa kembali berderai.
Berhubung ada Syifa dan Amanda, Rere berinisiatif memasak untuk sarapan pagi ini tanpa bantuan mbok Iyah.
"Haha kamu ini. Yasudah berangkat sana biar nggak telat ke sekolahnya." ucap Rere mengakhiri.
***
Sekarang mereka bertiga sudah sampai disekolah. Mereka menyusuri koridor sekolah yang mulai ramai oleh siswa-siswi, hingga pada akhirnya mereka memilih untuk pisah saja menuju ke kelas masing-masing.
Pertama, Elna sudah masuk kedalam kelasnya, setelah itu Amanda juga sudah masuk ke kelasnya. Hanya Syifa seorang diri menyusuri koridor menuju kelasnya.
Syifa bersenandung kecil dengan menyanyikan lagu dari sejuta lagu indah lainnya yaitu Adele-Rolling in the deep.
Lagu itu pula yang menemani dia sampai kelas. Suasana kelas tampak sunyi hanya terdapat lima orang di dalamnya. Entahlah, mungkin sebagian dari mereka sedang molor dan masih berada dialam bawah sadarnya, dan mungkin juga mereka berada dikantin untuk sarapan karena tidak sempat sarapan dari rumah hanya karena takut terlambat atau memang dirinya yang terlalu cepat datang ke sekolah.
***
Bel masuk akhirnya berdering juga dua puluh menit kemudian, sebelumnya semua siswa-siswi sudah memasuki ruangan kelas berhubungan bel masuk akan memanggil mereka untuk mengikuti pelajaran yang pertama.
Seorang guru wanita paruh baya masuk dengan langkah-langkah kecil diikuti seorang siswa dibelakangnya. Wanita paruh baya itu, alias bu Sabina–guru Bahasa Indonesia itu meletakkan tas beserta buku-buku tebal yang telah dia bawa dari kantor.
Bu Sabina berdiri sambil memandangi seisi kelas. Ya, semua sudah masuk dan telah duduk dengan rapi setelahnya.
"Baiklah kalau semua sudah masuk," membuka suara kali pertama pagi ini.
"Sebelumnya ibu membawa seorang murid baru pindahan dari Jawa Tengah, Semarang. Mari nak, silahkan perkenalkan dirimu di hadapan kami semua," ucapnya, bu Sabina mempersilahkan siswa itu untuk perkenalan diri selama lima belas menit.
Siswa itu berdehem sebelum memulainya, "Hallo teman-teman," ucapnya.
"Perkenalkan nama saya Leonardo, panggil saja Ardo, saya asli dari Semarang dan saya pindahan dari SMA Negeri 1 Semarang," ucapnya.
"Apa alasan kamu pindah kesini, nak Ardo?" tanya bu Sabina
"Alasan saya pindah kesini karena ya saya ingin sekolah disini saja bu, sekalian cari pengamalan dan menambah teman,"
"Hanya ingin sekolah disini saja, sekalian cari pengalaman dan menambah teman? Menurut ibu itu bukanlah sebuah alasan.
Tapi yasudahlah. Silahkan kamu duduk disebelah perempuan itu," ucapan bu Sabina melesat kepada Syifa. Sontak perempuan itu kaget bukan main tapi tanpa berdosanya bu Sabina tersenyum sinis kearahnya.
Dengan menyandang tasnya, pria itu alias Ardo berjalan mendekat ke arah meja Syifa setelah menyalim tangan bu Sabina. Setelah sampai Ardo meletakkan tas sandangnya lalu duduk di atas kursi. Berselang itu, Ardo menatap Syifa dan tersenyum sembari mengulurkan tangannya ingin mengajak kenalan.
"Hai, kenalan boleh nggak? Nama lo siapa," ucap dan tanya Ardo.
Rasa ragu-ragu menyelimuti perasaannya kini, ingin dia menolak secara halus tawaran pria di sebelahnya itu namun tidak sopan sekali rasanya jika tidak membalas uluran tangan tersebut. Tetapi karena sisi introvert nya yang tidak ingin berbicara dengan orang baru. Sampai sekian menit Syifa baru membalas uluran tangan cowok di sebelahnya.
"Gue Syifa," ucapnya lalu seperkian detik menarik tangannya dengan cepat. Lalu mulai memfokuskan diri untuk memperhatikan bu Sabina menerangkan materi dan mengabaikan cowok di sebelahnya itu yang terseyum.
Fyi, Arsyifa Natalae adalah perempuan introvert. Dia nggak bisa sesupel Elnaira atau seberani Ratu Amanda. Lebih baik Syifa diam sambil berpikir matang di otaknya akan sikap apa yang akan dia pilih terhadap lawan bicaranya ini.
Kadang Syifa lelah dengan sifatnya ini.
***
Setelah Syifa memberitahukan namanya, entah mengapa Ardo merasa ingin menjadi lebih dekat dengannya. Tapi sedikit sulit rasanya melihat Ardo juga masih baru dan juga baru mengenal Syifa. Momen yang sangat canggung sekali pagi ini. Pikir Ardo.
"Baiklah nggak apa-apa. Mungkin karna gue murid baru kali yah. Baiklah, gue harap sih kita bisa dekat," ucapnya mengulas senyuman.
"Sorry," satu kata. Ya baru saja dia berkata sorry. ada apa ini? Mengapa dia jadi seperti ini? Cepat-cepat Syifa membekap mulutnya dengan tangan.
Ardo hanya tersenyum menanggapi.
Perempuan ini benar-benar polos. Gumamnya dalam hati lalu memfokuskan diri kedepan ketika bu Sabina sedang menerangkan materi.
***
Bel istirahat pertama berbunyi, secepat kilat juga kelas sudah sepi. Tersisa Ardo dan Syifa saja di dalam kelas dan beberapa siswi yang sedang bergosip ria.
"Nggak keluar?" tanya Ardo basa-basi.
Syifa menggeleng.
"Kenapa? Hem, atau jangan-jangan.. lo mau temenin gue disini yah?" godanya Ardo untuk memancing Syifa supaya bersuara.
Sedangkan Syifa bergidik ngeri mendengarnya.
"Ihh.. apaan sih," melihat balasan Syifa Ardo tertawa puas karena berhasil menggoda perempuan polos yang telah sah menjadi sebangkunya sejak pagi tadi.
Syifa segera berdiri dan cepat-cepat keluar dari kelas namun aksinya itu gagal karena tangan Syifa telah dicekal duluan oleh Ardo.
"Eits, lo mau kemana? Bukannya lo mau temenin gue disini yah?" ucap Ardo.
"Lo apa-apaan sih? Lepasin tangan gue. Gue nggak suka," ucapnya sudah tidak tahan dengan perlakuan Ardo yang terbilang lebay dan sok dekat itu.
"Oh.. cup-cup tayang.." goda Ardo lagi.
Ingin Syifa menangis sekarang juga di depan pria kurang ajar itu. Bisa-bisanya tadi dia bersikap sopan namun beberapa jam setelahnya berubah menjadi pria yang kurang ajar.
Mata Syifa mulai berkaca-kaca hingga Dewi Fortuna berpihak padanya. Manda dan Elna datang disaat yang tepat.
"Syifa," teriak kedua gadis remaja itu tanpa melihat wajah pria yang telah membuat sahabatnya hampir menangis.
"Oh, sorry!" cekalannya terlepas.
Tunggu..
Itu bukannya. Suaranya kaya gue kenal banget! Tapi siapa? Batin Elna. Perempuan itu segera menoleh untuk memastikan dan benar saja itu adalah suara Leonardo, sahabat kecilnya dulu.
"Leonardo? Eh Ardo!" teriak Elna histeris membuat pria itu secepatnya membekap mulut Elna.
"Berisik lo!" ucap Ardo.
"Lepasin woi," ucap Elna yang berusaha mencari ruang oksigen.
"Tunggu lo diem dulu baru gue lepasin," ucap Ardo.
"Oke-oke gue diem," mengacungkan jari kelingkingnya, akhirnya Ardo melepas bekapannya pada mulut Elna.
***
Sejak lima menit berlalu setelah bel istirahat pertama berbunyi, batang hidung Syifa tak kunjung datang juga. Kekhawatiran pun muncul di hati keduanya karna tak biasanya Syifa telat datang ke kantin.
"Man, Syifa kok belum datang yah? Biasanya kan yang datang pertama itu dia. Tapi kali ini tumbenan benget dia nggak datang-datang juga. Gue khawatir nih," ucap Elna pada Amanda.
"Iya yah gue juga khawatir nih sama dia. Nggak kaya biasanya." ucap Amanda.
"Daripada kita berdua nggak jelas di sini nunggu-nunggu Syifa datang, mending kita check ke kelasnya aja. Gue takut dia kenapa-napa!" putus Elna, Amanda pun menyetujuinya.
Dengan derap langkah-langkah panjang mereka sampai di depan kelas Syifa. Pintu itu tertutup. Mereka segera membuka pintunya, dan betapa terkejutnya mereka mendapati Syifa sedang digoda oleh seorang pria.
Ralat! Sedang di ganggu oleh seorang pria kurang ajar. Lihat saja dia mencekal tangan Syifa dan menghalangi jalannya.
Mereka tidak melihat jelas wajah pria itu karena posisi pria itu membelakangi mereka.
Dengan secepat kilat mereka berlari untuk membantu sahabatnya dari pria kurang ajar itu.
"Syifa," terlihat oleh Manda dan Elna kalau mata Syifa sudah berkaca-kaca saat itu mungkin pertahanannya akan runtuh saat itu juga.
"Oh, sorry!" cekalannya terlepas
Tunggu..
Itu bukannya. Suaranya kaya gue kenal banget! Tapi siapa? Batin Elna. Elna segera menoleh untuk memastikan dan benar saja itu adalah suara Leonardo, sahabat kecilnya dulu.
"Leonardo? Eh Ardo!" teriak Elna histeris membuat pria itu segera membekap mulut Elna.
"Berisik lo!"
"Lepasin woy!" ucap Elna yang berusaha mencari ruang oksigen.
"Tunggu lo diem baru gue lepasin," ucap Ardo.
"Oke-oke gue bakalan diem," mengacungkan jari kelingkingnya, akhirnya Ardo melepas bekapannya pada mulut Elna.
***

Book Comment (31)

  • avatar
    PratiwiBunga

    bagusss bangett

    22/07

      0
  • avatar
    Muhd Zuhair

    good seronok membaca

    30/06

      0
  • avatar
    EdayantiSelvi

    sangat bagus untuk aplikasi ini bagi saya 👍👍😃

    25/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters