logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Kembali Bersama

Satu bulan semenjak malam itu, Nasya berangkat ke kantor naik angkot. Bahkan, Rendra terkesan menghindarinya. Semua keperluan yang biasa Nasya siapkan, kini dilakukan sendiri olehnya.
Pekerjaan Nasya hanyalah mengecek dokumen yang masuk dan mengirimnya lewat email. Intensitas pertemuan mereka pun berkurang.
Nasya merasa ada yang hilang. Akan tetapi Nasya tidak punya kekuatan untuk mengungkapkannya. Dirinya terlalu kecil di mata Rendra. Hanya seorang gadis miskin yang tidak punya siapa-siapa. Berbeda dengan Rendra, seorang pria mapan yang mempunyai segala hal, para wanita pun akan bersiap mengantri menjadi kekasihnya.
Rendra yang tengah duduk di mejanya, berulang kali membuka dan menutup laptopnya. Berusaha fokus pada proyek cetak yang baru ia dapat, tetapi tetap saja konsentrasinya terpecah.
Sementara di luar, Nasya terlihat asyik mengobrol dengan Tasya sekretaris Rendra. Tawanya begitu lepas, bebannya terasa ringan. Sepertinya mereka tengah asyik berbincang seputar drama korea favorit.
Rendra yang penasaran mengintip dari tempat duduknya. Nasya yang tertawa lepas membuat hatinya terasa teduh. Sudah lama Rendra tidak menghabiskan waktu bersama asisitennya.
Terbesit rasa bersalah di hatinya, tapi sepertinya ia memang harus menjauh. Bukankah Nasya sendiri yang mengatakan bahwa Rendra adalah Bos yang menyebalkan. Setidaknya Rendra tahu kalau Nasya merasa tidak nyaman dengannya.
'Hei, bodoh, bukannya kamu ini Bosnya? Kamu berhak atas Nasya.' Terdengar suara yang berputar dalam telinga Rendra.
'Rendra, Nasya itu gadis baik-baik jangan kamu rusak dia. Jika kamu memang cinta, berusahalah untuk mendekatinya.' Berganti suara yang lain terdengar berputar.
'Bukankah dia sendiri yang bilang, kamu ini Bos yang paling menyebalkan.' Lagi-lagi suara yang terdengar membuatnya ragu.
'Itu karena kamu terlalu dingin padanya, kamu yang masih menyimpan rasa untuk Sila. Memanfaatkan Nasya hanya untuk mengelabuhi hubunganmu dengan Sila. Padahal jelas-jelas Sila sudah bersuami.'
Rendra beranjak dan mengakhiri perdebatan dalam pikirannya. Membuka pintu dan memanggil Nasya dengan ekspresi datar.
"Nasya! saya ada perlu. Masuk ke ruangan saya," ucap Rendra datar.
Nasya heran dan menatap Tasya. Bingung, tiba-tiba saja si bos memanggil.
Nasya bergegas mengekori Rendra. Dia tidak mau dipecat hanya gara-gara terlambat satu detik pun menghadap.
"Ada apa Bos?" tanya Nasya gugup.
"Buatkan aku kopi, dan lekas bawa kemari." Nasya membulatkan matanya. Dia dipanggil hanya untuk membuat kopi. Bukankah si bos bisa menyuruh OB di kantor.
Nasya berbalik menuju pantry, hatinya sedikit kesal karena melihat sikap Rendra yang kembali dingin.
Nasya kembali membawa secangkir kopi. Dia menyuguhkannya di meja dan masih berdiri menunggu perintah Rendra selanjutnya.
"Kamu bisa pergi sekarang," ucapnya datar.
"Ba__baik Bos."
"Sya," baru berjalan beberapa langkah Rendra kembali memanggil.
"Iya."
"Pulang kerja aku yang antar." Hampir tak percaya Nasya mendengar ucapan bosnya.
"Kenapa bengong? kamu keberatan?" Rendra menegaskan intonasinya.
"Bu__bukan Pak." Nasya terdengar gugup.
"Hei, aku bukan Bapakmu ya, jangan panggil aku Bapak. Aku belum terlalu tua untuk dipanggil seperti itu."
"Baik Bos."
"Jadi, apa nanti kita bisa pulang bareng?" tanya Rendra mengulangi perkataaannya.
"Bi__sa Bos." Nasya gugup menjawabnya.
Tangannya terasa gemetar, antara bahagia dan kesal melihat bosnya yang telah kembali seperti semula.
"Baiklah, kamu bisa kembali ke tempatmu. Sampai ketemu nanti."
Dalam hati Rendra berteriak kegirangan. Nasya ternyata masih mau menerima ajakannya.
*****
Suasana cafe yang romantis sukses membuat Nasya berkeringat dingin. Lantunan lagu yang dibawakan oleh band cafe secara live menambah kegugupan Nasya.
Maklumlah gadis biasa sepertinya tidak terbiasa dengan suasana cafe. Paling jauh saat ia berpacaran dengan Vano hanya makan bakso di warung dekat sekolah, itu pun jarang, paling satu bulan sekali.
"Hei, sampai kapan kamu akan mencincang steakmu sampai lembut."
Melihat tingkah Nasya, Rendra hanya ingin tertawa, tetapi ia berusaha menahannya.
"Bos, aku lebih baik makan Nasi padang dari pada makan di tempat seperti ini?" Rendra terlohok, hampir saja ia memuntahkan minuman yang baru saja diminum.
Nasya bergegas mengambil tisu dan membersihkan minuman yang sempat tumpah.
"Maaf Bos, aku tidak bermaksud mengagetkanmu."
"Hahahha." Rendra justru tertawa melihat Nasya yang gugup dan panik.
"Si Bos kok malah tertawa sih." Nasya merasa heran.
Sepertinya tidak ada yang lucu. Jadi, kenapa Rendra harus tertawa, membuat raut muka Nasya berubah kesal.
"Maaf, maaf, aku hanya tidak mengira gadis bertubuh kecil sepertimu selera makannya banyak sekali."
Nasya membulatkan matanya. Sebenarnya perutnya memang terasa lapar. Makanan steak macam ini tidak akan membuat perutnya kenyang.
Wajahnya tersipu malu, ternyata Nasya tidak bisa jaim sedikit di depan Bosnya. Padahal seharusnya ia bisa mengerem ucapannya.
Pasti saat ini bosnya beranggapan Nasya adalah gadis yang maruk. Bisa dibayangkan pasti sekarang Rendra ilfeel pada Nasya. Gadis yang doyan makan porsi besar.
"Apa aku aneh Bos?" tanya Nasya dengan polosnya.
"Tidak,tidak ada yang aneh, aku hanya tidak menyangka saja. Sudahlah tidak perlu dihabas lagi." Rendra beranjak menuju meja kasir.
Nasya memandangi punggung Rendra malu, ia hanya merasa malu karena ucapannya sendiri.
"Ayo kita pulang." Rendra telah menyelesaikan tagihannya dan mengajak Nasya pulang. Nasya pun mengekorinya, seperti biasa ia akan kesulitan mengimbangi langkah Rendra yang lebar.
Masuk ke dalam mobil, mereka melanjutkan kembali perjalanan setelah acara makan malam yang menurut Nasya sangat memalukan.
Tiba-tiba Rendra menghentikan mobilnya di sebuah resto masakan padang, ia turun dan masuk ke dalam. Sementara Nasya menunggunya di mobil.
Betapa malunya Nasya hari ini. Bagaimana anggapan Rendra pada Nasya setelah kejadian ini, tetapi bagi Nasya tidak penting, bukannya si Bos menganggap semuanya biasa saja.
Rendra keluar menenteng dua kantong plastik, Nasya tidak mengira bosnya menanggapi omongannya serius. Malu, pasti. Jiwa kefeminimannya hilang sudah.
"Nih, nasi padang untukmu." Rendra menyerahkan dua kantung plastik pada Nasya.
"Bos, aku cuma bercanda."
"Sudahlah, aku tahu kamu makannya banyak. Jadi aku pikir makan malam tadi tidak akan membuatmu kenyang semalaman." Rendra tersenyum, gadis di depannya benar-benar unik.
Berbeda dengan gadis lain dan Sila mantan pacarnya. Mereka akan tampak jaim di depannya, sedangkan Nasya ia sangat blak-blakan jika perutnya terasa lapar.
"Bos, sungguh aku merasa tak enak."
"Sudahlah, tidak usah enggan padaku." Rendra mengacak rambut Nasya dan melanjutkan perjalanan.
Kali ini Rendra mengantar Nasya sampai di depan kost an, sudah lama sepertinya dia tidak menginjakkan kaki di kost Nasya.
"Bos, mau aku buatkan minum?" tawar Nasya. Membuka pintu dan menaruh bawaanya.
"Tidak, terima kasih, aku langsung pulang saja. Aku hanya ingin mengingatkan saja. Perjanjian kita masih berlaku, besok kamu siapkan keperluanmu. Kita akan keluar kota selama beberapa hari untuk urusan bisnis. Jadi, aku mohon siapkan dirimu." Nasya hanya mengangguk, lagi-lagi ia diingatkan dengan perjanjian itu.
Malam ini perutnya akan terasa kenyang karena harus menghabiskan Nasi padang pemberian Rendra. Bosnya itu memang sangat perhatian, selalu memperhatikan isi perut Nasya. Hari ini bagi Nasya adalah hari yang sangat berkesan, karena Rendra tidak menghindarinya. Hal itu sedikit membuat Nasya lega.
****
Perjalanan jauh membuat Nasya tertidur di mobil, rambutnya tampak acak-acakan. Posisi tidurnya pun sembarangan. Berkali-kali Rendra melirik gadis di sampingnya.
Rendra tersenyum melihat Nasya dengan gayanya. Tidak pernah dia mendapati gadis seribet Nasya. Bahkan hatinya terasa bahagia bila berada di sampingnya. Melihat kepolosannya membuatnya semakin tertarik dan membuatnya candu untuk membuat Nasya kesal.
''Egh... " Nasya menggeliat, Rendra terkaget karena tangan Nasya mengenai pipinya.
"Hei, anak gadis bangun, tidur, air liurnya kemana-mana." Rendra menjitak kepala Nasya dan tersentak bangun.
"Kita sudah sampai Bos?" tanya Nasya. Mengucek matanya yang masih mengantuk.
"Tuh, lihat muka kamu udah berantakan. Ini anak gadis apa anak sapi sih. Tidur pake acara ngiler segala." Rendra mengarahkan kaca mobil ke arah Nasya.
"Argh...! ya ampun wajahku."
Buru-buru Nasya mengambil tisu dan membersihkan air liur yang menempel. Merapikan rambutnya dan kembali menyemprotkan Face mist agar terlihat segar.
Rendra tersenyum geli melihat tingkah konyol Nasya. Gadis itu benar-benar tidak canggung dihadapannya.
"Bos, apaan sih malah tertawa." Nasya merasa malu Rendra menertawainya.
"Aku nggak nyangka asistenku seunik kamu."
"Hahaha aku emang unik, tapi hati-hati ya, nanti bisa jatuh cinta lho." Nasya menggoda Rendra.
"Ish, Ogah cinta sama gadis tukang ngiler kayak kamu." Rendra berusaha tenang.
"Hahaha kita lihat aja." Tantang Nasya.
"Uh, dasar asisten genit. Ingat no baper !"
"Si Bos tuh yang suka baperan." Nasya mengerucutkan bibirnya. Mereka tertawa bersama menemani perjalan yang tinggal separuh lagi.
Hati akan terasa indah bila bersama. Melihatnya tertawa hati akan terasa bahagia.

Book Comment (174)

  • avatar
    putraLucky

    karena ngomonya terlalu bagus

    8d

      0
  • avatar
    21Melanii

    saya suka cerita novel nya

    18d

      0
  • avatar
    Putri Sulung

    ooo

    19d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters