logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 6. Perang Menantu dan Ibu Mertua

Tugas sebagai seorang istri mulai dijalankan oleh Kinan. Pertama-tama dia membangunkan suami tercinta untuk bergegas mandi, kemudian menyiapkan pakaiannya, dan sarapan paginya. Setelah membersihkan kamar tidurnya, Kinan menuju dapur untuk memasak. Ternyata, ia mendapati ibu mertuanya sudah berada disana terlebih dahulu. Kinan pun agak canggung kepada ibu mertuanya itu, ia tak tahu harus mulai percakapan dari mana. Saat ia termenung dalam lamunannya, ibu mertuanya melihatnya berdiri di depan pintu dapur dan memanggilnya.
“Kinan, sedang apa kamu disitu? Cepat kesini,” perintah sang ibu mertua.
“Iya bu,” jawabnya.
“Udah jam berapa ini, Kinan? Seharusnya kamu itu bangun lebih awal. Jadi istri itu harus sigap, jangan lelet,” bentak Bu Rini.
“Maaf, tadi aku bangunnya kesiangan, Bu. Soalnya aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda. Sini, biar Kinan yang meneruskan masaknya,” pinta Kinan yang tertunduk lesu.
“Udah, nggak perlu. Ini sudah mau selesai. Kamu bersih-bersih rumah aja sana. Biar ibu yang masak untuk hari ini,” ujar Bu Rini dengan kesalnya.
Kinan pun meninggalkan dapur dan mulai membersihkan rumah. Sangking luas rumah itu, dibutuhkan waktu 4 jam lebih untuk membersihkannya. Apalagi ditambah Bu Surti lagi pulang kampung. Jadi, Kinan harus mengerjakannya seorang diri. Oh iya, Bu Surti itu asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di rumah Bu Rini, sekaligus ibu kedua bagi Rudi. Waktu Rudi keluar dari kamar tidurnya, pandangan matanya langsung dikejutkan dengan suasana yang membuat hatinya miris. Ia melihat istrinya tengah membersihkan sarang laba-laba yang ada di langit-langit rumah. Tiba-tiba tangga yang dipinjaki Kinan patah, untungnya Rudi dengan sigapnya berhasil menangkap Kinan tepat pada waktunya.
“Kinan, kamu tidak apa-apa kan? Tidak ada yang terluka kan?” kata Rudi khawatir.
“Aku nggak apa-apa kok. Untung kamu menolongku, Mas. Kalau tidak…,” jawab Kinan.
“Ussssshhhh, berhenti, jangan diteruskan. Selama aku bersamamu, tidak akan terjadi apa-apa padamu. Kenapa kamu membersihkan langit-langit? Udah, tinggalin aja, biar nanti aku aja yang bersihin setelah pulang kerja,” tegas nya Rudi kepada Kinan.
“Nggak, jangan. Biar aku aja yang bersihin. Nanti kalau ibu tahu, dia
bisa memarahiku nanti,” keluh Kinan.
Sang ibu mertua tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua. Sontak Kinan kaget, ia takut kalau ibu mertuanya mendengar semua pembicaraannya dengan Rudi.
“Ada apa ini?” tanya Bu Rini.
“Kinan, tadi hampir jatuh. Tapi, untungnya rudi bisa menolongnya di waktu yang tepat. Kenapa ibu menyuruh Kinan membersihkan langit-langit. Kalau untuk ini, ibu bisa bilang ke Rudi kan!. Biar nanti sepulang kerja, Rudi yang membersihkannya,” kata Rudi yang marah kepada ibunya.
“Kamu berani memarahi ibu, Rudi? Ibu tadi hanya bilang ke Kinan untuk membersihkan rumah saja. Ibu tidak tahu kalau dia akan membersihkan ini juga. Kamu juga, Kinan, bagaimana kamu bisa ceroboh, sih. Udah bangunnya kesiangan, sekarang bersih-bersih rumah aja nggak becus. Istri macam apa kamu ini,” kata Bu Rini yang memarahi Kinan.
“Sudah, sudah, hentikkan, Bu. Jangan memarahi Kinan. Saat ini dia sedang terguncang karena kejadian tadi. Kinan, sebaiknya kamu istirahat di kamar saja sana. Ini biarin aja, ” pinta Rudi.
“Tapi, Mas,” jawab Kinan pendeknya.
“Udah, nggak ada tapi-tapian. Kamu harus nurut sama suami. Istirahat aja ya!, aku nggak mau terjadi apa- apa sama kamu. Aku berangkat kerja dulu ya. Assalamualaikum bidadari cantikku,” pamit Rudi.
“Waalaikumsalam,” balas Kinan.
“Rudi, ibu sudah siapkan sarapanmu,” sela Bu Rini.
“Aku udah telat, Bu. Nanti aku makan di kantin kantor aja,” jawab Rudi yang pergi bergitu saja tanpa berpamitan dengan ibunya.
Melihat sikap Rudi yang seperti itu, mata Bu Rini sekejap melotot ke arah Kinan. Seumur-umur, anaknya itu tak pernah sekalipun berani membentak dirinya seperti tadi. Tapi, semenjak menikah dengan Kinan, ia merasa sikapnya benar-benar berubah, bukan lagi Rudi yang penurut dan hormat sama orang tua, melainkan Rudi yang pemarah dan berani membantah perintah orang tua. Hati ibu mana yang tidak sakit dibentak oleh anaknya sendiri, sakitnya itu bagai ditusuk seribu pedang belati yang sangat tajam.
Diam-diam, Bu Rini dalam hatinya telah menyalakan api kebencian mendalam kepada menantunya itu. Ia menyesal kepada dirinya sendiri, karena sudah salah memilihkan pasangan untuk anaknya. Kenapa waktu itu ia langsung menyetujui hubungan mereka, tanpa mencari tahu watak asli Kinan terlebih dahulu. Pepatah mengatakan “nasi telah berubah menjadi bubur ”, artinya adalah apa yang sudah berlalu tidak bisa diputar kembali. Apa yang sudah terjadi ya terjadilah. Sekarang, Kinan sudah menjadi menantunya dan merupakan istrih sah dari anaknya.
Mau tidak mau, segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri menantunya itu harus ia terima dengan lapang dada. Kemarahan dalam dirinya mulai meluapkan lava pijarnya, dengan marahnya ia membuka pintu kamar Kinan dengan keras dan hampir saja mengenai kinan yang berada di belakang pintu.
“Kinaaaaan!” teriak Bu Rini.
“Ada apa, Bu?” jawab kinan dengan gugupnya.
“Kamu sengaja kan tadi, ngelakuin itu supaya Rudi memarahi ibu, jawab,” ujar Bu Rini yang marah.
“Maksud ibu apa? Aku nggak ngerti,” tanya kinan yang ketakutan.
“Kamu sengaja jatuh kan? supaya Rudi menyalahkan ibu karena sudah menyuruhmu bersih-bersih. Iya kan? Jawab, jangan diam saja!. Karena kamu, Rudi sekarang jadi berani membentak ibunya sendiri. Aku sudah menyesal menjodohkan kalian berdua,” kata Bu Rini sambil menggeprak meja.
“Aku tidak ada niatan untuk membuat Mas Rudi buat memarahi ibu. Itu semua murni kecelakaaan. Bagaimana ibu bisa berpikir seperti itu? kalau ibu menyesal sudah menikahkan aku dengan Mas Rudi. Detik ini juga, aku bisa pergi dari rumah ini, ” kata Kinan yang marah kepada ibu mertuanya.
Mendengar pernyataan Kinan, Bu Rini kaget dan tiba-tiba terpikir mengenai bagaimana keadaaan anaknya nanti jika ditinggal istrinya begitu saja, bagaimana ia akan menjelaskannya?, Ia tahu kalau Rudi sangat mencintai Kinan dan tak bisa hidup tanpanya. Tidak, ia tak bisa mengambil resiko itu. Akhirnya ia memutuskan meredam amarahnya demi kebahagiaan putra tercintanya.
“Tidak Kinan, jangan pergi. Maafkan ibu, beberapa hari ini ibu banyak masalah dan tidak bisa berpikir dengan jernih. Maafkan ibu, ya?” ujar Bu Rini.
“Iya, tidak apa-apa, Bu. Maafkan aku juga karena ceroboh tadi. Lain kali aku akan berhati-hati. Maaf kalau aku sudah membuat ibu marah?” jawab kinan yang agak kesal.
“Iya, ya udah, kita lupain aja yang sudah berlalu. Sekarang, kamu bisa menemani ibu ke supermarket untuk belanja makanan buat makan malam nanti?” tanya Bu Rini.
“Baiklah, aku akan ganti pakaian dulu,” balas Kinan.
Tepat Pukul 8 malam, Rudi sudah pulang dari kantor. Ia senang melihat keakraban antara ibu dan istrinya yang tengah menyiapkan makan malam untuknya. Ia lega, akhirnya pertengkaran diantara keduanya sudah usai dan bisa menikmati makan malam keluarga dengan tenang.

Book Comment (181)

  • avatar
    MunandaHarry

    🔥🔥🔥

    8d

      0
  • avatar
    FAIZALMohamad

    👑 nice

    20d

      0
  • avatar
    MemaLista

    sang menyenangkan

    18/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters