logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4 Pergi

Bukan Diko jika tak memprioritaskan dirinya yang ingin bertemu Abel harus segera terwujud. Keinginan itu seperti alarm yang terus berbunyi untuk memberi peringatan kepadanya.
Pesawat itu pun mendarat sempurna. Diko melangkah gagah tegap dengan tangan kiri menyeret koper, sedangkan tangan kanan memegang paspor dan dokumen lainnya. Diko memindai sekitar, ia sudah memesan jasa supir juga mobil untuk mengantar dirinya ke tempat tinggal Abel.
Stempel tanda izin masuk ke negara itu sudah di dapat, senyumnya semakin lebar, manakala ia melihat pria yang memegang papan nama dirinya di depan dada. Keduanya berjabat tangan, Diko masuk ke dalam mobil sedan mewah itu, tak lama mobil melaju ke daerah Sunset Beach, Abel tinggal di apartemen di sana.
Selang beberapa waktu, ia tiba di sana, berjalan dengan kepercayaan diri penuh, masuk ke lobi apartemen menuju ke meja resepsionis.
(Percakapan sesungguhnya dengan bahasa inggris).
"Selamat siang, Pak, ada yang bisa kami bantu?" tanya wanita bermata biru itu.
"Ya. Saya ingin bertemu seseorang yang tinggal di unit E504. Abel Medina." Diko terus tersenyum.
"Maaf... siapa namanya?" tanya petugas itu lagi sambil terus mengetik nama Abel. Diko menjelaskan lagi.
"Maaf, Pak, penghuni apartemen itu bukan atas nama Abel Medina, tetapi, Jacob Ashley, baru satu minggu."
Diko mematung, ia kembali berbicara jika tak mungkin salah alamat. Hingga seorang pria datang, mencoba membantu.
"Mencari siapa?" tanyanya.
"Abel Medina." jawab Diko ketus. Petugas itu diam, lalu mengajak Diko duduk di sofa lobi.
"Ada apa ini?!" nada bicara Diko meninggi.
"Sebelumnya kami minta maaf, ke Pak Diko. Sesungguhnya ini bukan wewenang kami, namun, karena anda sudah datang, maka kami dengan berat hati, harus menyampaikan hal ini." Pria itu tampak menghela napas.
"Abel Medina sudah tidak menempati unit di sini sejak tiga minggu lalu. Abel, di bawa ke Indonesia untuk dimakamkan di sana. Abel sakit, dan ditemukan sudah tidak bernyawa di unitnya."
Diko diam, ia tak percaya dengan kata-kata pria itu. Bahkan emosinya seketika terpancing. Sekuriti mencoba melerai, hingga Diko dengan kedua mata yang memerah meminta bukti. Pria itu mengangguk. Ia mengambil berkas di laci meja resepsionis, memberikan ke tangan Diko. Ada foto Abel yang sudah tak bernyawa, Diko membekap mulutnya, ia hancur, kekasih hatinya pergi tanpa pamit, Diko terduduk, menangis karena terkejut dengan hal tersebut.
Ia membaca surat diagnosa dokter walau dalam bentuk salinan. Tertulis sakit auto imun dan jantung koroner. Diko tak pernah melihat Abel kesakitan atau mengeluh sakit. Semua tampak biasa. Lalu kedua matanya menatap nama wali yang diizinkan membawa jenazah Abel pulang, 'Hartono Kusuma' yang merupakan ayah kandung Diko.
Ia merogoh ponsel dari dalam sakunya. Mencari nama ayahnya di benda pipih itu untuk segera ia hubungi. Detik berganti, sambungan telepon tak dijawab. Ia lalu menghubungi ibunya, hal itu pun sama, hingga ia menghubungi Riska - kakak perempuannya.
"Diko ..." suara di seberang sana menyahut.
"Apa hubungan Papa dan Abel, Kak! Kenapa gue nggak tau kalau Abel sakit dan Papa yang bawa jenazah dia pulang dari Vancouver! Kenapa gue nggak tau!" Diko berteriak, ia marah, sangat... sangat... marah.
***
Tanah air.
Sarah menggeram, sakit di rahimnya begitu hebat. Tangannya meraih ponsel di atas nakas, ia menghubungi Tyo, sesuai dengan arahan dokter itu.
"Dokter..., perut saya ..." hanya itu yang bisa diucapkan, karena setelahnya, sakit itu menerjang hebat hingga ia terisak.
"Saya jemput ke sana, Sar, sebentar ya." Lalu telepon di tutup. Sarah mencoba beranjak, ia harus mensugesti diri jika tubuhnya tak akan lemah walau Diko sudah menyakitinya. Ia meraih tas-nya, memasukan ponsel dan beberapa barang lainnya. Ia meringis, perlahan berjalan ke arah pintu, debaran jantungnya berdetak hebat karena rasa sakit itu. Padahal, di dalam hatinya justru ia merasa lebih sakit karena membunuh darah dagingnya sendiri tanpa mau Diko peduli, karena ini keinginannya.
Satu persatu anak tangga ia turuni, berpegang pada pagar pembatas, Sarah meniti titian itu. Arah tujuannya dapur, tangannya gemetar karena menahan sakit, ia membuka pintu kulkas perlahan, meraih air botol mineral kemudian ia tenggak hingga kandas. Napasnya terengah-engah, ia menunduk, menangis karena merasakan ada sesuatu yang keluar di bawah sana. Sebenarnya, hal itu sudah terjadi sejak dua hari lalu, tapi hanya titik titik darah, dan tak mulas.
"Maafkan Ibu, nak, maaf..." lirih Sarah sembari membungkuk pada meja dapur yang mirip meja bar. Ia terisak seorang diri, tak pernah terpikirkan akan berada diposisi itu untuk menggugurkan kandungannya. Bayangan masa kecil jika ia akan bahagia saat menikah, menguap dan justru mimpi buruk yang ia dapatnya.
Di saat Sarah bergelung dengan rasa sakitnya, pintu rumah terbuka, kepala Sarah mendongak, melihat seseorang yang datang. Bukan, bukan seseorang, ternyata dua orang, Tyo dan Juan. Sarah mengernyit, jelas kedua pria itu tampak panik berjalan ke arahnya yang sudah lemas dan pucat.
"Sarah..." Juan meraih tubuh Sarah yang hilang keseimbangan. Tyo memanggil perawat, satu mobil ambulance dan satu mobil sedan mewah terparkir di sana. Entah apa yang terjadi kemudian, Sarah tak tahu, karena ia pingsan di pelukan Juan. Pria yang mungkin saja ayah dari anak yang dikandung.
***
Diko sedang mabuk di salah satu Bar terkenal di kota itu. Riska, meminta kenalannya di Vancouver untuk membantu Diko, membawa ke hotel hingga Riska dan Russel datang mejemput, dan tidak membiarkan Diko pergi seorang diri keluar hotel. Diko seperti di kurung oleh kedua kakaknya. Seolah akan menjelaskan sesuatu sehingga adik bungsunya tak boleh menghilang dari pengawasan kedua kakaknya, kala itu.
Air mata Diko luruh, bahunya bergetar naik turun, dengan tangan memegang gelas berisi wiski mahal. Ia sudah menghabiskan satu botol. Hidupnya hancur, Abel-nya pergi, Abel-nya meninggal tanpa menjelaskan apa pun. Diko semakin tergugu, suara tangisnya tertimbun suara bising orang-orang yang ramai berbicara.
"Tuan Diko, kita harus segera ke hotel." Ajak dua pria bule tinggi besar. Diko tak menjawab 'Iya' atau 'tidak', ia pasrah saat tubuhnya di bawa berjalan perlahan oleh dua pria tadi.
Di hotel, Diko tidur, ia seperti orang mati sudah seharian penuh ia tidur. Salah satu pria bule itu mencoba membangunkan, namun Diko justru marah dan mengusir pria itu keluar dari kamar. Hingga malam menjelang, keadaan Diko semakin lemah dan terpuruk. Suara Riska dan Russel terdengar, pintu kamar hotel terbuka, Russel menatap heran ke adiknya. Ia membangunkan paksa Diko yang justru mengamuk, sementara Riska meminta dokter dan perawat yang ia panggil ke hotel menunggu di ruang tamu kamar president suite itu.
Russel melepas jaket yang ia kenakan, menarik Diko ke kamar mandi, menyiram pria itu dengan air shower dingin. Diko diam, tak berontak sekali pun. Riska melepaskan pakaian adiknya, menyisakan dalaman saja.
"Diko bangun! Jangan bersikap tolol!" Bentak Riska. Wanita sosialita itu begitu benci berada di posisi sebagai kakak tertua karena bagaimana pun, tak mungkin kedua orang tuanya yang mengurus Diko di saat seperti ini.
"Gue mau mati!" Teriak Diko. Russel menyalakan shower, membasahi tubuh Diko lagi hingga adiknya bisa mengumpulkan kesadarannya.
"Elo. Adek paling bego yang gue punya. Abel udah nggak ada! Buat apa lo begini! Lo mau kekayaan lo nggak dirampas Papa dengan terus bersikap kayak gini! Bangun! Kita bakal kasih tau apa yang sebenarnya terjadi sama Abel." Perintah Riska, Diko hanya menatap lekat kedua mata kakaknya, Riska melempar handuk secara kasar ke Diko. Russel pun sama, ia meletakkan begitu saja shower itu ke atas lantai kamar mandi.
"Gue rasa lo udah lakuin hal tertolol yang gue sendiri nggak akan tega lakuin. Dan, Papa udah dengar hal itu, Sarah hamil dan lo minta dia gugurin, kan? Bravo... adek! You so dumb! Bodoh!" Kedua mata Russel menatap kecewa dengan adiknya itu. Ia memang bajingan, tapi tak akan sanggup membunuh darah dagingnya hanya karena tidak mencintai wanita yang mengandung anaknya.

Book Comment (217)

  • avatar
    ikaaa Manehh

    jalan cerita yang cukup sempurna ❤️

    5d

      0
  • avatar
    RiduanRiduan

    mntap

    12d

      0
  • avatar
    FikliMuhammad Fikli

    novela bagu boleh top AP gem tapi mahal tapi biar begitu gratis

    18d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters