logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Kubalas Dengan Cantik

Kubalas Dengan Cantik

Rai Seika


Chapter 1 Pengkhianatan

"Dia terkejut nggak ya?" gumam Tita sepanjang jalan sambil menenteng sekotak pizza kesukaan sang kekasih.
Dia datang ke apartemen kekasihnya berencana memberikan kejutan manis. Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada sang kekasih dia pergi dengan hati riang.
"Eh kok tidak terkunci," pikir Tita yang melihat pintu apartemen kekasihnya tidak terkunci.
"Ini artinya dia ada di apartemen," gumamnya tersenyum senang sehingga dengan suara langkah perlahan dia masuk diam-diam.
Langkah kakinya terhenti saat tidak melihat seorangpun di sofa depan televisi. Kekasihnya selalu menonton televisi jika sedang berada di apartemen. Dia melihat benda ganjil di atas sofa, sebuah tas wanita.
Pikiran Tita mulai melayang dan membuat hatinya cemas. Praduga yang langsung ditepisnya sendiri. Tidak mungkin kekasihnya bermain di belakangnya.
Pikiran Tita tersadarkan saat mendengar suara yang tak seharusnya ada. Suara seorang wanita di apartemen kekasihnya. Dengan berat kakinya melangkah menuju kamar tidur sang kekasih. Dia mendorong sedikit pintunya, perlahan hingga tidak menimbulkan suara.
Tita menutup mulutnya supaya tidak ada suara yang keluar saat melihat pemandangan yang tak disangkanya. Kekasih tercintanya sedang bersama seorang wanita, di dalam kamar.
Dengan menahan semua rasa yang bercampur dalam hatinya, dia keluar dari apartemen itu. Berlari tanpa arah berharap rasa sakit dalam hatinya berkurang. Kakinya telah lelah berlari dan dia bersimpuh di jalan, cukup jauh dari apartemen kekasihnya. Air matanya mengalir, tangisannya pecah. Isak tangis dan teriakan dia lakukan untuk mengurangi rasa sesak di dada. Tak lagi dihiraukan orang-orang yang melihatnya.
Hari berlalu, dia bersikap seolah kemarin tidak melihat apapun saat bertemu sang kekasih.
"Sayang, kamu cantik sekali hari ini," ucap sang kekasih.
Kecupan manis mendarat di bibirnya seperti biasanya ketika mereka bertemu.
"Bagaimana kalau kita menikah?" ucap Tita, dia tidak ingin berpisah dengan kekasihnya meskipun sudah tahu perbuatannya.
"Kau tahu, aku masih ingin menikmati masa muda. Setelah menikah semua akan berbeda," jawab sang kekasih ringan.
"Aku hanya ingin bersamamu, Sayang," lanjut Tita, dia tidak ingin mengungkit lagi apa yang ia lihat kemarin. Cinta kadang membuat orang menjadi buta.
"Kita akan menikah tapi tidak sekarang atau dalam waktu dekat," jawab Tristan, sang kekasih.
Gadis yang berada di sampingnya menunduk, pikirannya kalut. Apakah dia harus melakukan apa yang dia lihat kemarin supaya kekasihnya tetap bersamanya?
"Tristan, aku …," ucap Tita yang tersangkut di tenggorokan. Dia tidak sanggup mengatakan jika dirinya harus melakukannya demi mempertahankan hubungan mereka. Tangannya meremas ujung baju yang dikenakannya.
"Sudah dulu, Sayang. Kita lanjutkan lain kali obrolannya aku harus bekerja," pamit Tristan sambil mencium kening Tita.
Tita kembali ke butik tempatnya bekerja dengan wajah murung.
"Hei, tidak biasanya habis makan siang dengan Tristan wajah ditekuk," celoteh Lia.
Tita memandang temannya yang sering mengenakan pakaian minim dan modis. Dia terlihat sangat cantik dan pastinya penampilannya memanjakan mata kaum adam.
"Aku …," ucapan Tita sekali lagi tercekat di tenggorokan. Gadis di depannya yang merupakan sahabatnya inilah yang bersama kekasihnya kemarin di dalam kamar.
"Kalian bertengkar? Atau apa?" tanya Lia terlihat peduli dan khawatir.
"Bisa-bisanya kau menikamku dari belakang," batin Tita.
Tita merasa ada yang ganjil dengan butik nya.
"Lia, apa yang terjadi?" tanya Tita.
"Lihat ini," jawab Lia menunjukkan CCTV. Ada beberapa orang dengan wajah ditutup masker masuk dan mengacak-acak butik.
"Uang kita juga diambil, maaf ya tadi aku keluar sebentar juga karena buru-buru sepertinya lupa mengunci pintu butik," ucap Lia terlihat bersalah.
"Sudahlah tidak apa-apa," jawab Tita tidak ingin membahasnya saat pikirannya kalut.
Melihat Lia yang bersikap biasa, dia tidak bisa menuduh tanpa bukti. Mana mungkin dia mengaku, harusnya kemarin setidaknya dia mengambil gambar mereka berdua yang telah berkhianat. Tapi hatinya terlalu sakit hingga tidak terpikir ke arah sana.
Tita duduk di meja kerjanya, mencari berkas desain miliknya.
"Lia! Kau lihat desain ku yang kemarin?" tanya Tita mencari setiap berkas yang ada di meja.
"Desain gaun kemarin? Ada di mejamu kan?" jawab Lia terlihat polos dan ikut membantu mencari.
"Tidak ada," lirih Tita duduk di kursinya dengan lemas.
"Apa itu penting?" tanya Lia.
"Sudahlah," jawab lemas Tita. Desain itu adalah karya Tita untuk lomba. Hadiahnya cukup menggiurkan selain uang juga akan mendapatkan promosi untuk butik miliknya. Lebih tepatnya milik mereka berdua, Tita dan Lia.
Keesokan harinya Tita masih sibuk di mejanya mengulang kembali membuat desain.
"Aku pergi sebentar ya," pamit Lia dengan dandanan yang akan membuat kaum adam menoleh ke arahnya.
"Ya," jawab Tita singkat.
Tita mengambil ponsel pintarnya dan melakukan panggilan.
"Sonia, tolong ya," ucapnya di depan ponsel pintarnya.
"Ok," jawab orang yang menerima panggilannya.
Tita telah membuat kesepakatan dengan temannya, Sonia untuk menjaga butik saat dia pergi. Dia tidak ingin ada lagi maling di butik nya.
Gadis itu mengikuti Lia, tanpa sepengetahuannya. Diam-diam Tita melihat mereka berdua. Benar dugaannya. Lia pergi makan siang dengan Tristan kekasihnya. Kali ini Tita mengambil bukti perselingkuhan mereka. Hancur hatinya melihat dua orang yang dia sayangi bersama. Bersama-sama menipunya, bermain di belakangnya.
"Dari mana?" tanya Tita saat melihat Lia masuk kembali ke butik.
"Makan siang dengan seseorang," jawabnya
"Dengan Tristan?" tanya Tita langsung ke permasalahan.
Lia terdiam, dia menoleh ke arah Tita, " Mana mungkin, dengan kekasihku," jawab Lia berpura-pura tersenyum, "jangan berprasangka seperti itu tidak baik," lanjutnya.
Lia masuk ke dalam dan mengganti pakaiannya dengan yang biasa dia kenakan saat di butik.
"Lia, bisakah kau jauhi Tristan, aku sangat mencintainya," ucap Tita menatap Lia dengan tajam.
"Kau ini bicara apa?" jawab Lia masih berpura-pura tidak mengerti.
Tita mengirim hasil fotonya ke ponsel pintar Lia. Gadis itu menatap foto yang menampilkan dirinya bersama kekasih Tita. Matanya terbelalak.
"Kau membuntutiku," ucap Lia yang kini berwajah keras, menatap Tita dengan
permusuhan.
"Tinggalkan Tristan dan kita masih sahabat," pinta Tita.
Lia tersenyum sinis, "Kita lihat siapa yang akan ditinggalkan, aku atau kau!"
"Lia!" seru Tita tidak percaya sahabatnya berubah menjadi seperti ini.
"Dengar baik-baik, Tita. Aku juga menyukai Tristan dan menginginkannya, kali ini akan kuambil milikmu yang paling berharga," ancam Lia dengan senyuman kemenangan seakan dialah yang pasti mendapatkan Tristan.
Permusuhan dengan perang dingin pun dimulai hingga malam tiba.
Malam itu Tristan mengajaknya makan malam, seperti biasa setelahnya mampir dulu ke apartemen Tristan.
Hari itu Tita mencoba menarik perhatian Tristan dengan bersikap lebih agresif. Dia tidak mau kalah dengan Lia. Bagaimanapun juga melepaskan pria di sebelahnya bukanlah keinginannya. Meskipun dia tahu pria ini selingkuh, dia masih ingin mempertahankannya, dengan alasan cinta.
"Hari ini kau berbeda," ucap Tristan terlihat senang dengan sikap Tita.
"Kau suka?" tanya Tita setelah mencium Tristan dengan panas.
"Ya," jawabnya yang membuat Tita melakukannya lagi berharap kekasihnya tidak akan berpaling dan kembali padanya.
Melihat sikap agresif Tita, Tristan salah paham dan mengira gadis ini akan bersedia melakukan lebih dari sebuah ciuman. Dia mulai membuka gaun yang dikenakan Tita.
"Tidak!" teriak Tita.
"Kenapa?" tanya Tristan.
"Aku tidak siap, kita menikah dulu baru melakukannya," jawab Tita. Nyatanya meski hari ini Tita berniat menyerahkan diri, hati kecilnya tetap menolak.
Dia meninggalkan apartemen Tristan dengan derai air mata.
"Aku kalah, sudah kalah," batinnya.
Entah darimana Lia tahu keberadaannya. Dia ada di depan mata Tita dan berkata, "Lihat siapa yang menangis sekarang? Kau tidak bisa memuaskannya jadi mundur saja."
"Tristan masih mencintaiku," bantah Tita.
"Kita lihat saja besok, dia akan memutuskanmu," ucap Lia penuh kemenangan dia berjalan ke arah apartemen Tristan. Tentunya Tita tahu apa yang akan terjadi. Keduanya mengkhianatinya.
Hari berganti tanpa peduli hati seseorang siap atau tidak. Lunglai, Tita bersimpuh di tanah, hari ini Tristan memutuskan hubungan mereka, dan terang-terangan menggandeng Lia.
"Kita putus!" ucap Tristan yang terus menggema di kepala Tita.
"Aku tidak mau putus, Tristan sadarlah dia bukan wanita baik-baik," bujuk Tita meraih tangan Tristan dan menatapnya penuh harap.
"Kau sudah tahu alasannya," jawab Tristan mendorong Tita kembali jatuh ke tanah.
"Kukira, kau akan sabar menunggu hingga kita menikah," lirih Tita.
"Tidak perlu sok suci, jaman sekarang sudah biasakan," timpal Lia yang terlihat sangat senang.
Keduanya berlalu, meninggalkan Tita sendiri. Tita kembali bangkit karena teringat dengan desainnya yang harus dikirim hari ini.
"Masih ada yang harus kukerjakan," gumamnya.
Cobaan kembali menerpanya.
"Maaf, tapi desain yang sama tidak bisa diterima," terang panitia lomba.
"Sama? Tapi ini karyaku sendiri," protes Tita.
Panitia itu menunjukkan desain yang sama persis dengan milik Tita dan di sana tertulis nama Dahlia Loralei, nama Lia.
"Tidak mungkin." Mata Tita kembali berair, dia segera pamit sebelum air mata itu jatuh di depan panitia.
"Lia, mengambil Tristan, mengambil desainku," gumamnya sepanjang jalan air matanya mengalir.
Tita berjalan dan masuk ke dalam butik mendapati orang yang tidak dia kenal duduk di meja kerjanya.
"Kau siapa?" tanyanya.
"Dia menggantikan mu, kurasa kau tidak akan mau lagi bekerja di sini kan," balas Lia memandang rendah Tita.
"Kau jahat, Lia," umpat Tita.
"Kau yang jahat, Tita. Hidup ini tidak adil padaku, kau selalu mendapatkan semuanya, semua kebaikan, teman bahkan kekasih. Aku hanya menginginkan kebahagiaan saja seperti yang pernah kamu miliki, dan akhirnya kudapatkan," jawab Lia.
"Jadi …." Tita tidak menyangka Lia membenci dirinya sedalam itu.
Tita keluar dari butik membawa barang-barang miliknya setidaknya dia masih memiliki tempat berteduh di kontrakannya.
Melihat pemilik kontrakan berdiri di depan kontrakannya perasaan Tita langsung bergejolak. "Cobaan apa lagi ini?"
"Non, temanmu bilang akan pindah ke tempat kekasihnya jadi dia sudah mengembalikan kunci kontrakannya kalau masih ingin disini bayar kontrakan untuk bulan depan atau pindah," terang pemilik kontrakan.
Melihat koper miliknya sudah tertata rapi di luar, Tita sudah tahu Lia yang melakukannya.
"Saya akan pindah juga," jawab Tita meskipun dia tidak tahu akan kemana sekarang.
Tita merasa hidupnya benar-benar hancur dalam sehari, segalanya hilang begitu saja, sahabat, kekasih, pekerjaan bahkan tempat berteduh. Bagaimana dia melanjutkan hidupnya? Mampukah dia bertahan atau akankah dia memilih mengakhiri hidupnya?

Book Comment (341)

  • avatar
    Nesya Servigia

    sumpahhh baguss bgt wee toppp si

    15/06

      1
  • avatar
    IrnawatiMurni

    alurnya jelas dan ringan

    09/05

      0
  • avatar
    TattooErick

    ceritanya bagus

    25/04

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters