logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Pov Nasya

Pov Nasya
Aku tidak menginginkan terlahir dari keluarga yang terpecah-belah, tetapi itulah takdir yang tidak bisa kutolak. Nenek adalah sosok yang merawatku sejak kecil. Beliau sangat menyayangiku, ikhlas merawat dan menjagaku. Padahal di saat usianya yang renta, seharusnya beliau menikmati masa tuanya. Aku begitu menyayangi Nenek lebih dari orang tuaku sendiri, bertekad akan selalu membahagiakannya. Karena beliau adalah sumber kekuatanku untuk hidup.
Membantu nenek berjualan setiap sepulang sekolah membuatku terbiasa dengan kerasnya hidup. Mulai dari hinaan serta berjuang mengumpulkan rupiah untuk bertahan hidup.
Dari sinilah aku mulai mengenal Kak Vano, cinta pertamaku. Hubungan kami hanya berlangsung singkat. Kami harus putus lantaran Kak Vano harus mengembangkan usaha ayahnya di kota.
Status sosial kami pun berbeda, orang tuanya tidak suka melihat kedekatan kami hanya karena latar belakangku berasal dari keluarga berantakan dan miskin.
Begitulah manusia selalu memandang derajad dan harta sebagai tolok ukur. Memandang sebelah mata hanya karena miskin harta.
Hingga pada akhirnya, tuhan begitu sayang kepada Nenek. Di saat aku lulus SMA beliau meninggalkanku untuk selama-lamanya. Duniaku terasa runtuh, tidak ada yang bisa kujadikan sandaran selain Nenek. Beliau tempatku mencurahkan segala keluh kesah, bahagia, tangis, canda, semua kucurahkan padanya.
"Aww ... !!!" sebuah bola basket terasa memantul mengenai kepalaku. Aku baru ingat sedang menemani si Bos bermain bola basket di lapangan komplek.
Badannya yang kekar dipenuhi peluh keringat. Entah sudah berapa kali ia berhasil memasukkan bola ke dalam ring basket. Tubuhnya yang tinggi dan atletis membuatnya terlihat keren.
"Ini Bos minumnya," kusodorkan sebotol air mineral.
Aku menelan saliva kuat-kuat saat melihatnya mengusap keringat yang menempel di tubuhnya. Kenapa aku ini? Kenapa otakku jadi seperti ini melihat Rendra.
'Its so sexy ... ' batinku, dan tentunya harus menahan napas berkali-kali saat melihat pemandangan yang tak biasa.
"Kamu lihatin apaan? Jangan mesum ya." si Bos memukul kepalaku.
"Awww ... !!! si Bos kebiasaan deh, ini tu kepala bukan kendang, seenak jidat main pukul aja." Aku cemberut, menggaruk kepala yang sakit akibat pukulannya.
"Kamu bisa main basket?" tanya Rendra sembari memantulkan bolanya.
Aku menggelengkan kepala, karena postur tubuhku yang kecil aku benci permainan ini. Selalu mempunyai riwayat yang buruk dengan permainan ini.
"Ayok aku ajari," Rendra menarik tanganku, mengajakku bermain basket.
Hari minggu ini si Bos mengajakku menemaninya bermain basket. Lebih tepatnya menjadi penonton belaka, karena aku sama sekali tak suka dengan permainan ini.
Ia mulai mengajariku cara mendrible bola hingga menshoot ke dalam ring. Si Bos sangat sabar saat mengajariku bermain basket.
Mulai mengangkat bola dan mulai membidiknya masuk ke dalam ring. Baru saja melemparnya, tubuhku sudah terhuyung jatuh kebelakang. Si Bos dengan sigap menangkapku agar tak jatuh. Kini tubuhku berada di dalam dekapannya, tatapan matanya begitu hangat, ah tak kukira Bosku yang amit-amit ini bisa tampak cool kali ini.
"Kamu baik-baik aja kan? " tanyanya.
Aku langsung beranjak dan membetulkan rambut yang berantakan, "Iya Bos, maaf. Aku memang tidak jago bermain basket."
"Hahaha aku sudah tahu, tubuh kecil kayak kamu mana mungkin jago main basket."
Baru saja memujinya dalam hati, sudah mulai muncul sifatnya yang menyebalkan.
"Besok pagi kamu free, istirahatlah di rumah. Aku tidak akan mengganggu."
"Benarkah?" aku masih tak percaya mendengar perkataan Bos.
Aku begitu senang karena besok mempunyai hari libur. Setidaknya aku tidak menghadapi si Bos yang semaunya sendiri. Bisa seharian bermalas-malasan tanpa menghadapi Rendra.
"Tentu saja, ayo kuantar pulang sekarang. Ingat, nanti malam kita akan ada acara Dinner bersama keluarga besarku. Kamu harus jaga kondisi."
Rendra menggandengku erat. Genggaman ini benar-benar membuatku salah paham dengan perlakuannya padaku. Oh tuhan bila aku bisa memilih aku ingin menjalani hidup yang normal tanpa ada perjanjian satu apapun dengannya.
Bila waktu bisa diputar kembali rasanya ingin menolak semua perjanjian yang telah aku setujui.
******
Aku telah siap mengenakan gaun pemberian Rendra pagi tadi, berulang kali membolak-balikan tubuhku di depan cermin. Sengaja memoles make up tipis dan natural. Memakai lipstik warna nude selalu menjadi pilihanku.
Aku tidak ingin wajahku yang imut ini terkesan tua memakai make up yang mencolok, menenteng clutch warna gold yang membuat penampilanku lebih elegan.
Terdengar suara pintu kamar ada yang mengetuk, aku yakin pasti Si Bos. Segera kubuka pintu kamar. Benar saja Si Bosku yang tampan sudah berdiri di depan pintu.
"Kamu sudah siap? " tanyanya tak berkedip melihatku.
Sepertinya aku sudah berhasil membuatnya terkesima melihat penampilanku. Buktinya ia tak berkedip saat pertama melihatku.
"Bos,kita berangkat sekarang? " Aku malah canggung dengan tatapanya yang entah padaku.
"I-i-ya kita berangkat sekarang, oh ya nanti di depan keluargaku jangan panggil aku Bos. Panggil sayang, okey?"
Aku hanya menghela napas, lagi lagi aku diingatkan pasal perjanjian itu. Argh...! rasanya ingin kututup telingaku agar tak mendengarnya.
"Baiklah." aku berjalan mengekori Rendra. Ia berbalik dan meminta tanganku. Membuatku bingung dengan perlakuannya.
Ia meraih tanganku dan menggandengnya menuju mobil. Sepertinya aku akan menjadi princess semalam atau mungkin seperti cinderela dalam cerita dongeng. Setelah pukul 12 malam akan berubah menjadi upik abu kembali.
Akhirnya kami sampai di sebuah halaman rumah megah yang nampak asri. Aku terkagum melihat rumah Rendra yang begitu besar, tak pernah kubayangkan akan menginjakkan kaki di rumah sebesar ini. Sedari kecil sudah terbiasa hidup sederhana bersama Nenek. Kedua orang tua ku? Sudahlah lupakan sajalah mereka. Anggap saja mereka hanya bagian tidak penting dalam hidupku.
Aku menggenggam erat tangan Rendra, takut bila sambutan keluarganya tidak suka kepadaku. Hanya karena perbedaan status sosial kami. Seperti perlakuan keluarga Vano dahulu, aku benar-benar merasa tak dihargai sama sekali.
"Kamu nggak usah takut, Bunda orangnya baik. Dia pasti menyukaimu." Ucapan Rendra lumayan menghilangkan rasa canggungku.
"Tapi ... Bos," aku masih tampak ragu. Mengingat perlakuan keluarga Kak Vano saat itu membuatku sedikit takut.
"Udah kamu tenang aja, ada aku di sini." Rendra membelai pelan pipiku, mencoba menenangkanku.
Kami berjalan bergandengan memasuki rumah, banyak pasang mata melihat kami takjub. Aku mulai canggung, Bos Stevi menatapku tajam, tatapannya terlihat tidak suka, tapi apalah, bagiku itu tak penting. Langkahku terhenti saat kehadiran seorang wanita cantik menyapa kami, wanita itu seperti tak asing bagiku. Detak jantungku seakan berhenti melihat paras ayunya yang teduh, merindukan kasih sayang yang selalu kurindukan sedari kecil.
"Apakah ini Nasya, Rendra?" tanyanya lembut.
"Iya Bunda, dia Nasya asisten sekaligus pacarku." Rendra mengangguk memberi kode padaku untuk berkenalan dengan Bundanya.
"Salam kenal Bunda," aku tersenyum. Hatiku mulai tak karuan saat bunda Rendra memelukku. Pelukan itu seakan mengingatkanku pada seseorang. Dia yang tak pernah kukenal wajahnya sejak kecil.
"Kamu sangat cantik, beruntungnya Rendra memiliki pacar sepertimu. Meskipun sebenarnya dia sangat menyebalkan, Bunda yakin dia sangat sayang padamu." Aku tersenyum, pipiku memerah. Bagaimana mungkin dia sayang, sikapnya saja berubah-ubah. Apalagi pasal perjanjian itu.
"Cantik dong bun, nggak kalah cantiknya 'kan sama Bunda." Rendra merangkul bahuku, senyumnya terlihat tulus. Bahkan akupun sangat iri melihat kedekatan Rendra dan Bundanya.
Malam ini seperti malam yang tak akan pernah bisa kulupakan, bertemu dengan seorang wanita yang teduh dan membuatku mersakan hangatnya kasih sayang seorang Ibu. Ia sama sekali tak mempermasalahkan status sosialku. Walaupun pada kenyataannya hubunganku dengan putranya hanyalah pura-pura.

Book Comment (174)

  • avatar
    putraLucky

    karena ngomonya terlalu bagus

    8d

      0
  • avatar
    21Melanii

    saya suka cerita novel nya

    18d

      0
  • avatar
    Putri Sulung

    ooo

    19d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters