logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Berkunjung

Jean sedang berada diantara kumpulan bunga-bunga segar dan beberapa tanaman hias yang ia jual di dalam tokonya dengan tatapan pilu. Ia menunggu kedatangan Jasper, dan menghabiskan waktunya untuk menatap semua bunga-bunga cantik pengisi tokonya.
"Klining!"
Suara bel pintu yang terbuka sontak membuatnya menengadah. Di ambang pintu itu ia melihat Jasper, saudara kembarnya sedang berdiri di sana. Ia mengenakan jaket jeans-nya dan kaus putih serta sepatu boot favoritnya. Rambut cokelatnya yang mirip dengannya kini diikat kecil dan membentuk kunciran yang berantakan tapi tetap terlihat maskulin.
Serta-merta Jasper langsung menghampirinya dan memeluknya tanpa banyak kata. Baru setelah itu, Jean dapat menangis tersedu di dalam pelukan saudaranya. Ia menangis sesenggukan seolah ingin meluapkan seluruh emosinya yang telah tertahan selama ini.
"Aku hanya akan memberimu pelukanku padamu untuk hari ini. Dan selanjutnya, jika kau mengalami hal seperti ini lagi karena lelaki berengsek itu, aku tak akan sudi menemuimu," ucapnya tegas.
Jean hanya mengangguk-angguk dan sesekali mengusap sisa air matanya sebelum akhirnya ia bisa sepenuhnya menghentikan tangisannya.
Saudara kembarnya itu memang selalu ketus saat menyampaikan sesuatu padanya. Tapi, Jean tahu, dibalik ucapannya yang ketus, ia sangat menyayanginya. Mereka sekarang hanya hidup berdua dan saling memiliki satu sama lain. Setelah orangtua mereka meninggal karena kecelakaan, hanya Jasper-lah satu-satunya saudara yang ia miliki. Walau mereka memiliki beberapa bibi dan paman, tapi tak ada yang sedekat itu selain saudara kandung sendiri, bukan.
"Eww ... kau baru saja memberikan noda bedak, lipstik, dan juga ingusmu pada kaus baruku!" protesnya setelah Jean melepaskan pelukannya.
"Kau ingin menghiburku atau apa?!" ucapnya kesal sambil memukul bahu Jasper.
"Aku sudah terlalu capek untuk mengatakan, 'lihat, sudah kubilang padamu, bukan?' beratus-ratus kali seperti sebelumnya. Dan kali ini, aku tak akan berkomentar apa-apa. Aku hanya ingin menanyakan satu hal padamu. Apakah benar akhirnya kau akan terlepas dari si berengsek itu?!"
Jean menghembuskan napasnya sejenak. "Ya, Jas ... ia tadi memberiku berkas perceraian, dan aku sudah menandatanganinya."
"Bagus!" jawabnya. "Lalu apa rencanamu?" tanyanya.
"Keluar dari rumah itu, mendapat hartaku kembali, dan akan membunuhnya aku rasa," jawab Jean kesal sekaligus pasrah.
"Oh, please ...," Jasper memutar kedua bola matanya dengan sinis. "Ya, bunuhlah saja dia, dan untuk itu jangan lupa kau juga harus mempersiapkan kantung jenazahnya serta tempat di mana kau akan menguburnya," ucapnya mencemooh.
"Lima tahun, Jasper. Dan ia sudah terlalu mengambil banyak hal dariku! Laporan sial*n itu, jabatanku, serta impianku untuk memiliki anak," keluh Jean. "Dengan membunuhnya saja akan terlalu bagus untuknya. Aku akan membunuh kehidupannya, kariernya, bahkan juga impiannya. Aku akan membuat ia hidup bagai di neraka. Ya, mungkin dengan itu aku akan dapat merasa sedikit puas."
"Ya ... silakan, silakan saja ... dan kau akan berakhir dengan mempermalukan dirimu sendiri, mungkin berakhir di penjara atau pun rumah sakit jiwa! Apa kau tak benar-benar mengerti konsekuensi atas semua hal yang kau sebutkan tadi itu?! Lupakan saja dia! Pergi dari kehidupannya, dan berbahagialah!" protes Jasper.
"Tentu, Jas, tapi setelah aku puas membalasnya. Dan tak akan semudah itu melupakan sakit hati yang telah ia tanamkan padaku."
"Oh, ya Tuhan! Jangan biarkan dirimu menggila hanya karena pria berengsek itu, Jean! Sadarlah!"
"Jangan lupakan juga wanita jala*g itu, Jas. Bukan hanya Adam, tapi juga wanita itu. Aku akan membalas mereka berdua. Aku selalu ingat bagaimana wajahnya yang mengejekku saat ia mendatangiku kemarin, saat beberapa kali aku menangkap basah mereka, bahkan saat aku memejamkan mata pun, mereka selalu hadir dalam mimpi burukku dan mencemoohku bersama-sama seolah ... seolah ... aku wanita yang begitu menyedihkan dan ... dan,"
"Oh ... hentikanlah ...," Jasper memotong ucapan yang tak sanggup Jean lanjutkan. Ia kembali memeluk saudarinya dengan perasaan haru dan prihatin.
"Aku bersumpah tak akan tinggal diam, Jas ... aku bersumpah," ucapnya lagi disela-sela isak tangisnya.
****
Keesokan harinya ....
Jean menguncir rambutnya menjadi ikatan kuncir ekor kuda saat ia selesai berias setelah mandi di pagi hari yang terlihat cerah itu. Ia mengenakan kemeja putih dan jeans kasual sebelum akhirnya turun ke lantai bawah untuk bergabung dengan Anna dan Jamie, para pegawai di tempat toko bunganya.
"Hai, Bos! Kau sudah siap rupanya," sapa Anna.
Ia mengingat lagi ekspresi ketakutan Anna pagi-pagi buta tadi saat mendapati Jean tengah tertidur di dalam toko dengan hamparan buket di sekelilingnya. Anna bahkan berteriak saat Jean terbangun dan membuka matanya dengan rambut berantakan seperti hantu.
"Aku tidak tahu kau akan bermalam di sini. Mengapa tak meneleponku agar kita dapat melakukan pekerjaan itu bersama?"
"Tak apa, Anna. Itu terjadi diluar rencanaku juga. Dan yeah, aku harap penampilanku yang sekarang tak membuatmu takut, Anna," balas Jean sambil tersenyum geli.
"Tentu tidak! Kau secantik bunga-bunga ini sekarang. Dan aku salut kau dapat menyelesaikan 100 pesanan buket bunga kita hanya dalam waktu semalam. Karenamu, pengiriman hari ini dapat terselesaikan lebih awal dari waktu yang seharusnya ditentukan. Kuakui, kau sungguh luar biasa, Jean!"
Jean hanya tersenyum mendengar ucapan Anna. Andai ia tahu jika pesanan buket-buket bunga itu berhasil dikerjakannya semalaman karena ia sengaja ingin mengalihkan kemarahannya, pasti Anna akan bertanya lebih tentang itu. Jadi, Jean memilih untuk diam saja.
Suara dering telepon memecah aktivitas mereka seketika. Anna yang berada dekat dengan telepon, menerima panggilan itu dengan segera.
"Halo, selamat pagi, Jeanica Florist, ada yang dapat saya bantu?" sapanya saat menerima panggilan itu.
Dengan isyarat tangannya, Jean memberitahu Anna bahwa dirinya akan keluar tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Anna yang sedang berbicara pada pelanggan, hanya mengangguk sebagai tanda bahwa ia mengerti.
Jean kemudian keluar dari toko bunganya dan meninggalkan Anna yang sedang bertelepon. Tepat saat itu, Jamie pekerja satunya tengah menyeberang jalanan untuk menuju ke toko. Ia rupanya telah kembali dan baru saja keluar dari area parkir yang terletak di seberang toko mereka.
"Bagaimana pengantaran pesanannya, Jamie?" tanya Jean.
"Lancar, Bos! Pelanggan kita sangat senang karena pengiriman lebih cepat dari jadwal yang seharusnya mereka minta. Dan apa kau tahu? Mereka memberi kita bonus tambahan!" ucapnya girang sembari menunjukkan sebuah amplop pada Jean.
Jean tersenyum dan mengangguk. "Baguslah Jamie, nikmatilah bonus itu dengan Anna,"
"Benarkah, Bos? Kau yang mengerjakan seluruh pesanan itu, setidaknya nikmatilah bersama kami," ucapnya.
"Tak masalah, Jamie. Aku ada keperluan hari ini, dan tampaknya hari ini tak akan ada terlalu banyak pesanan. Jadi, aku pasrahkan toko pada kalian ya untuk hari ini. Jika ada sesuatu yang mendesak, kau dapat menghubungiku, Jamie," ucap Jean.
"Oke, ma'am!" jawab Jamie bersemangat. "Tunggu, apa kau baik-baik saja? Karena tampaknya kau sedikit pucat dan tak bersemangat. Apakah telah terjadi sesuatu, Jean?" tanya Jamie.
"Aku tak apa, Jamie. Ada kemungkinan Jasper akan mampir nanti, berikanlah buket yang ia mau, karena tampaknya ia akan merencanakan makan malam dengan seorang gadis atau semacamnya."
"Lagi? Apakah Jasper bahkan tak mengencani salah satu dari mereka?" tanyanya tak percaya. "Bagaimana ia akan menjalani sebuah pernikahan jika bahkan ia tak dapat berkomitmen hanya pada satu wanita. Hm, mungkin setelah ia menemukan orang yang 'tepat' untuk menikah, ia akan berubah," komentar Jamie.
"Entahlah Jamie, pernikahan ternyata tak semudah itu ... mungkin kau kira kau telah menemukan orang yang tepat, tapi ada kalanya, setelah kau meletakkan hidup dan seluruh kepercayaanmu pada orang itu, ia bisa saja berbalik menikammu dengan cara yang paling menyakitkan yang tak pernah kau sangka sebelumnya."
Jamie menatap Jean dengan sedikit heran setelah mendengar ucapannya. "Oke ... jangan mengatakan hal itu hanya karena kau ingin membela saudaramu, Jean," ucap Jamie. "Dan aku rasa, orang-orang seperti itu tak ada di antara kita. Terutama Mia-ku yang cantik, aku akan melamarnya bulan depan, bagaimana menurutmu?" tanya Jamie dengan wajah berseri.
"Jika kau merasa ia adalah orang yang tepat, maka lakukanlah yang hatimu ingin lakukan, Jamie," jawab Jean.
"Benar! Jika ia menerimaku, kemungkinan aku juga akan memiliki pernikahan yang bahagia sama sepertimu, Jean. Aku akan memperlakukan Mia seperti Adam memperlakukanmu."
Perasaan nyeri seketika menyergap dada Jean saat Jamie mengatakan tentang pernikahannya. Ia sedikit mengernyit dan hanya tersenyum dengan samar untuk menutupi itu.
Beruntung, saat kemarin Sharon mendatanginya di toko dan memprovokasinya, kedua pegawainya sedang tidak berada di sana. Jamie dan Anna waktu itu sedang dalam perjalanan untuk mengantarkan beberapa pesanan yang berjumlah banyak. Saat itu ia sendiri berada di toko, karena untuk mengerjakan pesanan yang lainnya. Jadi, baik Jamie maupun Anna tidak mengetahui tentang keributannya dengan Sharon.
"Baiklah, Jamie, aku pergi ya," ucap Jean kemudian.
"Oke, Bos! Berhati-hatilah!"
Jean mengangguk dan kemudian mulai menyeberang jalan menuju area parkir untuk pertokoan di sekitarnya. Ia segera masuk ke dalam mobilnya dan melajukan kendaraannya ke suatu tempat yang sedari tadi ada di benaknya.
Ia akan pergi ke kantor Adam. Ya, ia akan ke sana dan mungkin akan sedikit memberinya 'kejutan'.
____****____

Book Comment (143)

  • avatar
    HidayatiAnis

    Emang sih ga tau kek apa rasanya diselingkuhi. tp, membayangkan saja sudah kesal. hanucurin aja tuh dia pria dan wanita gatelnya sekalian!!

    07/08/2022

      1
  • avatar
    LubisDiena

    dari awal bab udah bikin gemes nie ceritanya

    05/05/2022

      4
  • avatar
    Vina_Rosse

    semangat kak 😍 ceritanya menarik. 🥳🥳🥳

    26/04/2022

      11
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters