logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2 Apa Salahku?

Beberapa hari sebelumnya.
"Selamat datang, silahkan, ada yang bisa saya bantu?" ucap manis pelayan toko yang tak lain adalah Tita.
Titania Felicia Putri seorang gadis manis yang bekerja di sebuah butik kecil bersama temannya Dahlia Loralei. Mereka adalah sahabat sejak masih kanak-kanak dan sangat dekat. Membuka butik bersama dan mengurusnya bersama.
Pengunjung yang datang memilih-milih baju lalu menanyakan ukuran setelah memilih baju yang dia sukai. Dengan cekatan Tita mengambilkan ukuran yang diminta.
"Tita aku pergi dulu ya," suara seorang gadis yang sedang berjalan ke arah Tita, dengan pakaian modis dan sepatu high heels nya dia melenggang bak seorang model papan atas. Dia adalah Dahlia sahabat Tita.
"Ehm, mau ke mana cantik gitu," goda Tita yang melihat sahabatnya tersipu.
"Sudah ah, pergi dulu," pamit Lia, panggilan untuk Dahlia.
Dia keluar lalu menaiki taksi online yang sudah dipesan sebelumnya.
"Kencan ya, syukurlah kalau itu benar. Lia sudah lama menjomblo," batin Tita tersenyum melihat Lia pergi.
"Jadi berapa?" tanya pengunjung.
Setelah menerima pembayaran dengan menggesekkan kartu ATM, Tita membungkus rapi baju pengunjung dan memasukkannya dalam tote bag bertuliskan nama butik mereka 'Talia Butik' singkatan dari Tita dan Lia.
"Terima kasih atas kunjungannya," ucap Tita dengan ramah.
Saat butik sepi Tita menghabiskan waktu membuat desain baju. Jemarinya lincah menari di atas kertas mengguratkan setiap bagian detail baju rancangannya.
"Hm … hm … hm …," gumam Tita menirukan dendang lagu yang hanya diikuti dengan gumaman karena tidak hafal liriknya.
Tak lama ponsel pintarnya berdering, melihat nama 'Tristan My Love' pada layar membuatnya dengan cepat meraih ponsel itu.
"Halo Sayang," ucap Tita dengan wajah berseri menerima telepon dari sang kekasih.
"Sayang, aku sibuk hari ini jadi tidak bisa makan siang denganmu. Lain kali saja ya," suara dari balik ponselnya.
"Iya, tapi jangan lupa makan ya, Sayang." Tita terlihat kecewa dia yang diseberang sana membatalkan janji makan siangnya hari ini.
"Love you, Honey," suara dari seberang dan mengakhiri telepon tersebut.
Dengan lesu Tita meletakkan ponsel pintarnya di atas meja. Merapikan kertas-kertas di depannya beserta alat tulisnya. Dia kehilangan selera melanjutkan desainnya.
Tristan Ahriman, kekasih Tita mereka sudah lama berpacaran kurang lebih tiga tahun. Tita sangat mencintai pria ini baginya dialah segalanya.
"Sibuk terus akhir-akhir ini," gumam Tita. Dia mengambil kembali ponsel pintarnya lalu mencari nama Lia dari kontaknya kemudian mengetik pesan singkat.
[bawakan makan siang ya, Tristan batalin makan siang lagi, hiks ditambah emoticon wajah menangis]
Pesan dikirim kemudian tanda biru terlihat tak lama setelahnya dan Lia terlihat mengetik.
[Siap, ku bawakan ayam goreng bumbu dari resto sini ya enak lho]
Balasan dari Lia.
[Stiker beruang bertuliskan Ok] dikirim membalas pesan Lia.
Kembali Tita meletakkan ponsel pintarnya, berjalan dan merapikan gantungan baju-baju di butiknya. Merapikan dekorasi dan membersihkan butik untuk mengisi waktunya. Tak lama beberapa pengunjung datang dan dia sibuk melayani mereka.
Pintu kembali terbuka, refleks Tita menyambutnya.
"Selamat datang,"
"Ah ternyata kamu, Lia," ucap Tita kembali tidak bersemangat.
"Kenapa wajah ditekuk begitu, jelek tau. Nih, makan dulu sana biar aku yang jaga," ucap Lia memberikan sekotak makanan pesanan Tita.
Tita hanya menoleh lemas dan kembali ke mejanya saat mendengar ponselnya berdering. Melihat nama yang tertera di panggilan tersebut adalah Tristan dia langsung bersemangat mengambilnya.
"Halo, Sayang," jawab Tita penuh semangat.
"Hm, gitu ya kalau Tristan langsung semangat," sindir Lia yang menggeleng melihat kelakuan temannya yang seperti ABG jatuh cinta.
"Lia … mau tahu nggak?" oceh Tita dengan wajah kegirangan.
"Apa?" jawab Lia malas pasti tentang Tristan.
"Tristan ngajakin makan malam!" seru Tita bersemangat dan terlihat sedikit melompat-lompat saat berjalan.
"Harus tampil cantik, bantuin ya," pinta Tita dengan manja ke Lia.
"Iya, nanti kubantu dandanin kamu," jawab Lia yang terlihat tidak terlalu suka.
"Makasih, kamu baik deh," ucap Tita memeluk Lia dengan semangat dan kegembiraan.
Lia melihat ponselnya terdapat pesan masuk lalu dia membukanya.
[Sesuai keinginanmu, Sayang]
Tanpa membalas pesan tersebut, Lia tersenyum licik.
"Dari siapa?" tanya Tita yang penasaran.
"Mau tahu saja," jawab ringan Lia menyembunyikan ponselnya dan menghapus pesan yang baru saja dia baca.
Mereka menutup butik pukul 17.00 WIB. Keduanya pulang bersama dan menuju tempat yang sama. Mereka mengontrak rumah untuk berdua. Sebuah rumah kecil, yang cukup nyaman.
Tita sibuk mempersiapkan diri untuk makan malamnya.
"Lia, bagus mana?" tanya Tita menenteng dua buah gaun dengan warna yang sama tapi memiliki model yang berbeda.
"Apa tidak ada warna lain?" tanya Lia yang melihat dua gaun berwarna merah muda itu.
"Kau tahu sendiri semuanya sama," jawab Tita lemas.
"Nih pakai." Lia mengulurkan sebuah tote bag yang berisi gaun.
"Makasih, kamu baik banget," ucap Tita sambil memeluk Lia. Dia pun bergegas mengganti pakaiannya.
Setelah Lia merias wajah manis Tita, gadis itu terlihat menawan dalam balutan gaun biru yang diberikan Lia.
"Tristan suka warna biru, kan. Dia pasti terpukau denganmu," ucap Lia yang melihat sahabatnya telah siap.
"Eh, kok Lia tahu warna kesukaan Tristan," batin Tita merasa aneh.
Terdengar suara klakson mobil di depan rumah kontrakan mereka sehingga pikiran Tita kembali pada makan malam dengan Tristan.
"Tuh, pangeranmu dah datang," ucap Lia.
"Pergi dulu ya," pamit Tita kembali memeluk sahabatnya, "Terima kasih benget."
Tita memasuki mobil, dengan senyum manis menghiasi bibirnya.
"Makasih, Sayang," ucap Tita.
"Hanya makasih saja?" Senyum menggoda Tristan membuat Tita tersipu. Dia tahu maksud dari kekasihnya itu. Dan sebuah kecupan manis mendarat di pipinya.
Mobil melaju menembus ramainya jalanan kota, lampu jalanan bersinar menghiasi gelapnya malam, sekaligus menceriakan hati Tita.
"Lain kali jangan di pipi," ucap Tristan.
"Tapi, aku kan malu," jawab Tita.
"Sudah tiga tahun pacaran, masih tidak ada kemajuan." Tristan terlihat tidak puas dengan hubungan mereka, sementara Tita merasa bersalah atas semua itu.
Makan malam romantis mereka lakukan di sebuah restoran yang ramai. Dekorasi dan makanan enak memanjakan mata dan lidah Tita.
"Terima kasih, Sayang. Makan malamnya sangat menyenangkan," ucap Tita bergelayutan manja di lengan Tristan.
"Belum terlalu malam, ke apartemen ku yuk," ajak Tristan dan Tita pun mengangguk.
Tita sering mengunjungi apartemen Tristan bahkan dia juga memiliki kunci cadangannya. Tita terkadang ke apartemen Tristan untuk merapikan dan membersihkannya. Bukan karena disuruh tetapi dia sendiri yang ingin melakukannya dengan alasan berlatih menjadi istri Tristan nantinya.
"Kubuatkan kopi ya," ucap Tita begitu masuk ke apartemen Tristan. Sementara si pemilik melepaskan jas yang dia kenakan dan duduk santai di sofa sambil menyalakan TV.
"Ini, Sayang," ucap Tita menaruh kopi di meja dan duduk di samping Tristan.
"Terima kasih," ucap Tristan. Tak hanya ucapan dia menelusuri lembut wajah Tita dan mulai mendekatkan wajahnya. Tita memejamkan matanya saat bibir mereka mulai bersentuhan.
Jemari pria itu mulai mencari kesempatan menelusuri lekuk tubuh sang kekasih.
"Hentikan!" seru Tita meminta sang kekasih tidak melanjutkan.
"Kenapa? Sudah tiga tahun aku menunggumu," sahut Tristan tidak mau menuruti permintaan Tita.
"Tunggu sampai kita menikah, pasti kuberikan semuanya," tolak Tita mendorong tubuh Tristan menjauh darinya. Dia berdiri mengambil tasnya dan menuju pintu keluar.
"Sayang, tunggu! Biar kuantar," ucap Tristan yang melihat Tita ingin pulang.
Tidak ada kata hingga mobil Tristan mencapai rumah kontrakan Tita.
"Apa kau mencintaiku?" tanya Tristan.
"Apa kau tidak bisa melihatnya? Cinta tidak harus dengan cara itu, ada waktu yang tepat untuk melakukannya," tukas Tita.
"Tapi aku laki-laki," balas Tristan melajukan mobilnya.
"Apa maksudmu, Tristan?" gumam Tita. Firasat buruk dari ucapan Tristan seakan kekasihnya sudah mulai bosan dengan hubungan mereka.
Tita menceritakan hubungannya dengan Tristan kepada Lia, mereka memang selalu bercerita satu sama lain walaupun yang lebih banyak membuka diri adalah Tita.
"Jaman sekarang melakukan itu sudah biasa kan," ucap Lia merasa Tita terlalu bersikap sok suci.
"Tapi aku tidak mau sebelum kami menikah," sanggah Tita dengan pendiriannya.
"Kalau begitu jangan salahkan dia kalau selingkuh," balas Lia.
Tita memandang Lia lalu menangis, "Jadi aku harus melakukannya jika mau Tristan tetap bersamaku?"
"Itu juga belum tentu, bisa juga setelah melakukannya dia juga bosan dan yah selingkuh juga," lanjut Lia.
"Aku nggak mau kehilangan Tristan, Lia," ucap Tita lirih yang masih terdengar jelas di telinga Lia.
"Gadis bodoh," batin Lia sambil memeluk Tita dan mengusap punggungnya.
Senyuman licik Lia kembali terlihat, entah apa yang akan direncanakan olehnya. Lia tidak seperti yang Tita pikirkan, dia menyembunyikan banyak rahasia.

Book Comment (341)

  • avatar
    Nesya Servigia

    sumpahhh baguss bgt wee toppp si

    15/06

      1
  • avatar
    IrnawatiMurni

    alurnya jelas dan ringan

    09/05

      0
  • avatar
    TattooErick

    ceritanya bagus

    25/04

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters