logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 emas sepuluh gram

Aku mematut diri di depan kaca selesai berdandan.Bros kecil berbentuk siger yang terbuat dari titanium, ku sematkan rapih dijilbab. Wajahku masih terlihat muda, bahkan kalau aku jalan bareng Aziza masih dikira kami seumuran,karena memang badanku yang mungil ini.
Ku tunggu Mas Fery yang sedang berganti pakaian karena hari ini aku sudah masuk ngajar setelah libur empat hari kemarin. Sebenernya aku masih ingin dirumah, perasaanku sedang tak karuan karena masalah ini.Tapi, nggak enak sama temen-temen kalau harus libur lagi.
Biasanya, aku berangkat kerja memang boncengan dengan suamiku, karena sekolah tempat mengajar tak terlalu jauh dengan tempat kerja Mas Fery. Kecuali kalau Mas Fery ada keperluan untuk keluar, aku mengendarai motor sendiri.
Setelah siap, kami berdua sarapan. Aku punya penyakit lambung, kalau tidak sarapan maka akan kambuh.
"Pokoknya nanti jangan lupa, sepulang Hanum ngajar, anter ke toko Emas"ucapku di sela-sela sarapan kami berdua.
Kulirik Mas Fery yang tampak kebingungan karena permintaanku.
"Harus sepuluh gram ya,Num? lagian kenapa tiba-tiba minta perhiasan?kamu Mas belikan cincin juga nggak dipakai?"tanya Mas Feri.
"Buat tabungan lah"jawabku lagi.
"Nggak harus sekarang kan,Num kalau sekadar untuk tabungan.Nanti aja ya kalau Mas sudah gajian,sekarang uang mas belum cukup"sahut Mas Fery lagi.
"Nggak. pokoknya harus sekarang. Kalau nunggu Mas gajian bulan depan kelamaan.Sekarang harga emas lagi turun, bulan depan takut naik lagi. Lagian kan ini masih tanggal muda,sebelum libur kemarin Mas gajian"ucapku panjang lebar.
"Mas, sudah ganti tahun nih, gaji Mas nggak naik Tah?"tanyaku memancing.Aku pura-pura saja menanyakan, hanya sekedar ingin tahu jawaban Mas Fery.
"Belum,Num. Mungkin mulai bulan depan"jawab Mas Fery.
Dasar penipu ulung.Kamu kira aku nggak tau Mas kalau gaji mu naik?
Mas Fery menyembunyikan gugupnya dengan meminum segelas air,takut mungkin kalau sampai aku menanyakan slip gajinya.
Akhir tahun kemarin, Mas Fery dapat bonus dari kantornya, dia memberikan padaku sebesar satu juta rupiah, sisanya tak ku tanyakan karena aku tau pasti akan di berikan pada keluarganya saat pulang kampung, aku juga tak melarang Mas Fery mau memberikan berapapun pada keluarganya asalkan kebutuhanku terpenuhi. Tapi kali ini, ada yang lain yang di beri jatah. Sakit rasanya, tapi aku harus tahan sabar agar aku bisa mendapatkan bukti kuat.
Sarapan selesai, Mas Fery mengantarku ke sekolah.
Sekolah masih sepi, baru ada satu dua murid yang datang, dan Aziza yang memang dapat jadwal piket hari ini datang lebih dulu dariku.
Kalau habis libur gini, anak-anak kadang ada yang malas untuk memulai sekolah hari pertama.
Walau hatiku sedang tak karuan, aku harus tetap semangat mengajar. Aku sembunyikan masalah yang sedang menimpaku pada rekan mengajar,terkecuali Aziza.
"Za, coba tanyakan Kakakmu, harga emas sekarang berapa se gram nya?"ucapku pada Aziza.karena Kakaknya punya toko Mas di pasar kecamatan.
"Kenapa bund? mau beli?"tanya Aziza sambil mengetik pesan,menanyakan pada kakaknya.
"Iya, aku semalam minta sama Mas Fery.Karena aku kesel banget sama dia, naik gaji tapi nggak kabar-kabar. Biarin aja aku porotin sampai dia miskin"ucapku kesal.
"Sabar-sabar, bund. pagi-pagi jangan emosi"kata Aziza sambil mengelus punggungku.
"Bund, se gram nya sekarang 980.000 yang perhiasan"ucap Aziza memberi tahu.
"Oh ya,makasih ya"jawabku.
Setidaknya Mas Fery harus mengeluarkan uang sepuluh juta kurang sekian untuk membelikan aku Emas. Biar saja, gaji yang sudah naik dari beberapa bulan lalu, harusnya cukup kok untuk membeli perhiasan seberat tadi.
Semakin siang semakin banyak anak-anak yang datang. Aziza menyambut anak-anak di depan gerbang dengan Bunda Jesi. Aku mengawasi anak-anak yang bermain di area permainan di samping kelas,karena kalau tidak di awasi takut ada yang jatuh.
***
Seperti pintaku tadi pagi, Mas Feri menjemput setelah anak-anak pulang semua. Pelajaran untuk satu Minggu kedepan sudah kami siapkan, kelas juga sudah aku dan Aziza bersihkan.
"Semuanya,duluan ya"pamitku pada guru-guru yang sebagian masih menunggu jemputan nya.
"Ya,Bund"jawab mereka serempak.
"Jadi,Num beli emasnya?"tanya Mas Fery ketika motor sudah melaju perlahan meninggalkan area sekolahan.
"Jadi lah, ke toko kakaknya Aziza saja, aku tadi sudah tanya harga disana. Kata Aziza harganya lagi turun.Bener kan apa kataku"ucapku. Dalam hati aku bersorak.
Mas Fery membawaku ke toko Emas, aku memilih kalung model rantai. Modelnya sih kurang bagus,aku juga kurang sreg, tapi yang berat sepuluh gram hanya tinggal satu pilihan itu, yang lainya lebih dan kurang. Tak masalah bagiku, toh tak akan aku pakai juga, karena aku memang kurang suka pakai-pakai perhiasan.Ini kan aku tabung, untuk menyelamatkan uang.
Bang Don memasukan kalung perhiasan itu pada tempatnya dan menulis suratnya. Lalu membungkusnya dengan paper bag bertuliskan nama toko nya.
Aku menerimanya dengan hati puas dan bahagia.
"Kalau di jual lagi, potongannya kena berapa pergramnya,Bang?"tanyaku pada Bang Don, kakaknya Aziza pemilik toko emas ini.
"Kalau yang kadar 24 karat ini, segramnya kena potongan tiga puluh lima ribu,Num"jawab Bang Don menjelaskan.
Kulihat Mas Fery diam saja di sampingku. Wajahnya murung,kubiarkan sajalah biar tau rasa.
"Oh, lumayan juga ya,Bang"kataku sambil mengangguk. kalau di kalikan sepuluh, berarti potongannya kena tigaratus limapuluh. Wah lumayan banyak juga ya potongan nya.
"Iya ,Num.Tapi kalau kamu jualnya lima tahun atau sepuluh tahun ke depan kan, harganya juga naik. Potongan itu juga dilihat dari susutnya juga sih"ucap Bang Don menjelaskan.
"Oh gitu, yaudah kalau gitu makasih ya Bang"ucapku pamit karena transaksi sudah selesai.
Aku masukan paperbag kecil ini ke dalam tas sebelum aku keluar dari toko emas kakaknya Aziza,ngeri takut ada orang yang mengintai.
Mas Fery mengantarku pulang, sepanjang jalan pulang Mas Fery diam saja,sedangkan aku tertawa-tawa dalam hati. Sorry ya,Mas. Aku nggak mau sakit hati begitu saja, sebelum kamu pergi dari hidupku, ku manfaatkan dulu hartamu dan uang yang gak banyak itu.
Aduh,membayangkan aku pisah sama Mas Fery kok sedih dan sakit banget ya rasanya. Susah payah dulu meyakinkan keluarga Mas Fery bahwa aku ini perempuan pilihannya, sekarang malah harus ku lepas begitu saja.
Pokoknya aku harus cari tau kebenaran semua ini.
"Num,turun kok diem aja"Mas Fery menggoyang tubuhku dari depan karena sudah sampai dirumah dan aku tetap duduk diatas motor.
"Eh, udah sampe"jawabku kaget karena tubuhku diguncang sedikit.
"Ngelamun sih,yaudah Mas balik lagi ya''
Mas Fery memutar motornya dan kembali ke tempat kerja.
Aku menimang perhiasan yang baru saja ku beli tadi. Ku simpan dalam laci lemari ku, sudah ada beberapa perhiasan tabungan ku disana, juga ada emas kawin,mahar saat aku menikah empat tahun lalu.
Mahar seberat lima gram,berbentuk cincin bertuliskan namaku, memang jarang aku pakai. Awal-awal menikah saja aku pakai,saat aku mencuci baju, tanganku licin karena sabun dan cincinya lepas,untung saja ketemu lagi, sejak saat itu cincin ini kusimpan rapi. Takut ilang lagi.
Aku mengunci pintu dan berjalan ke samping rumah menuju rumah Manda,keponakanku yang selalu membuat aku rindu.
Ku ambil bayi yang masih berumur tujuh bulan dan aku bawa kerumah untuk menemani sepiku. Hari-hariku memang begini, hanya ditemani keponakan-keponakan yang banyak karena aku sendiri belum punya anak.
Manda akan aku antar pulang saat Zuhur karena biasanya jam segitu dia akan tidur siang.
***
Entah dimana lah Mas Fery menyimpan ponsel satunya. Ku obrak-abrik kamar sebelah, nggak ketemu juga. Aku mau tau chat apalagi yang dikirim wanita itu. Kurang ajar memang, Mas Fery lagi kasih-kasih baju ke perempuan PELAKOR itu. Hih geram aku kalau ingat.
Mas Fery ngabarin kalau nanti malam mau ngajak makan diluar,sekalian dia mau ketemu sama teman lama nya yang dulu kuliah bareng. Teman lama nya itu tinggal di kabupaten lain, kebetulan saja ada saudaranya di daerah sini, dan teman Mas Fery lagi berkunjung. Aku di ajak untuk bertemu dengan nya.
Selesai sholat isya,aku siap-siap untuk pergi makan malam diluar. Mas Fery juga sudah siap. Hem,wangi sekali suamiku ini. Ganteng, rapih pantes aja ada yang kesemsem. Ish, Mas kenapa sih semua harus kaya gini?
"Mas,gerimis"ucapku saat keluar rumah, kudapati hujan rintik mulai turun. Awal tahun begini memang sedang musim penghujan, tapi kalau sekalinya panas, terasa seperti AC langit sedang bocor.
"Walah iya, yaudah pakai jas hujan aja,Num"kata Mas Fery sambil beranjak mengambil jas hujan yang digantung dekat pintu samping.
"Enak aja,aku udah cantik gini suruh pakai jas hujan.Jangan kayak orang susah kenapa Mas, kan ada mobil.Naik mobil ajalah.Nggak mau aku kalau naik motor,iya kalau nanti hujan nya reda, kalau deres gimana?bisa-bisa basah kuyup nanti sampai sana"ocehku panjang lebarAku ngambek. Ya kali udah cantik gini mau naik motor ujan-ujanan.
"Jilbabku juga nanti rusak kena helm"lanjutku lagi.
Itu memang bukan mobil pribadi kami,itu mobil dari kantor Mas Fery yang digunakan untuk mobilitas kesana kemari sebagai pimpinan.
"Naik mobil?"tanya Mas Fery.
"Yaiyalah, orang mobil ada kok.Kalau mau naik motor,Mas sendiri aja sana yang pergi, aku sih mending tidur ujan-ujan gini,enak"ucapku masih ngambek.
"Yaudah,ngga usah ngambek.Kita naik mobil"
Setelah berkata begitu .Mas Fery tak jadi mengeluarkan motor. Mas Fery memasukan lagi motor ke ruang samping, dan mengunci semua pintu.
Rumah ku ini, nggak ada gerbangnya. Maklum namanya juga tinggal di desa,jadi hanya ada garasi mobil alakadar, dan untuk motor tetap harus di simpan di dalam rumah.
"Tuh kan bener,ujanya deres. Masa udah cantik gini suruh ujan-ujanan"ucapku pada Mas Fery yang sedang nyetir disamping.Hujan mulai deras.
Mas Fery mengelus pipiku yang aku poles tipis blus on warna bronze.

Book Comment (48)

  • avatar
    PertamaHeldi

    jelekk

    11/08

      0
  • avatar
    dari07Wulan

    Kren bnget kak

    23/07

      0
  • avatar
    alfiandandy

    bagus

    14/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters