logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 7

Andre melirik anaknya, "Kenapa temanmu lihatin kita?"
"Mungkin karena aku ganteng kali, Pa," jawab Rendy asal. Sebuah tonyoran kecil di kepala sebelah kiri diterima.
"Selamat pagi. Bisa ketemu dengan Pak Pram, guru BK?" Sapa Pak Andre setelah sebelumnya mengetuk daun pintu. Terlihat seorang guru berkaca mata bangkit dan berjalan menyambut mereka.
"Pagi. Ya, saya sendiri. Bapak siapa dan ada keperluan apa?" Tanya Pak Pram ramah.
"Saya orangtua Rendy, maksud kedatangan saya kemari mau memenuhi panggilan dari sekolah perihal masalah anak saya.
"Oh, baik, Pak. Silahkan masuk, kebetulan orang tua Erwin juga sudah menunggu dari tadi." Pak Pram mempersilahkan masuk.
"Silahkan duduk, Pak."
"Terima kasih." Pak Andre mengambil tempat duduk di kursi panjang di sebelah jendela bersama Rendy. Sementara Erwin duduk bersebelahan dengan ayahnya di kursi sebelah etalase. Sesaat mata dua siswa itu saling menatap dan melempar isyarat kedipan mata. Entah apa maksudnya, hanya mereka saja yang tahu.
"Loh, nak Erwin. Kamu juga ada di sini?" Tanya Pak Andre begitu menyadari sosok yang duduk di sebelahnya.
"Ya, Om. Kami berdua melakukan pelanggaran yang sama."
"Assalamu'alaikum bapak-bapak. Terima kasih sudah datang ke sini. Langsung saja, mereka berdua tertangkap tangan mengintip salah seorang siswi di kamar mandi. Tetapi mereka mengelak tidak melakukannya, maka dari itu kami ingin memanggil bapak-bapak untuk dimintai keterangan."
"Tapi, Pa. Kami tidak mengintip, kami cuma membicarakan wanita muda yang kami temui di mall, itu saja. Kebetulan, ada siswa perempuan yang berada di kamar mandi sebelah. Dia mengira kami mengintipnya," jawab Rendy berbohong, ia tidak mau jika papanya mengetahui yang sebenarnya.
"Bener begitu, win?" Tanya Yadi, ayahnya Erwin.
"Kurang lebih seperti itu, yah." Jawabnya dengan menunduk. Sejak tadi pagi tidak ada yang bisa dilakukannya selain menunduk, ia tidak bertatap muka langsung dengan ayahnya. Erwin sebenarnya begitu sangat mendambakan memiliki ayah seperti guru berkaca mata itu. Ia ingin sekali berbicara dan berbagi cerita dengannya. Sudah sangat lama dua pria berbeda generasi bicara empat mata. Ayah erwin bekerja sebagai markunis kapal pesiar, membuat mereka berdua terpisah oleh jarak dan waktu. Menyebabkan kurangnya perhatian dan kasih sayang yang semestinya ia terima. Lebih-lebih setelah orang tua mereka bercerai, ia begitu membenci sang ayah hingga tidak ingin menatap wajahnya.
"Bapak-bapak mohon lebih diawasi lagi pergaulan anak anda. Sebenarnya mereka berdua adalah bintang kelas, sejak kelas X selalu mendapat rangking satu atau dua. Tapi sejak duduk di kelas XI nilai mereka turun, terutama Erwin."
"Bagaimana bisa seorang ayah mengawasi anaknya, sedangkan ia sendiri tidak bisa mempertahankan rumah tangganya!" potong Erwin dengan nada bicara yang ketus.
"Erwin, jaga ucapanmu. Kamu masih belum mengerti, Kamu tidak tahu apa yang ayah rasakan. Kamu tidak sepantasnya bicara seperti itu." Pak Yadi melihat Erwin dengan emosi yang tertahan.
Pak Pram kemudian merangkul Erwin yang matanya sudah basah dan menenggelamkan kepala di dada bidang gurunya. Dia berusaha menenangkan anak itu dan dibawa menuju ruangan sebelah.
"Kamu di sini saja, biar saya yang bicara dengan ayahmu." Tangannya mengelus lembut kepala Erwin.
"Saya mohon maaf. Tadi saya tidak bisa mengendalikan emosi." Kata Pak Yadi begitu guru BK itu kembali ke ruangan.
"Saya mengerti, Pak. Untuk kedepannya, mohon lebih halus lagi dalam tutur kata saat berbicara dengan Erwin. Dia agak tempramen, tapi anda mesti bangga, jiwa sosial anak itu tinggi. Tapi masalahnya, amarah anak itu sering meledak-ledak. Dia suka menolong orang lain, dan tidak suka jika ada yang tertindas. Dalam situasi inilah amarahnya memuncak, saya sudah terlalu sering menangani masalah anak anda. Sebagian besar adalah perkelahian, dan hampir semua penyebabnya adalah membela hak orang lain." Terang Pak Pram panjang lebar.
"Baik, Pak. Terima kasih atas penjelasannya. Memang saya kurang bisa memberi perhatian lebih, karena memang jarang di rumah. Kebetulan minggu ini kapal saya merapat di Tanjung Perak, jadi mumpung ada waktu luang akan saya gunakan sebaik-baiknya untuk bicara dari hati ke hati dengan Erwin."
"Saya doakan lancar ya, Pak. Baiklah bapak-bapak, cukup disini saja. Hanya ini yang ingin saya bicarakan. Mohon lebih diawasi lagi pergaulan Erwin dan Rendy ya, Pak."
"Baiklah, kami permisi dulu. Assalamu alaikum."
"Wa alaikum salam." Jawab Pak Pram dan tak lupa menjabat tangan mereka.
"Erwin, mari masuk ke sini, Nak," ajak Pak Pram setelah mengantar orang tua mereka keluar ruangan.
Dengan wajah masih menunduk ia memasuki ruangan kecil 4X4 meter itu. Tangan kanan membersihkan sisa lelehan bening di kedua pipinya. Langkah kakinya pelan, terdengar suara sol sepatu beradu dengan lantai keramik.
Rendy sekilas menatap wajah sendu itu, baru kali ini dia menyaksiakan sahabatnya menangis. Dia menepuk pundak kemudian merangkulnya setelah duduk bersebelahan.
"Lihat apa Kau?" Celetuk Erwin tanpa menoleh, dia tahu kalau Rendy mengamatinya sedari tadi. Dia merasa tidak nyaman saja dengan ekspresi wajah Rendy.
"Kalian boleh masuk ke kelas. Dan juga pesan bapak, coba kalian lebih bersikap dewasa dalam menyikapi persoalan. Untuk Erwin, coba bicara baik-baik dengan ayah kamu. Bicara dari hati ke hati."
"Baik, Pak. Kalau begitu kami permisi." Lalu mereka berdua pun ijin untuk masuk ke kelas.
Suasana hati Erwin diselimuti mendung, perasaannya tak menentu jika mengingat insiden kecil di sudut ruang BK. Berbeda sekali dengan langit Surabaya yang cerah, langit dengan warna biru. Beberapa gumpalan mirip kapas putih melayang di angkasa dengan bentuk seringkali berubah karena hembusan angin. Ya, angin jugalah yang mendorong mereka berjalan menuju kantin, bukannya ke ruang kelas. Angin pula yang menjadi penyebab terjadi perdebatan kecil antara dua sahabat itu, berhembus pelan hingga menyingkap rambut yang menutupi pelipis.
Rambut belah tengah Rendy yang sedikit panjang tersingkap, memperlihatkan bekas luka jahitan. Benar juga, Erwin baru menyadarinya sekarang. Diamati wajahnya dengan seksama, tangannya menyibak rambut Rendy dengan paksa karena ada sedikit perlawanan karena ia tidak ingin Erwin tahu yang sebenarnya.
Buk !
Tubuh Rendy didorong hingga bersandar di tembok, sekarang mereka berhadap-hadapan dengan mata yang saling memandang. Tangan kiri dijulurkan di samping kanan kepala Rendy untuk mencegahnya kabur. Sementara jari tangannya sekali lagi menyibak rambut yang menutupi pelipis guna memastikan apakah benar ada jahitan di sana. Sorot matanya tajam penuh selidik. Tiba-tiba ....
"Dasar pasangan gay. Kalau mau mesum, bukan di sini tempatnya." Gita tiba-tiba muncul dari balik lorong hingga membuat mereka kaget bukan main. Keduanya kompak menoleh ke arah sumber suara.
"Woy lampir. Itu mulut asal nyerocos aja tidak bisa di rem!" Bentak Erwin tak kalah kerasnya. Daripada meladeni cewek satu ini adu mulut, Rendy lebih memilih menarik tangan Erwin menjauh. Antara malu dan marah, ia lalu meninggalkan Gita sebelum ada siswa lain yang datang. Karena biasanya ia jalan bersama anggota OSIS yang lain karena suatu hal.
"Gandeng saja tuh tangan terus ke spanyol. Lalu nikah disana." Merasa tersinggung dengan perkataan Gita, Erwin berhenti dan diam sejenak, kemudian melihat tangannya digapit mesra oleh Rendy. Ditepisnya tangan itu dengan perasaan kesal, "Apaan sih Kamu ini nyet." Rendy malah tertawa kecil karena sukses mengerjai sohibnya di depan Gita.
Ia kemudian berbalik, kembali menghampiri Gita yang masih berdiri dengan melipat tangan di dada, menunjukkan pada Erwin jika dirinya merasa menang. Jantung berdegup kencang, kedua netranya menatap lekat anak IPA itu yang sudah berdiri tepat didepannya. Ia merasa takut, mungkin perkataannya menyinggung perasaan Erwin.
Kedua tangan Erwin meraih kepala gadis yang tingginya hampir sejajar darinya. Tanpa pikir panjang, lalu ....
Cup !
Erwin melayangkan ciuman di bibir merah jambu gadis galak itu. Rendy melotot melihat pemandangan menakjubkan di depan mata. Ia tak menyangka, Erwin yang biasanya cuek, kini mencium seorang gadis.

Book Comment (349)

  • avatar
    Abyy Akbar

    anak jujur dan baik pasti di sayang dan di percayai oleh papah dan ibunya 😇🤗🙏

    19/05/2022

      0
  • avatar
    EkaputriKarisma

    seru ceritanya ditunggu kelanjutannya ya👍🏻

    11/05/2022

      0
  • avatar
    Titan cameramen

    bagus

    17d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters