logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 6

Terdengar suara jam beker jadul memekakkan telinga, jarum sudah menunjukkan pukul 04.30. Mata Rendy masih terasa berat dan enggan sekali terbuka. Pasalnya, semalam ia beberapa kali terjaga dan tidak bisa tidur, akibat rasa nyeri bekas dikeroyok anak IPS kemarin kerap kali berdenyut. Beruntung, sore hari sepulang dari minimarket papanya tidak membangunkan anak bungsunya itu. Biasanya setelah isya, semua anggota keluarga berkumpul untuk makan malam.
Dengan sedikit malas, ia melingkarkan handuk di leher lalu melangkah menuju kamar mandi. Rambut acak-acakan dan mata terpejam sedikit terbuka, beginilah keadaan Rendy sekarang.
"Pagi, Ma," sapa Rendy ketika ia membuka pintu kulkas untuk mengambil botol berisi air minum.
"Pagi, Sayang," jawab mama sambil terus mengaduk tumis wortel dan buncis. "Wajah Kamu kenapa?" Dihentikan kegiatan memasak setelah menyadari wajah putranya sudah tidak 'cantik' lagi dari terakhir kali melihatnya.
"Jangan khawatir, Ma. Hanya salah paham, papa tidak cerita ke Mama?" Rendy terus berjalan menuju kamar mandi tanpa menghiraukannya. Kalau saja ia meladeni mamanya berbicara, mungkin ia tidak bisa mandi hingga tahun depan. Bagaimana tidak, perhatian mamanya terlalu berlebihan. Saat masih kelas X, Rendy pernah terjatuh di teras yang mengakibatkan kakinya terkilir dan sedikit lecet. Mama Rendy tidak berhenti menangis hampir dua jam lamanya. Bahkan ketika Erwin datang menjenguk, tangisan kembali pecah setelah sempat reda beberapa menit. Ia sampai malu melihat Erwin yang berusaha menyembunyikan tawanya melihat Rendy yang masih diperlakukan seperti anak kecil.
"Rendy ! Mama belum selesai bicara." Mama berusaha mengejar anak bungsunya yang memang sengaja menghindarinya.
"Hih, anak ini." Mamanya mendengus sebal.
Mengetahui usahanya sia-sia, lantas beringsut meninggalkan kamar mandi yang pintunya sudah ditutup dari dalam. Sekarang ia menuju kamar mencari suaminya untuk dijadikan sasaran kemarahan.
"Papa!" Panggil mama setengah berteriak. "Kenapa tidak memberi tahu mama setelah melihat keadaan Rendy seperti itu. Dia berkelahi dengan siapa?" Desaknya kemudian.
"Dia tidak berkelahi, Ma. Hanya salah paham saja. Mama jangan risau, anak kita sudah dewasa, jangan terlalu memanjakannya. Biarkan dia belajar bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalahnya. Tugas kita hanya memantau dan mengarahkan ke arah yang lebih baik."
"Ya, mama tahu. Tapi paling tidak beritahu mama agar tidak khawatir."
"Kalau saja papa memberitahu Mama, yang ada bukan mengobati Rendy. Malah Mama sendiri yang akan nangis berjam-jam, lalu panik panggil ambulan, lalu panggil Gubernur, kemudian Jokowi."
"Ih, mama gak selebay itu." Ditinggalkan pria paruh baya itu menuju dapur dengan wajah cemberut.
Setelah selesai mandi, Rendy berlama-lama di dalam kamar untuk menghindari berbagai pertanyaan yang mungkin dijejalkan oleh mamanya. Seperti seorang jaksa penuntut umum di ruangan sidang. Dia baru turun sebelum jam menunjukkan pukul 7 pagi. Jadi, dia bisa melewatkan sarapan bersama keluarga di ruang makan, yang seolah berubah menjadi ruangan interogasi dengan polisi dan detektif berwajah sangar dengan setumpuk berkas di atas meja.
"Kami berangkat, Ma." Pamit Rendy seraya mencium tangan dan pipi mama.
"Sarapan dulu."
"Sudah telat, Ma. Nanti saja di kantin."
"Yaudah. Hati-hati kalian berdua."
"Ya, Ma." Jawab Andre, dan tak lupa mencium kening istrinya.
Hari ini Andre mengambil cuti guna memenuhi panggilan dari sekolah. Atasannya sempat heran, karena tidak biasanya karyawannya meminta ijin cuti kecuali sakit. Di perusahaan, dia dikenal sebagai karyawan teladan. Orangnya rajin dan ulet. Tidak pernah bolos, disiplin dan tepat waktu. Tak heran jika ia diberi posisi jabatan yang diinginkan hampir setiap karyawan. Walaupun perusahaan tempat ia bekerja bukanlah salah satu yang terbesar di bidangnya, tapi sudah lebih dari cukup untuk dikatakan mapan.
Mobil sudah berada di ambang pintu pagar, bersiap untuk menuju sekolah. Dilihatnya kendaraan yang melaju di jalan padat merayap. Mengingat ini hari senin, hari sibuk-sibuknya orang beraktifitas. Walaupun begitu, jalan ini jarang sekali terjadi kemacetan karena agak jauh dari bangunan publik yang sering dijadikan tujuan beberapa orang untuk suatu urusan penting.
Hanya sekedar keluar dari halaman rumah menuju jalan raya saja, harus menunggu antrean kendaraan yang melintas supaya mobil bisa meluncur menapak aspal.
Suara bising mesin dan klakson kendaraan disertai asap knalpot mengiringi perjalanan mereka. Penghijauan sangat kurang, hampir tidak ada pohon rindang di sisi kanan kiri jalan. Banyak pohon ditebang dengan alasan keamanan, karena banyaknya kabel listrik yang semrawut dan sebentar lagi memasuki musim penghujan. Dikhawatirkan ke depannya ada pohon tumbang dan mengganggu aktifitas warga. Namun, tidak ada tanaman pengganti, yang ada hanyalah tanaman perdu, tentu saja tidak mampu mengimbangi polusi udara di kota Surabaya yang sejak dahulu sudah dikenal dengan udaranya yang panas.
Tepat setengah 8, mobil berhenti di depan gerbang. Seorang Satpam keluar dari dalam pos dan menghampiri mobil kemudian bertanya maksud kedatangannya.
"Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Pak Satpam ramah.
"Pagi, Pak. Saya mau bertemu dengan guru BP. Apakah beliau ada?"
"Ada, Pak, masuk saja. Anda wali muridnya mas Rendy?" Tanya beliau begitu melihat Rendy duduk di jok belakang.
"Benar. Parkir di mana, Pak?"
"Sebelah sini. Mari, Pak." Jawabnya sambil menunjuk area yang dimaksud dan mengawal mobil hitam itu.
"Terima kasih, Pak," kata Pak Andre begitu keluar dari mobil. Pak Satpam menanggapinya dengan tersenyum.
Mata Rendy menyapu sekeliling halaman sekolah, mencari keberadaan Erwin apakah sudah datang atau belum. Ia berniat ingin menunggu kedatangannya, akan tetapi papanya mengajak segera masuk ke ruangan, ia hanya mengangguk saja tanpa membantah.
Banyak pasang mata tertuju kepada mereka yang berjalan menuju kantor, tidak sedikit pula bersikap cuek bebek dengan kehadiran ayah dan anak itu. Beberapa siswa perempuan berbisik-bisik sambil menunjuk ke arah mereka, entah apa yang mereka bahas.

Book Comment (349)

  • avatar
    Abyy Akbar

    anak jujur dan baik pasti di sayang dan di percayai oleh papah dan ibunya 😇🤗🙏

    19/05/2022

      0
  • avatar
    EkaputriKarisma

    seru ceritanya ditunggu kelanjutannya ya👍🏻

    11/05/2022

      0
  • avatar
    Titan cameramen

    bagus

    17d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters