logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4 Ketahuan

Jean melangkahkan kakinya menuju area kafe yang terletak di lantai dasar, di gedung yang sama dengan kantor tempat Adam bekerja.
Siang itu, ia tanpa sadar telah melajukan mobilnya ke area gedung perkantoran tempat di mana Adam bekerja setelah jam makan siang berakhir.
Hampir setengah hari ini Jean telah berpikir ulang tentang rencananya untuk 'mengunjungi' Adam dengan segala kekesalannya. Ia tahu ia telah bertindak impulsif, terbukti dengan keberadaan dirinya di sini sekarang yang seperti orang bodoh sedang duduk di salah satu kursi kafe, sambil menyeruput segelas soda dingin dibalik penampilan kacamata hitamnya.
Ia bahkan berkeringat dingin dan tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk memulai rencananya itu. Sudah hampir satu jam ini ia hanya duduk mengamati para pekerja pria dan wanita yang lalu lalang dengan setelan kantor mereka tanpa tahu harus melakukan apa.
Beberapa orang yang sempat menatapnya, mungkin menganggapnya aneh. Bagaimana tidak, ia satu-satunya wanita berpenampilan kasual yang berada di area para pekerja sibuk dengan setelan rapi mereka.
"Permisi ...," sapa seorang pria dari arah belakangnya sembari menepuk perlahan bahunya, membuatnya seketika terperanjat.
"Y ... ya?" jawabnya sedikit gugup. Jean membetulkan letak kacamata hitamnya dengan sedikit was-was. Ia takut jika seseorang mungkin telah memanggil petugas keamanan atau semacamnya untuk mengusirnya.
"Apakah Anda bekerja di sini?" tanya pria itu yang kini telah berdiri di hadapannya.
"Apa?" tanya Jean. Ia menggigit bibirnya tanda gugup. Ia kemudian berdiri dan meraih tas serta minuman sodanya dari meja. Ia bermaksud untuk meninggalkan kantor Adam secepatnya sebelum terjadi sesuatu yang mungkin akan disesalinya.
"Maaf, aku bukan pekerja di sini, aku hanya pengunjung saja, dan aku hendak ...," ucapnya kikuk. Karena terburu-buru melangkahkan kakinya, ia tak sengaja tersandung kaki meja dan kemudian tanpa disangka-sangka, sukses menyiram pria bersetelan rapi yang ada di hadapannya itu dengan kejadian yang begitu cepat!
"Pyuuur...!!!"
"Oh, ya Tuhan!" pekiknya tertahan. Ia membulatkan matanya saat cairan soda yang berwarna merah itu menetes-netes dengan dramatis di area perut pria itu hingga ke bagian bawah celananya. Jean segera memejamkan matanya dan mengutuki kecerobohannya sendiri.
Sama terkejutnya dengan Jean, pria itu hanya dapat membeku di tempatnya sambil menahan cairan dingin yang merembes di area perut dan alat vitalnya. Dan sungguh, ia bahkan benar-benar bisa merasakan cairan sedingin es itu merembes perlahan-lahan di balik celana kerjanya yang otomatis meresap ke bagian celana dalamnya.
Pria itu sudah mengatupkan rahangnya dan mengepalkan tangannya seolah siap untuk menyembur wanita yang berada di hadapannya itu sampai seketika keinginannya itu ia urungkan karena wanita di hadapannya kemudian melepas kacamatanya dan menatapnya dengan panik.
Cantik! Batinnya. Sejenak ia tertegun.
"Ma ... maafkan aku, Tuan, aku tidak sengaja," ucapnya dengan mimik yang benar-benar panik. Ia dengan gugup kemudian meletakkan kembali gelas sodanya dan tasnya di atas meja. Ia mengais tasnya seolah ingin mencari-cari sesuatu.
Sekotak tisu kecil akhirnya berhasil wanita itu dapatkan setelah mencari di dalam tasnya. Matanya membulat, sedetik setelah ia mengulurkan tisu tersebut. Detik berikutnya, ia tiba-tiba telah menarik kerah setelan jas pria itu dan membimbingnya untuk ikut berjongkok dengannya.
"Jangan berani-beraninya kau beranjak dari tempatmu," bisiknya seolah memberi peringatan keras. Karena begitu panik, tanpa sadar ia bahkan sudah memberi ancaman pada orang asing yang baru ditemuinya.
Bisa pria itu lihat ada raut kekhawatiran pada wanita itu setelah ia menariknya dengan paksa agar ikut berjongkok berhadap-hadapan dengannya.
"Apa yang kita lakukan?" tanya pria itu heran. Tanpa sadar ia juga ikut berbisik seperti wanita itu.
"Sssh ... diamlah, dan ambillah ini," ucap wanita itu. Ia menarik beberapa tisu dan memberikan kepada pria di hadapannya itu dengan cepat. Selanjutnya, ia dengan gugup mengelap tumpahan soda yang ada di atas lantai dengan gerakan-gerakan canggung dan gelisah.
Tatapan mata wanita itu sesekali melirik apa pun itu dari balik tubuhnya dengan was-was. Wanita itu sesekali menggigit bibirnya dan memejamkan matanya dengan cemas. Setelahnya, ia bahkan merapatkan dirinya padanya dengan mimik seolah memohon agar ia tak beranjak dari sana.
Karena tak tahu apa yang tengah terjadi, pria itu akhirnya hanya diam dan mengamati saja gerak-gerik wanita aneh yang baru saja ditemuinya itu.
"Apa yang kau inginkan, Adam?" tanya suara seorang wanita yang tengah mendekat ke arah kafe.
Jean sontak memejamkan matanya dan meremas tisu yang ada di genggaman tangannya dengan kencang. Ia memohon dan berdoa dalam diam, karena beberapa saat yang lalu, tepat setelah ia hendak pergi, ia melihat Adam dan Sharon yang datang dari kejauhan berjalan mendekati kafe ini!
Jean semakin menundukkan wajahnya hingga gerai-gerai rambutnya menutupi sebagian besar wajahnya saat kedua pasang kaki yang dihindarinya itu melangkah melewati meja tempatnya berjongkok.
Jean refleks menarik lengan pria yang ada di hadapannya dan menggeleng lagi dengan putus asa untuk memberinya isyarat saat pria itu mulai bergerak. Ia takut pria itu akan pergi, hingga dirinya tak memiliki tempat berlindung untuk menyembunyikan diri lagi.
Tanpa diduga-duga Jean, pria yang ada di hadapannya itu kemudian melepas setelan jasnya dan tiba-tiba menangkupkan jas miliknya itu ke atas kepala Jean.
"Pergilah," bisiknya sembari memberi isyarat.
Jean yang cepat tanggap, hanya mengangguk singkat dan segera berdiri. Ia lalu melesat meninggalkan kafe tanpa menoleh lagi. Ia hanya ingin keluar dengan selamat dari dalam sana.
Pria tadi tersenyum simpul dan sedikit menggeleng kecil menyaksikan wanita ramping yang tengah bersembunyi dengan jasnya itu berlari dengan panik hingga berhasil keluar dari kafe dengan selamat. Entah selamat dari apa, yang pasti ia tahu bahwa wanita itu sedang dalam kesulitan beberapa saat yang lalu.
Dengan tenang, ia kemudian meraih tas cokelat berukuran sedang milik wanita itu yang masih tergeletak di atas meja dan membawanya bersamanya. Ia pun meraih gelas soda miliknya dan membuangnya ke dalam tempat sampah terdekat. Setelahnya, ia menuju ke meja kasir dan menyerahkan beberapa lembar uang untuk pekerja di sana sembari meminta maaf karena telah ceroboh menumpahkan minuman.
"Adam, ini minuman milikmu," ucap seorang wanita saat ia hendak melenggang pergi. Pria yang dipanggil Adam itu mengangguk dan tersenyum sekilas pada wanita itu.
"Kau melamun?" tanya Sharon pada Adam ketika pria itu tak begitu fokus saat mereka memesan minuman tadi. "Apa kau melihat sesuatu?" tanya Sharon lagi.
"Pria itu ...," gumamnya sambil menunjuk seorang pria yang tengah berjalan memunggungi mereka sambil membawa sebuah tas wanita, menarik perhatiannya. Pasalnya, ia merasa begitu familier dengan tas yang pria itu bawa.
"Oh, maksudmu Darren? Ia adalah manajer pemasaran yang baru. Ia baru bekerja beberapa hari ini," jawab Sharon tanggap, karena mengikuti arah pandang Adam. "Kenapa? Apa kau mengenalnya?" tanya Sharon.
"Tidak, aku tak mengenalnya. Dan mengapa perusahaan kita membutuhkan manajer lagi?" tanya Adam.
"Kau terkejut ya? Tak usah kau pikirkan. Ia lebih muda darimu, tak mungkin kemampuannya dapat menandingimu. Lagipula, semua karyawan di divisi pemasaran tahu, siapa manajer yang paling handal. Yaitu adalah kau, Baby ...," bisiknya perlahan.
Adam mengerutkan alisnya. Entah mengapa ia merasa terganggu. "Ia nantinya akan menjadi wakilku, bukan?" tanyanya lagi.
"Pasti, Baby. Perusahaan sudah memiliki dirimu. Pasti ia hanya akan ditugaskan untuk membantumu saja nantinya. Kita tunggu saja pengumuman resminya besok. Ia juga belum bekerja secara efektif. Dan aku mengetahui itu dari sekretaris manajer keuangan. Semua karyawan di sini bahkan belum begitu mengenalnya secara resmi."
"Apa ia putra dari seseorang yang berkuasa atau menjabat di sini?" tanya Adam lagi.
Sharon tergelak sejenak. "No, ia hanya pria biasa. Pengalaman kerja dan pendidikannya pun terlihat biasa. Dan jika ia adalah pria yang berpengaruh, sudah pasti Sebastian si penjilat tua itu memperlakukannya dengan berbeda," komentar Sharon. Sebastian yang ia maksud adalah direktur perusahaan mereka.
"Baiklah," jawab Adam singkat. Ia dan Sharon kemudian menuju ke arah lift untuk kembali lagi ke ruangan mereka.
Sedang Darren, pria yang menenteng tas milik Jean itu keluar dari pintu kafe dalam keadaan bingung. Ia menoleh ke kanan dan kirinya mencari-cari sosok wanita yang membawa jasnya tadi.
"Sst ... hei, kemarilah!" Darren yakin, sebuah teriakan yang berbisik itu benar ditujukan untuknya saat ia melihat wanita mungil di sudut kafe yang terlindungi taman kecil melambai-lambaikan tangan kepadanya dan memberi isyarat untuknya agar mendekat. Tanpa menunggu lagi, ia kemudian mendekati wanita itu.
"Ini milikmu," ucapnya sembari mengulurkan tas milik wanita itu.
"Terima kasih," jawabnya kikuk. Ia menerima tasnya dengan sungkan. "Apa kau karyawan di perusahaan ini?" tanya Jean.
"Benar," jawab Darren. "Dan kau? Apa kau karyawan di sini?" Darren balik bertanya pada Jean.
"Kuharap begitu," gumamnya tak terlalu jekas. "Tapi seperti yang sudah kubilang tadi, aku bukan karyawan di sini. Maafkan aku karena telah mengotori bajumu," ucapnya kemudian. "Ikutlah denganku mm ...,"
"Darren," potongnya memperkenalkan diri.
"Baiklah, Darren. Aku Jean," balasnya. "Aku benar-benar meminta maaf karena telah melibatkanmu dalam hal memalukan seperti tadi. Biarkan aku mengganti biaya pencucian setelanmu."
"Apa kau sedang bersembunyi dari seseorang?" tanya Darren blak-blakan. Jean mengerjap dan membasahi bibir bawahnya dengan gugup. Karena pertanyaan itu begitu tepat.
"Apa kau mungkin sedang memata-matai seseorang?" lanjutnya. "Apa itu Adam?" tanyanya lagi.
Seperti sebuah tembakan yang dilepaskan dan tepat mengenai sasarannya, seperti itu lah pertanyaan Darren yang ia rasakan. "Ap .. apa? Ha ... haha ... hahaha!" Jean tertawa garing untuk menutupi kecanggungannya. "Oh, ya ampun ... aku tak mungkin memata-matainya," ucapnya berlagak santai.
"Apa kau mengenalnya?" tanyanya kemudian dengan waspada. Hanya butuh sedetik saja untuk ia kemudian mengubah mimiknya dengan serius. Dan itu jelas kentara menunjukkan bahwa Jean sedang gelisah setengah mati.
Senyum tipis tersungging di bibir Daren saat dilihatnya wanita itu seketika panik. Ia yakin, tebakannya tentang Adam tadi sudah tepat mengenai sasaran. Dan rupanya benar, kepanikan wanita itu memuncak saat ia menyebutkan nama Adam.
"Tentu saja!" balasnya kemudian. "Aku mengenalnya." Ia memasang wajah polos seolah benar-benar tak memiliki prasangka apa pun.
Demi apa pun juga, Jean seketika pucat pasi. Ia menelan ludahnya dengan susah payah.
Apakah aku ketahuan?? Habislah aku ....!!! Batinnya merana.
____****____

Book Comment (143)

  • avatar
    HidayatiAnis

    Emang sih ga tau kek apa rasanya diselingkuhi. tp, membayangkan saja sudah kesal. hanucurin aja tuh dia pria dan wanita gatelnya sekalian!!

    07/08/2022

      1
  • avatar
    LubisDiena

    dari awal bab udah bikin gemes nie ceritanya

    05/05/2022

      4
  • avatar
    Vina_Rosse

    semangat kak 😍 ceritanya menarik. 🥳🥳🥳

    26/04/2022

      11
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters