logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Kebencian

Hari itu hujan lebat mengguyur kota, seorang gadis berteduh seorang diri di depan halte bus dengan dua kresek besar tentengan belanjaan penuh. Dia adalah Dahlia Loralei, sahabat Tita.
Di sinilah pertama kalinya dia berjumpa dengan seorang pria tampan yang menawarkan tumpangan. Melihat kondisi hujan yang sepertinya tak kunjung reda, Lia menerima tawaran itu.
"Terima kasih tumpangannya," ucap Lia.
"Namaku Tristan, kamu?" Pria itu mengulurkan tangannya.
"Dahlia, panggil saja Lia," jawab Lia menerima uluran tangan itu dan mereka berjabat tangan.
Sejak hari itu mereka sering bertemu, hingga pada suatu hari dia melihat Tita sahabatnya berjalan mesra dengan pria bernama Tristan.
"Jadi itu Tristan kekasihnya Tita," batin Lia.
Awalnya Lia berencana menghentikan pertemuan-pertemuan mereka karena artinya dia adalah orang ketiga diantara hubungan mereka. Tapi Lia yang sudah lama tidak mendapatkan perhatian khusus dari seseorang tak kuasa menahan hasratnya. Dia memilih menjadi orang ketiga.
"Bagaimana kalau Tita tahu, Tristan?" tanya Lia.
"Memangnya kenapa? Dia tidak sepertimu, Tita itu polos dan terlalu naif dia tidak akan mudah mencium hubungan kita," jawab Tristan.
Lia memandang wajah tampan Tristan, senyuman pria itu menggodanya. Ditambah lagi mereka hanya berdua saja. Dimulai dari ciuman kecil yang membuat Lia menyukainya.
Lia selalu melihat Tita yang begitu polosnya bercerita tentang Tristan, kegembiraan dan keceriaannya saat bersama Tristan membuatnya iri. Baginya gadis yang selama ini menjadi sahabatnya itu sangat beruntung. Dia selalu dikelilingi hal-hal baik yang membuatnya muak. Lia menginginkan apa yang dimiliki Tita, termasuk Tristan.
Hari itu Lia sedang kencan dengan Tristan, tanpa sepengetahuan Tita tentunya.
"Kau membatalkan makan siang dengan Tita hanya untuk pergi denganku?" tanya Lia merasa tersanjung menjadi lebih penting dibandingkan Tita.
"Kurasa, akan kuputuskan dia dan kita bisa jadian," jawab Tristan dengan lembut mulai mencicipi bibir manis Lia.
"Tapi, Tita akan hancur, Tristan," balas Lia, masih ada sedikit rasa kasihan di hati Lia.
"Lalu, apa yang kau inginkan?" tanya Tristan.
"Ajak dia makan malam, dan jadikan kelemahannya untuk membuatnya mundur darimu. Biarkan Tita yang memutuskanmu, bukan kamu," usul Lia.
Ponsel pintar Lia berdering, sebuah pesan dari Tita.
"Siapa?" tanya Tristan.
"Tita, dia mau nitip makan siang, aku pesan kan dulu ya," jawab Lia berdiri dan memesan menu untuk Tita.
"Kau benar-benar baik hati ya," ucap Tristan melihat Lia yang perhatian kepada Tita.
"Untuk mendapatkanmu tentunya, Tristan," batin Lia. Dia berusaha tersenyum manis untuk menarik perhatian Tristan.
Sementara Tristan, dia tergoda dengan Lia yang terlihat cantik dengan baju yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Tinggi badan Lia yang seperti para model membuatnya semakin menawan. Ditambah lagi gadis di depannya tidak menolak setiap kecupan kecil darinya membuat pria ini semakin menginginkan lebih.
Lia selalu menggoda Tristan dengan gayanya. Memantik api kaum pria dengan pakaian dan kecantikannya. Tanpa sadar, Tristan mulai jatuh ke dalam perangkap wanita ini.
"Pria seperti ini tidak cocok untuk Tita, lebih baik untukku," batin Lia memandang Tristan yang terlihat menawan. Ditambah lagi mobil keren yang dimiliki pria ini membuat Lia semakin ingin menjeratnya.
Hari itu Lia mendandani Tita dengan cantik, ada rasa kesal dalam hatinya kenapa gadis yang dia rias sungguh mempesona, kecantikan alami ditambah sedikit polesan membuatnya menawan.
"Bagaimana kalau Tristan kembali jatuh cinta pada Tita," batin Lia. Dia takut, keinginannya mendapatkan Tristan akan hilang.
"Berangkat dulu ya, terima kasih," pamit Tita untuk berangkat makan malam.
Dari balik gorden jendela, Lia mengutuk kesialan untuk Tita. Dia cemburu dengannya.
Malam itu Lia, menunggu Tita dengan cemas, cemas karena dia tidak pulang-pulang juga takut Tristan justru semakin suka dengan Tita.
Tita yang pulang dan bercerita tentang keretakan hubungannya dengan Tristan memancing ide gila Lia. Gadis itu pergi dan mengatakan kepada Tita ada temannya yang butuh bantuan dan dia akan menginap.
"Kau yakin mau pergi sendiri? Tidak mau kutemani?" tanya Tita khawatir.
"Tenang saja, dah ya aku pergi," pamit Lia.
Dia tidak datang ke rumah temannya melainkan ke apartemen Tristan.
"Lia, ada apa?" tanya Tristan. Tidak biasanya ada tamu di tengah malam.
"Hanya sedang gundah saja, lalu jalan-jalan dan tak sengaja lewat sini, jadi sekalian mampir," Jawab Lia berbohong.
"Mau kuantar pulang?" tanya Tristan.
"Boleh, tapi boleh masuk dulu minuman hangat mungkin, aku sedikit kedinginan," kata Lia berusaha diijinkan masuk.
Tristan membuatkan minuman hangat untuk Lia. Seorang pria dihadapkan dengan seorang wanita yang menggoda membuat hasrat liarnya bangkit apalagi setelah penolakan kekasihnya, Tita.
"Ehm, kelihatannya enak," ucap Tristan melihat Lia meminum minuman hangatnya.
"Kau mau coba?" tanya Lia mendekatkan dirinya kepada Tristan dengan gelas di tangannya.
"Boleh," jawab Tristan. Bukan gelas yang diraih tapi dia mencicipinya langsung dari bibir manis Lia.
"Enak?"
"Ya," jawab Tristan mencicipi lagi. Kali ini dia mulai menelusuri tubuh wanita di depannya.
Merasakan tangan pria itu mulai memberikan sentuhan, Lia justru semakin menggodanya dengan mendekatkan dirinya membiarkannya melakukan yang mereka inginkan.
"Tristan, putuskan saja Tita, aku menginginkanmu," bisik Lia.
"Tentu, secepatnya," jawab Tristan.
Pagi itu Lia terbangun di samping Tristan. Dia mengingat-ingat kejadian semalam.
"Tristan bangun!"
"Pagi, Sayang. Malam yang sungguh indah," jawab Tristan.
Dia bangun dan segera masuk ke kamar mandi sementara Lia masih mematung di tempatnya.
Tristan keluar lalu segera mengenakan kemeja lalu jasnya. Dia terlihat bersiap untuk bekerja.
"Kau boleh pakai apartemen ini sesukamu, aku berangkat dulu," pamit Tristan dengan memberikan kecupan kecil.
Lia diam saja melihat reaksi Tristan. Dia sudah merebut kekasih sahabatnya dengan tindakan yang sangat rendah. Lalu dia tersenyum licik.
"Untuk apa memikirkan hati Tita, Tristan sangat menggoda," gumamnya membaringkan diri lagi di tempat tidur.
"Satu sudah didapat, akan kuambil lagi yang lain. Kau tahu Tita, aku ingin miliki semua milikmu," batin Lia.
Lia keluar dari apartemen Tristan dan langsung ke butik.
"Selamat datang," sambut ramah Tita saat suara pintu dibuka.
"Sendiri? Belum ada pelanggan ya?" tanya Lia.
"Ya, masih pagi," jawab Tita masih sibuk dengan desainnya.
Lia mengamati desain yang dibuat Tita.
"Bagaimana? Bagus kan," tanya Tita memperlihatkan hasil desainnya yang sudah selesai.
"Ya, bagus," jawab datar Lia. Dalam hatinya dia kesal Tita memiliki bakat mendesain pakaian.
Ponsel pintar Tita berdering dan gadis itu mengangkatnya.
"Ya, Sayang?"
Tita yang menjauh dari Lia membuatnya tak bisa mendengar percakapan yang sedang terjadi.
Lia ingin sekali menyobek desain Tita yang ada di depan matanya hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengambilnya setelah desain itu selesai nanti.
"Lia, aku pergi bentar ya, Sayangku mengajak sarapan bersama," ucap Tita.
"Ya, nikmati saja waktumu," jawab Lia.
Tita sudah keluar pintu butik dengan langkah riang.
"Nikmati waktumu yang sebentar lagi akan hilang, Tristan milikku bukan milikmu," gumam Lia dengan senyuman sinis nya.

Book Comment (341)

  • avatar
    Nesya Servigia

    sumpahhh baguss bgt wee toppp si

    15/06

      1
  • avatar
    IrnawatiMurni

    alurnya jelas dan ringan

    09/05

      0
  • avatar
    TattooErick

    ceritanya bagus

    25/04

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters