logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 6. Perasaan Tak Menentu

****
Di kantin Bri memesan semangkuk bakso kesukaannya. Siang ini makin gerah, Bri menuangkan sambal cukup banyak yang membuat kedua sahabatnya terheran-heran. Biasanya Bri menaruh sambal sedikit saja. Ini pasti ada apa-apanya nih.
"Bri, tumben makan sambal sebanyak itu?" tanya Mita heran. Ia mengekori Bri dari belakang yang sedang mencari tempat duduk.
"Kepala pusing," kilah Bri alasan. Dia tidak ingin Mita mengetahui apa yang terjadi di toilet pagi tadi.
Jantungnya berdegup tak karuan. Rheino sialan, beraninya dia mengecup bibirnya. Bri ingin mengenyahkan perasaan terhadap Rheino.
"Kamu pusing mendengar ocehan Pak Ahmed, ya?"
Bri melirik Dhea duduk di hadapannya membawa sepiring nasi goreng seafood. Menghela napas dia mengangguk. Ya terpaksa berbohong.
"Biologi memang bikin sakit kepala," Dhea menyuap satu sendok nasi goreng. "Dia ngejelasin apa sih? ga ngerti deh."
"Sama, dong," keluh Mitha sambil menghirup kuah soto ayam dicampur nasi. Dia melirik Bri telah menandaskan semangkuk bakso. Mitha tersenyum geli melihat Bri kepedesan.
"Air! Mana air!?"
"Mukamu lucu, deh," Dhea tertawa terpingkal-pingkal. Makanya siapa suruh naro sambel sebanyak itu?"
"Nih."
Bri, Mitha, dan Dhea mendongak ke samping. Sosok jangkung itu berdiri di meja mereka.
"Rheino ...." desis Mitha dan Dhea bersamaan. Mata mereka memancarkan kekaguman terhadap pemuda di hadapannya. Tubuh atletis, jago main basket, diidolakan kaum hawa. Sempurna.
Sayangnya, Bri menatap jijik. "Kenapa kamu ke sini?"
"Mulutmu seperti ikan koki."
Mulut Bri menganga menatap punggung tegap Rheino. Cih, apa-apaan sih? Sok kecakepan di depan teman-temanku.
"By the way, kalian kan udah jadi kakak adik. Selamat ya," gurau Mitha terkekeh. Dia langsung diam, Bri mendelik.
"Ya terserah deh. Yuk ke kelas. Eh, kalau nanti dia nyariin, bilangin ke rumahmu ya, Dhe," pinta Bri memelas. Dia malas bertemu Rheino. Dia ingin membenahi hatinya yang porak poranda.
Dhea mengangguk. "Baiklah."
"Ah, paling Bri kabur lagi."
Bri merengut mendengar Mitha menyindirnya lagi. Memang sih kedua temannya ini sudah tahu sekarang Bri dan Rheino jadi kakak adik. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
***
I love you, Bri. Forever.
Benarkah Rheino mencintaiku? Bri semakin takut. Kalau iya, apakah ini hubungan terlarang? Backstreet saja gitu? Bri semakin pusing. Mata Bri manatap papan tulis, pikirannya kemana-mana. Untunglah pelajaran siang ini enggak terlalu mumet.
Bel berbunyi. Bri buru-buru memasukkan buku pelajaran ke dalam tas. Mitha yang duduk di belakangnya menatap heran.
"Bri, kalem atuh. Kita kan pulang sama-sama."
Dhea mengangguk. "Kan kamu mau kerumahku."
"Enggak jadi. Aku mau ke toko buku." Bri melesat keluar kelas. Dia menerobos siswa-siswa berjalan di koridor sekolah.
"Hei, kalo jalan liat-liat dong!"
"Ih, sakit tahu!"
"Mata lo taro dimana sih?"
"Woy! Sialan lo!"
"Maaf, maaf! Permisi." Bri berlari kencang menuju gerbang sekolah. Dia tidak peduli teman-teman kelas sebelah mengumpat dirinya. Bodo amat. Pokoknya dia harus menghindar dari cowok itu.
Bri mencegat angkutan kota. Ketika masuk keningnya terantuk. "Aduh!"
"Hati-hati atuh, Neng."
"Cepetan, Pak Sopir, cepetan!"
Sementara itu Rheino masih piket di dalam kelas. Setelah selesai dengan langkah mantap dia keluar menuju kelas Bri sambil bersiul. Dia mendapati kelas Bri sudah kosong. Lalu dia berjalan menuju gerbang depan sekolah. Dia melihat kiri kanan, tidak mendapati sosok gadis yang dia sayangi.
Kemana dia?
Rheino berlari ke parkiran motor. Sial, motor Beat enggak nyala. Cih! Rheino terus menyalakan tombol starter. Masih enggak nyala juga. Terpaksa di engkol.
"Woy, Rhei, ganti tuh motornya. Udah tua!"
"Woy, enak aja. Ini Beat kesayangan, tahu!"
"Beli Nmax dong!"
Rheino mencibir. Dia sudah maklum teman-temannya yang usil. Rheino juga maklum mereka cuma bercanda doang.
"Hutang-hutang lo ke gua bayar, dong! Dah berapa bulan nunggak, bunga jalan terus loh," sindir Rheino tersenyum penuh kemenangan melihat teman-temannya langsung kicep. Rheino terus mengengkol dan horee akhirnya nyala juga. Dia segera tancap gas mencari Bri.
****
Bri turun dari angkot dan membayar uang angkot ke sopir. Tak lupa dia mengucapkan terima kasih. Langkah kaki Bri memasuki gedung bertingkat.
Sementara itu Rheino memasukkan motornya ke dalam garasi. Dilihat mobil ayahnya masih ada di luar. Kok ayah cepat pulang? Oh iya ada mama Lisha di rumah. Wanita berparas ayu itu sangat baik padanya. Bahkan dia memasak kesukaan Rheino. Tentu saja Rheino senang. Rheino bahagia ayahnya kembali bersemangat mengelola minimarketnya. Pikirannya pun teralihkan oleh gadis manis yang dulu pacarnya sekarang menjadi adiknya.
Lamunan buyar, dia sudah disambut oleh Mama Lisha. "Nak Rheino sudah pulang rupanya. Mama sudah masakin spaghetti."
Mata Rheino berbinar. "Wah, cihuy. Oya, Ma, Bri sudah pulang?" tanya Rheino karena dia tidak mendapati kekasih eh adiknya di dalam rumah.
Mama Lisha menggeleng. "Belum, tuh. Kirain Mama kalian pulang sama-sama."
"Ditelpon enggak diangkat."
Mama Lisha tersenyum, menepuk pundak Rheino. "Tunggu saja, dia pasti pulang sebentar lagi," hibur Mama Lisha.
"Lekas mandi. Nanti sphagettinya keburu dingin."
"Ya, Ma, angguk Rheino patuh.
Bri berjalan mengendap-endap masuk ke dalam rumah dan terus berjalan perlahan menuju kamarnya. Kantong berisi beberapa buku dia dekap di dada. Oke, aman.
"Dari mana saja kamu, Bri?"
******************************
Jangan lupa kasih bintang lima ya, dukung terus kisah ini. Makasih.

Book Comment (140)

  • avatar
    Bang Engky

    ok...

    1d

      0
  • avatar
    DyaksaDana

    bagus kerenn aku sukaa bangettt

    18d

      0
  • avatar
    MalawanSalim

    nofel nya seru

    22d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters