logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

BAB 3 PEDIH ~ KETIKA HARUS MENYAMPAIKAN SELAMAT BAGI CALON BAPAK.

Sejak menikah tentu saja Amie pindah ke rumah milik suaminya. Sebuah rumah kecil minimalis yang Angga beli dari uang hasil kerjanya. Untuk kuliah Amie tetap naik sepeda motornya. Dia tak ingin menjadi ketergantungan antar jemput dengan suaminya karena jadwal yang berbeda. Dan lagi sebagai mahasiswi, Amie butuh cepat bergerak. Bila dia ikut mobil Angga, tentu tidak bisa bebas bergerak.
Seperti biasa siang menjelang sore sepulang dari kampus Amie membeli sayuran untuk dia masak. Saat baru masuk ke rumah Amie merasa sedikit pusing dan lemas. Dia mengambil minum lalu duduk di sofa. Namun pandangannya berubah gelap dan dia terjatuh di sofa dengan air minum membasahi bajunya karena air di gelas yang dia genggam tumpah.
Angga tersenyum ketika melihat motor istrinya sudah ada di teras rumahnya. Dia segera masuk ke dalam. “Assalamu’alaykum,” Angga memberi salam lirih. Biasanya istrinya bila mendengar mobilnya datang akan segera menghampiri. Karena hari ini Amie tidak menghampiri, Angga berpikir istrinya sedang salat. Namun betapa terkejutnya saat melihat istrinya pingsan di sofa dekat ruang makannya. “Astagfirullaaah, Dek … Dek ….” Angga menepuk-nepuk lembut pipi istrinya. Tak ada reaksi. Angga mencoba mengangkat istrinya dan memindahkan ke kamar mereka. Dia melihat baju Amie basah maka segera dia gantikan agar Amie tidak tambah kedinginan. Sebelum dia gantikan baju, dada dan perut Amie di olesi minyak kayu putih agar hangat. Selanjutnya Angga mencoba mendekatkan lubang botol minyak kayu putih ke hidung Amie agar istrinya segera sadar. Angga bukan CEO seperti cerita di novel-novel yang punya dokter pribadi. Dia hanya dosen muda yang tentunya penghasilannya tidak kurang namun belum berlebih. Tentu dia harus membawa Amie ke dokter praktik atau rumah sakit bila ingin istrinya diperiksa tenaga medis. Tak berapa lama Amie mulai mengerjapkan matanya.
“Alhamdulillah kamu sadar,” Angga menciumi wajah istrinya. “Kamu kenapa Yank?”
“Aku pusing Mas. Tadi pas sudah sampai rumah baru terasa, sebelumnya engga-papa koq.” Amie takut jika dia dilarang berkegiatan karena sakit. Mulai besok kampus memang libur semester. Namun kalau harus selalu di rumah tanpa berkegiatan tentu akan bete.
“Kamu telat makan?” selidik Angga. Yang di jawab dengan gelengan oleh istri imoetnya itu. “Mas bikinkan teh hangat dulu ya, habis itu kita periksa ke dokter mumpung masih sore. Jadi pasiennya belum banyak.”
Amie tak bisa membantah bila suaminya memutuskan sesuatu berkaitan dengan dirinya. Dia hanya diam dan meminum teh jahe hangat yang dibuatkan oleh Angga. Sesudah itu mereka pergi ke dokter umum dalam perumahan itu yang praktek pukul 16.00 - 18.00 setiap hari kerja. Namun ternyata sang dokter libur. Dia non muslim dan hari ini tanggal 24 Desember 2013. Sang dokter akan pergi beribadah dan sudah tertempel pengumuman bahwa dia libur praktek. Angga beralih ke klinik dekat perumahan. Di sana ada dokter umum, dokter anak, dokter kandungan, dokter gigi dan dokter penyakit dalam. Angga memutuskan mendaftarkan Amie ke dokter umum dulu.
“Ibu Rahmi,” panggil seorang perawat. “Timbang dan ukur tensi dulu ya Bu.” sehabis ditimbang dan ukur tensi, suster meminta Amie duduk kembali menunggu giliran diperiksa oleh dokter.
Cukup lama Amie menunggu giliran. Dia makin lelah dan mengantuk. “Ibu ingat kapan terakhir menstruasi?” tanya dokter saat meraba denyut nadi Amie.
“Lupa tanggalnya Dok, tapi biasanya saya menstruasi setiap minggu pertama atau awal bulan,” jawab Amie. Dia tidak sadar sekarang tanggal 24 Desember. Sudah akhir bulan. Dan dia belum mendapat tamu bulanan.
“Ok, saya rujuk untuk langsung ke dokter kandungan saja ya Bu. Kalau perkiraan saya tidak salah, Ibu sedang hamil. Karena denyut nadi Ibu menandakan kehamilan.” Dokter memberikan memo untuk pindah periksa ke dokter kandungan tanpa memberi resep. Amie dan Angga hanya terpaku tak percaya. Ini sudah lebih lima bulan sejak pernikahan mereka tanggal tujuh bulan tujuh. Tentu mereka senang. “Terima kasih banyak Dokter,” Amie dan Angga segera menuju ruang praktik dokter kandungan. Sayang perawatnya bilang pasien hari ini sudah penuh dan mereka diminta untuk mendaftar besok.
“Besok tanggal merah. Apa dokter tetap praktik?” tanya Angga memastikan. Dia tak ingin Amie terlalu lelah. Sudah datang ke klinik lalu tak ada dokter praktik.
“Besok jadwal dokter Rahayu. Beliau tidak libur.” Jawab petugas di klinik dengan ramah. “Sebaiknya Bapak langsung daftar hari ini saja, jadi Bapak dapat nomor awal untuk pemeriksaan besok sore.” Sang petugas memberi saran bagi Angga. Tentu Angga senang atas saran itu dan segera mendaftarkan Amie. Petugas juga mengatakan akan di hubungi bila Dokter ada halangan atau berubah jadwal.
“Mas, tadi aku belum masak. Kita makan di luar aja ya malam ini,” Amie mengingatkan Angga, dia lelah bila malam ini harus masak dahulu untuk makan malam mereka. Karena biasanya dia masak masih sore dan sebelum maghrib dia sudah selesai masak.
“Kamu mau makan apa dan di mana?” tanya Angga. Dia sudah mulai antisipasi bila Amie ngidam.
“Aku pengen sate buntel di dekat alun-alun,” pinta Amie. Mendengar itu Angga langsung melajukan mobilnya ke arah alun-alun. Dia berharap sate yang istrinya inginkan masih ada. Karena sate itu sejak buka sore pukul 15.00 sudah rame di beli orang.
***
“Sate buntel e tesih wonten Mbah?” Angga bertanya sate buntelnya masih ada tidak Mbah?. Dia melihat masih ada sate biasa namun yang buntel tidak dia lihat di tumpukan itu.
“Tesih, ngersakaken pinten?” tanya simbah. Dia menjawab sate buntelnya masih ada dan Angga mau pesan berapa? Simbah mengeluarkan sate buntel dari termos tempat dia menyimpan sate.
Angga menghampiri Amie di mobil dan mengajaknya turun. Tadi dia memastikan dahulu. Dia tak ingin Amie terlanjur turun lalu kecewa bila sate yang diinginkannya tidak ada. Mereka makan berdua dengan penuh rasa bahagia. Dan sejak keluar dari ruang praktik dokter tadi, sikap Angga mulai berubah/ dia menjadi lebih cerewet dan banyak larangannya. “Jangan terlalu pedas Yank, enggak baik untuk perutmu.” Demikian sekarang larangan yang dia berikan pada Amie.
Sehabis makan, Angga mampir ke swalayan. Dia langsung menuju rak display su5u ibu hamil. “Kamu mau rasa apa Yank?” Amie yang tidak mengeri hanya terpaku. “Ini, su5u ibu hamil, kamu mau rasa apa?” Angga memperjelas maksud pertanyaannya tadi.
“Cokelat dan Strawberry aja Mas. Biar enggak bosen.” Jawab Amie sambil mengambil rasa yang dia mau. Amie juga banyak memasukkan aneka cemilan di troley. Tentu tak ada penolakan dari suaminya. Saat belum hamil saja aneka cemilan yang Amie mau pasti dia belikan. Karena tahu Amie selalu ngemil saat belajar. Apalagi saat ini, saat istrinya sedang hamil. Namun kali ini Angga banyak memasukkan cemilan yang berbahan dasar keju dan su5u. Dia juga banyak membeli buah.
***
Seharian ini Amie bosan. Sejak bangun tidur, geraknya di batasi oleh Angga. Tidak boleh merapikan rumah, bahkan merapikan kamar saja dia tidak boleh. Mencuci baju walau dengan mesin cuci, tidak boleh. Dia hanya boleh masak dan selebihnya semua di lakukan Angga. Biasanya memang cuci piring dan membersihkan rumah ditangani Angga. Namun merapikan kamar dan mencuci adalah tugas Amie. Akhirnya Amie lebih banyak ngemil dan menonton televisi saja.
Sore pun tiba. Angga sudah tak sabar menanti kepastian dari dokter kandungan, ternyata mereka nomor urut dua, karena sebelumnya sudah ada satu pasangan yang mendaftar. Angga mengingat, untuk pemeriksaan berikutnya dia akan mendaftar dua hari sebelumnya agar nanti Amie tak terlalu bosan menunggu giliran untuk diperiksa.
Amie merasakan gel dingin di usapkan oleh perawat ke perutnya. Lalu bu dokter yang ternya sudah cukup usia menempelkan alat di gel tersebut dan menggeser-geser alat tersebut. “Bapak, Ibu, benar prediksi dokter Aditya kemarin. Ini adalah calon bayi anda berdua. Usianya sudah 6 minggu ya. Panjang dan berat bayi sesuai umur cukup sehat. Hindari stress dan juga mengangkat beban berat. Karena usia kehamilan awal itu beresiko bila si Ibu stress.”
Amie dan Angga hanya diam tanpa bisa berkata-kata melihat calon bayi mereka ada di kantung perut Amie. Dokter meminta perawat nge-print hasil USG dan memberikan hasilnya pada Angga. Dengan tangan gemetar Angga menerima foto hasil USG calon bayinya. “Ada keluhan Bu? Muntah pagi hari? Sering lelah atau hal lain?” tanya dokter ramah.
“Tidak ada Dok, hanya bawaannya ngantuk terus, malah pernah saya tertidur saat sedang di kampus. Untung bukan jam kuliah,” keluh Amie.
“Itu normal Bu, karena pengaruh perubahan hormonal.” Dokter segera menuliskan resep dan Angga langsung menerimanya. Dia akan membuat Amie tak pernah telat minum vitamin agar Amie dan bayi mereka sehat.
“Mas, aku pengen rujak cingur seberang kampus,” celetuk Amie saat sedang menunggu resep di apotek.
“Ya, kita ke sana sehabis dapat obat, tapi jangan sedih bila sudah habis ya, kan biasanya habis maghrib tukangnya sudah tutup,” Angga berupaya mengingatkan Amie agar tak kecewa. Karena mereka tahu, kedai rujak cingur itu tutup pukul 17.00 atau maksimal maghrib. Amie hanya menjawab dengan anggukan. Dia pun tahu, kedai itu tak buka sampai malam.
Sesuai dugaan Angga, saat mereka sampai depan kampus, kedai rujak cingur sudah tutup. “Mau cari tempat lain?” tanya Angga. Dia tak ingin Amie kepikiran.
“Itu aja Mas, sebelahnya ada nasi uduk dan bebek bakar, aku mau itu boleh?” tanya Amie manja.
“Apa sih yang enggak boleh buatmu Yank? Kita turun di sini ya?” Angga segera mengarah ke seberang. “Ingat enggak banyak makan sambal ya.”
“Sepertinya baru aja mingkem, ‘Apa sih yang enggak boleh buatmu Yank’. Kok udah ngelarang buat makan sambel? Artinya enggak boleh ‘kan?” goda Amie. Angga hanya cengar cengir disindir istrinya.
Sambil menunggu pesanan mereka, Angga memotret hasil USG dan menjadikannya photo profil di BBM nya. Tentu saja tak lama kemudian banyak chat masuk di chat BBM nya, mengucapkan selamat.
***
Putut sedang di kamar rumahnya di Cangkringan, Jogja. Saat ini sedang libur akhir tahun di kantornya. Sampai tanggal 5 Januari dia baru masuk kerja. Saat sedang mendengarkan musik di ponselnya, dia melihat Angga mengganti photo profil BBM nya. Tadinya adalah foto Angga dan Amie saat resepsi. Sekarang dia melihat Angga menggunakan foto USG.
‘Selamat ya calon bapak!’ Demikian Putut mengirim chat di BBM Angga. Walau sedih karena Amie tak bisa diraih, tapi dia tetap merasa senang melihat Angga sahabatnya bahagia.
Lama tak ada jawaban, bahkan di baca pun belum. Maka Putut beralih ke media sosialnya. Bosan, itu yang dia rasakan. Lalu dia memilih tidur saja. Saat hendak tidur dia mendengar banyak notifikasi group BBM. Rupanya Angga yang sedang jadi topik. Banyak yang mengucapkan selamat atas kehamilan istrinya. Namun Angga belum juga membalas chat teman-teman di group.
Hampir tengah malam Angga membalas chat Putut, menyampaikan terima kasih. Dan di group BBM, Angga juga berterima kasih, dan mohon maaf terlambat membalas, karena baru saja pulang sehabis kontrol lalu istrinya ngajak makan di luar, dan mereka baru saja sampai rumah.
***
Untuk mengusir kebosanan selama di desa, Putut kembali keluar rumah. Dia mulai menengok tambak ikannya, mulai melihat kebun salaknya. Juga menengok kandang sapi perahnya. Selalu ada rindu makan nasi hangat dengan sambal terasi dan lalap dedaunan yang di hasilkan kebun sendiri dengan lauk ikan bakar dari tambaknya. Putut juga merindu saat panen salak madu selain salak pondoh. Seperti biasa Putut menyapa semua karyawan yang dia temui. Menanyakan khabar mereka, juga apa kesulitan mereka. Tiga tahun sesudah Merapi erupsi, banyak kebun yang harus di tanam ulang. Sehingga panen mereka juga berkurang. Kadang dalam hati kecilnya dia malas kembali kerja ke Bandung. Dia lebih suka di desa. Dia ingin memajukan desanya saja. Namun dia sadar, banyak calon mertua yang tidak akan menerima dengan tangan terbuka bila pekerjaan calon menantunya adalah petani. Banyak calon mertua yang menilai calon menantu dari prestise kerja di kantoran. Putut sadar hal itu banyak terjadi, termasuk pada anak pakliknya yang lebaran tahun lalu kena serangan jantung. Akibat anaknya di tolak oleh orang tua pacarnya, saat mengetahui kalau calon menantunya ‘hanya’ petani. Putut tak ingin orang tuanya mengalami nasib seperti pakliknya. Maka dia akan bertahan bekerja sampai dia menikah nanti. Sesudah itu dia akan kembali ke desa dan bekerja sendiri di desa.
***
Libur kuliah, tapi karena sudah tahu sedang hamil muda, maka Amie yang membatasi diri untuk keluar rumah. Selain itu dia memang menjadi super malas dan senang tidur. Saat ini malam tahun baru. Sejak pukul 19.30, Amie sudah bergelung dengan selimutnya. Tak peduli acara televisi menyambut tahun baru apalagi keluar keluyuran. Dia memilih untuk tidur sejak sehabis salat Isya. Angga tak marah apalagi keberatan. Dia malah menemani istrinya, dipeluknya sang istri dan ikut tertidur. Angga melihat istrinya sangat lelap, dikecupnya pipi dan kening Amie. “Mas sangat mencintaimu Yank, Mas tahu kamu belum sepenuhnya cinta pada Mas. Namun Mas enggak akan ninggalin kamu dan anak kita. Mas akan bersabar menunggumu mencintai Mas sepenuhnya.”
“Bangun dulu yok Yank, salat subuh dulu. Habis itu tidur lagi,” Angga berbisik di telinga Amie. Kamu sudah tidur satu tahun lho Yank,” goda Angga.
“Masih ngantuk Mas,” tolak Amie.
“Iya Mas tahu, tapi salat dulu. Habis itu baru tidur lagi ya?” bujuk Angga. Dengan malas Amie pun bangun.
***

Book Comment (170)

  • avatar
    Fadey Sungate

    the best novel i reading and will be attach for me

    31/07/2022

      0
  • avatar
    ImutzKeysa

    baguss

    7d

      0
  • avatar
    RamandaIkslah

    pppp

    19d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters