logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 5

"Memang sudah berlubang dari dulu, tante. Tersangkut di pagar rumah." Kata Rendy yang melihat mama Reika mengamati lubang di hoodie kesayangannya. Sedangkan Reika hanya melihat keadaan Rendy dari jok depan tanpa berkedip. Matanya melihat tangan mamanya begitu cekatan membersihkan bekas darah di wajah Rendy dengan menggunakan tisu. Reika diam saja, antara canggung dan bingung apa yang harus diperbuat.
Mobil telah sampai di depan gerbang, Reika turun dari mobil kemudian membukanya. Pintu gerbangnya sudah tua, terdapat banyak karat di sana sini. Kebanyakan bangunan rumah di sepanjang jalan ini memang masih mempertahankan gaya bangunan kuno peninggalan belanda. Walaupun halaman terkesan seram karena ditumbuhi pepohonan yang besar, tetapi sebenarnya rumah ini tampak asri.
Rendy dibawa ke ruangan tengah, Reika mengambilkan air hangat sementara mamanya membersihkan luka dengan antiseptik. Johannes sengaja menelepon Dokter kenalannya untuk datang ke rumahnya karena Rendy bersikeras tidak mau dibawa ke rumah sakit. Namun ternyata tidak bisa datang karena berada di luar kota.
Pandangan Rendy menyapu seisi ruangan, walaupun pencahayaan yang remang-remang, tetapi masih cukup untuk melihat keadaan sekitar. Di atas meja terpampang banyak pigora kecil, diantaranya terdapat gadis kecil dengan pipi gembul berusia sekitar 5 tahunan dengan rambut di kepang dua memeluk boneka beruang merah jambu. Awalnya Rendy mengira gadis kecil itu adalah Reika. Namun ternyata perkiraannya salah, di dinding juga terdapat fotonya yang sedang digendong Reika. Dengan senyum manis yang mengukir di sudut bibir, tampak sekali mereka sangat menikmati momen itu, tapi siapa dia sebenarnya.
"Siapa gadis lucu dengan boneka beruang itu, Tate ?" tanya Rendy mengawali percakapan.
"Itu Aruna, adik Reika. Dia sudah bahagia di surga sekarang."
Rendy mengerti, ia tidak melanjutkan pertanyaannya. Tidak ingin melihat mama Reika tenggelam lebih jauh dalam kesedihan.
"Emm ... bagaimana Tante dan Om johannes bertemu?" Tanya Rendy mengalihkan pembicaraan.
"Waktu masih SMA. Ketika kegiatan LDKS di Malang. Dia menjadi wakil ketua OSIS, orangnya galak. Kami menginap selama 2 hari, dan tante dibuat menangis 5 kali. Seperti tidak ada target lain saja, selalu saja saya yang dijadikan sasaran."
Taktik Rendy berhasil, berangsur raut wajah bu Jasmin berubah ceria kembali. Seulas senyum tersungging di bibirnya, ia lalu menoleh sedang mencari sesuatu dan menunjuk potret seorang pria remaja memakai kaos putih dan celana abu-abu. Sorot matanya tajam, wajahnya begitu serius mengawasi dan menunjuk peserta LDKS. Dia adalah Johannes sewaktu sekolah dulu.
"Apa memang segalak itu, Tan ?" Rendy memastikan.
"Tidak, Nak Rendy. Saya disuruh guru pembimbing agar sedikit keras kepada peserta LDKS." Johannes menyela dari dalam. Tangannya membawa segelas jus alpukat. "Lagipula, saya pribadi ada misi khusus." Lanjutnya.
"Wah, misi apa pak?" Tanya Rendy, Jasmin lagi-lagi tersenyum.
"Misi memenangkan hati wanita tercantik di dunia." Johannes melirik ke arah istrinya, lalu duduk dan melingkarkan tangan ke pinggang Jasmin.
"Diminum dulu jusnya." Disodorkan gelas berisi cairan berwarna hijau tersebut. Rendy meneguknya perlahan, menikmati setiap aliran manis melalui mulut dan membasahi kerongkongannya.
"Kenapa harus membuat Tante menangis, Om? Bukannya malah membuat menjadi benci?" Kembali Rendy meminum sisa isi gelas itu.
"Yang penting saya berhasil masuk dulu ke hatinya. Dengan begitu namaku akan sulit dilupakan. Benci atau tidak, itu urusan belakangan." Aneh sekali, trik yang digunakan Johannes terbilang nyeleneh. Walau begitu, pada akhirnya beliau berhasil mendapatkan Jasmin. Bagimana tidak, hampir setiap hari ia memikirkan Johannes akibat perbuatannya. Yang ada di pikiran Jasmin waktu itu adalah, mengapa harus aku? Apa yang sudah dilakukannya sehingga dirinya nenjadi target bully.

"Bagaimana Om tahu jika itu berhasil?" Rendy masih belum mengerti apa yang dijelaskan Johannes.
"Begini, jika kau membenci atau takut kepada sesuatu. Misalkan hantu atau soal matematika, apakah itu tidak akan mengganggu ketenanganmu? Secara tidak langsung, sesuatu itu akan hadir dalam dirimu. Tanpa kau sadari kamu sudah memberikan ruang khusus untuknya."
"Hmm ... oke. Paham, paham." Rendy mengangguk dan memainkan gelas yang sudah kosong.
"Reika mana, Om ? Aku belum melihatnya sejak tadi."
"Mungkin ke kamarnya, dia mengeluh sakit kepala sepulang dari gereja." Jawab Jasmin.
"Kalau begitu saya pulang dulu, ya, Om, Tante. Terima kasih bantuannya."
"Sama-sama, Nak Rendy."
Johannes mengantar sampai gerbang, memastikan keadaan anak itu sudah membaik. Setelah dirasa yakin, pria dengan kumis dan jenggot lebat itu kembali masuk rumahnya. Walaupun perawakannya tinggi besar, tapi orangnya hangat dan ramah. Namun, bagi yang belum mengenal mungkin akan mengira beliau orang yang kasar, melihat tampangnya yang selalu serius.
Ketika Rendy sampai di depan rumah, didapatinya rumah dalam keadaan sepi. Pagar ditutup, tapi tidak dikunci.
"Tumben hari minggu pagarnya ditutup." Perasaan khawatirnya hilang karena takut papanya tahu ada bekas luka lagi di wajahnya. Sekarang dia bernafas lega, bisa istirahat dan mengunci diri di kamar seharian. Saat mengambil air minum, dilihatnya secarik kertas berisi pesan dari mama yang ditempel di pintu kulkas. Rupanya mereka sekeluarga pergi ke minimarket.
Sementara di tempat lain, di dalam kamar yang redup, seorang gadis belia dengan rambut poni duduk termenung di ujung kasur. Kedua tangannya memeluk bingkai dengan potret Aruna yang baru belajar berjalan. Hanya dengan memandanginya saja bisa mengobati rasa kangennya. Namun, kali ini berbeda. Entah mengapa semenjak menutup pintu kamar, air mata tidak berhenti mengalir membasahi pipi.
Kini ia mematung seorang diri setelah menyaksikan keadaan Rendy. Karena peristiwa itu, ia kembali teringat kejadian yang menimpa adiknya sekitar dua tahun lalu. Suaranya terngiang di telinga, merintih menahan sakit di kepala. Sakit yang disebabkan tertabrak kendaraan saat sekeluarga berlibur ke Batu, Malang. Memang tidak menyebabkan luka luar, tetapi ketika perjalanan pulang gadis kecil itu rewel dan mengeluh kepalanya pusing. Johannes membawa Aruna ke Rumah Sakit karena takut bika terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Namun, rupanya Tuhan lebih sayang dengan Aruna, ia meninggal sebelum sampai ke tempat tujuan. Menurut Dokter ada pendarahan di kepala yang disebabkan benturan. Ia kemudian dimakamkan di pemakaman Kristen di daerah Surabaya. Inilah yang kemudian merubah kepribadian Reika menjadi pribadi yang tertutup. Tidak ada lagi Reika yang periang, entah sampai kapan keadaannya seperti ini. Baginya, Aruna adalah segalanya. Separuh dari semangat hidupnya hilang bersama kepergian Aruna. Sudah tidak ada lagi suara tawa riang yang menyambut di pagi hari.
Semuanya menjadi sepi.
* * *

Book Comment (349)

  • avatar
    Abyy Akbar

    anak jujur dan baik pasti di sayang dan di percayai oleh papah dan ibunya 😇🤗🙏

    19/05/2022

      0
  • avatar
    EkaputriKarisma

    seru ceritanya ditunggu kelanjutannya ya👍🏻

    11/05/2022

      0
  • avatar
    Titan cameramen

    bagus

    17d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters