logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 7 I change My Life For Me

"Kin."
"Fathan."
"Kita sekarang temenan,  elo duduk sama gue."
Hai masa lalu, kau kembali masuk ke kehidupanku. Apa kabarmu? Ah, tidak. Aku tidak ingin kembali padamu. Aku hanya ingin menyapa. Aku sudah sibuk dengan masa kiniku, dan masa depanku. Bagaimana denganmu? Apa kau putar jarum jammu berlawanan arah, sampai kau berajalan mundur dan kembali menemuiku. Tapi maaf, hariku terus berganti dan kau hanya akan menjadi bagian dari kenanganku.
"Gue punya sesuatu buat elo."
Mungkin dulu aku pernah menyimpan sesuatu untukmu, kau punya satu tempat istimewa di hatiku, tapi, itu dulu. Sebelum aku merasakan sakit di hatiku.
Hai masa lalu.
"Kita itu sahabat, gue ada buat elo. Elo ada buet gue, suka maupun duka."
Masih ingatkah kau akan ucapanmu itu, saat tak ada jarak di antara kita. Saat tak ada rahasia di antara kita.
"Gue mau bilang sesuatu ke elo, Kin."
"Apaan sih, Than. Formal banget kayaknya."
"Gue harap setelah ini elo nggak bakal ngehindar dari gue, gue suka sama elo."
Keyakinanku yang terlalu besar membuatku harus terjatuh di lubang yang aku gali sendiri. Aku tidak menyalahkanmu, jika dulu kau pernah ada di sisiku. Mungkin hanya aku yang terlalu besar menaruh rasa tentangmu.
"Elo gila, nggak nyangka gue. Selama ini gue bertemen sama homo! Jijik, anjing banget, lo."
Hai Kin yang sekarang, masih ingatkah perkataanmu yang dulu, tentang pengakuanku padamu. Aku pikir hanya cacian darimu saja yang akan aku terima, tapi tidak. Masih terbayang di ingatanku saat anak-anak itu menyorakiku, melempariku dengan segala macam yang mereka anggap sampah. Jika kau lupa, akupun tak akan mengatakannya padamu. Karena bagiku sama saja membuka luka lama yang sudah aku lupakan sejak dulu. Aku pernah jatuh, merasakan sakit hati, bahkan berharap untuk tak lagi di dunia ini. Tapi itu semua sudah aku simpan dalam-dalam dalam sebuah kotak  kenangan yang kunamakan masa lalu. Dan tenang, aku tidak akan melupakannya. Karena saat itu pun aku pernah bahagia saat aku menaruh rasa padamu. Tapi aku pun tak akan kembali pada luka itu. Terimakasih kau sudah pernah menjadi bagian dalam hidupku.
Sesakit apapun itu rasanya, terimakasih. Kau memberiku satu pelajaran yang mampu menguatkanku dalam perjalanan saat ini dan saat nanti. Mungkin sekarang saat kau kembali semuanya sudah berbeda. Bukan mungkin lagi, tapi pasti. Aku sudah tidak punya tempat untukmu lagi, bahkan jika dulu tatapanku hanya tertuju padamu maka lain dengan sekarang. Mungkin mata ini tak akan lagi memandangmu, hanya sekedar menengok saja. Agar aku ingat bagaimana perjalananku dulu dan memberiku peringatan saat aku mulai lalai menajaga lakuku di masa kini.
Lihatlah aku sekarang Kin, aku bukan lagi seseorang yang bodoh seperti dulu. Aku sudah berubah karena semua yang terjadi di masa lalu begitu membekas,  terimakasih atas apa yang kau berikan dulu padaku. Semua cacianmu dan semua pembalasanmu atas salahku yang menaruh rasa padamu. Mungkin dulu aku hampir kehilangan diriku, tapi seseorang memberiku arti lagi. Betapa berharganya setiap nafas yang kuhirup.
Masa lalu marilah kita berdamai, aku akan belajar dewasa dalam menghadapimu di masa ini. Kuanggap impas atas masa lalu yang terjadi di antara kita. Biarkan itu semua manjadi penguat langkahku di masa depan. Semoga.
Aku tidak sadar sedari tadi aku berdiri di depan pintu kamarku, menatapi pintu kamar Kin. Pintu berwarna cokelat muda itu, tertutup. Tapi tak lama kulihat kenop pintu berputar, pintu terbuka. Bisa kulihat ekspresi Kin yang baru saja keluar pun tampak terkaget, mungkin dia heran melihatku sedang berdiri mematung tepat di hadapan kamarnya.
"Fathan."
Aku tersadar, mataku reflek menatap tepat di manik mata Kin.
"Elo belum berangkat? Kita bareng?"
Kin terlihat sangat sopan, ia hanya berdiri di depanku, tangannya menggenggam pegangan tas di depan dadanya. Dulu Kin tidak seperti ini, dia akan langsung merangkulku, sama seperti yang Haden lakukan padaku di saat sekarang ini. Aku tidak menolak maupun mengiyakan ajakan Kin.
Aku berjalan terlebih dahulu. Dan aku bisa mendengar suara langkah Kin yang mengikutiku berjalan. Tingkah Kin sangat membingungkan, orang jahat yang berpura-pura baik itu lebih menyeramkan daripada orang jahat yang jelas terlihat kejahatannya. Itulah Kin, aku tidak bisa menebak apa yang sedang Kin lakukan. Andai aku bisa membaca pikiran orang, mungkin saat ini aku sudah bisa membaca isi kepala Kin.
"Ke mana temen elo itu?"
"Haden, namanya Haden. Dulu dia satu SMP sama kita." Aku bersikap dewasa, aku tidak menghindar lagi. Aku tahu semua ini harus aku hadapi. Membiarkannya mengalir tapi tidak terbawa arus.
Aku tidak mendengar jawaban lagi dari Kin. Entahlah, ia memang enggan untuk menjawab atau dia sudah tahu yang sebenarnya, tapi aku pun tidak ingin terlalu tahu. Aku tidak minat untuk bertanya padanya.
Aku hendak mempercepat langkahku tapi sayang, aku menginjak tali sepatuku sendiri. Aku terjerembab dan hampir terjatuh tapi tanganku ditahan oleh Kin.
"Elo nggak apa, Than?"
Aku hanya menggeleng, tidak, aku tidak apa-apa.
Aku hendak berjongkok mengikat tali sepatuku, tapi Kin berjongkok terlebih dahulu. Ia mengikat tali sepatuku.
"Kin."
"Gara-gara ini elo hampir terjatuh."
Aku teringat bagaimana Kin memperlakukanku dulu."Makasih."
* * *
Mataku terus memandangi pantulan bola di lapangan bola basket, Haden sedang bermain bersama teman-temannya. Tanganku memutar lensa kamera yang aku bawa ke sekolah. Aku suka sekali memotret Haden sembunyi-sembunyi. Dari sana aku bisa mengabadikan semua sisi yang Haden miliki.
"Gam, Gam."
Aku tidak sadar, Haden sudah di sampingku. Aku bisa melihat wajahnya penuh peluh. Aku suka saat melihatnya seperti ini, ia terlihat tampan sekali. Satu kerah bajunya ia buka, terlihat t-shirt yang ia pakai di bagian dalamnya.
"Apa?"
"Gimana elo mau punya pacar, tiap hari yang elo mainin cuma buku kimia, sama kamera lo itu. Sekali-kali ikutan kencan buta, biar bisa tahu pacaran. Terus rasain ciuman."
Aku tidak berminat, untuk apa aku melakukan kencan buta. Jika cintaku saat ini ada di hadapanku. Dekat tapi tak pernah bisa aku sentuh.
"Emang kamu tahu aku punya pacar atau enggak, Den?"
"Emang elo punya? Siapa? Kayaknya dari dulu aja nih yang tiap detik bareng elo itu ya cuma gue, nggak pernah tuh gue lihat elo deket ama cewek."
Coba kamu berkaca Den, kamu akan lihat di sana. Seseorang yang aku kagumi, yang aku cintai sejak dulu.
"Apa perlu ngomong?"
"Elo lagi suka sama cewek? Elo punya gebetan?"
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Membuat Haden merasa tambah penasaran.
"Dia baik, dia penyemangat. Dewasa banget kalo ngadepin masalah. Kadang dia juga konyol untuk hal-hal kecil." Aku tersenyum, aku merasa bodoh menceritakan seseorang padahal orang itu yang mendengarkannya sendiri. "Tapi sayang dia cuek, dia nggak pernah peka. Tapi aku juga nggak ngarep, udah selalu ada buat dia juga aku bahagia. Udah bisa pandang dia dari jauh juga aku udah bahagia."
Kamu nggak pernah tahu Den, gimana perasaanku ke kamu selama ini. Tapi aku udah bahagia selalu ada di sisi kamu, meski hanya sebagai sahabatmu, Den. Aku selalu tersenyum karena kamu ada di sampingku, Den.
Kalau boleh jujur, setiap malam aku selalu berdoa. Menyebutmu di hadapan Tuhanku. Berharap kamu menjadi seseorang dalam hidupku, lebih dari seorang sahabat.
Kalau kamu bisa lihat gimana perasaanku ke kamu,  gimana hatiku saat kamu ada di sampingku.
"Elo kenapa nggak ngomong sama gue? Mau gue bantu?"
Aku mengernyitkan alisku, "nggak perlu."
"Elah, takut kalo gue ngerebut gebetan elo. Atau takut kalo gebetan elo malah naksirnya gue? Hahaha"
Aku bisa melihat tawa Haden begitu lepas, entah kenapa sesuatu di sudut mataku mengalir begitu saja. Aku segera menghapusnya. Aku tak ingin Haden melihatnya. Terimakasih karena kamu selalu ada di sisiku. Karena kamu aku bisa kembali jadi diriku, semua kedewasaan kamu menguatkan aku buat lewatin semua masa laluku. Karena kamu, satu luka yang menyakitiku terhapus. Aku tidak pernah berharap lebih dari ini. Karena ada di sisimu adalah kebahagiaan untukku. Dan saat ini kamu adalah masa kiniku Den, yang mampu menghapus semua masa laluku.
Aku hanya oerlu menjaga perasaanku sampai nanti kita terpisah jarak, Den.

Book Comment (23)

  • avatar
    Doaibu

    bagus

    9d

      0
  • avatar
    KOOKies_Bun

    serious aku benaran enjoy bgt baca buku ini.. penulisan nya bagus pake banget banget bangettt!! rungkaian ayat2 puitis nya ga terkalah 👍😍.. sedihnya sumpah kerasa sampe ga sadar udh nanges sekebun 🥹 ayuh Thor lanjutin critanya.. mau bgt nelusuri hari2 bahagia haden agam 🥹😭

    27/07

      0
  • avatar
    RaudhahAiyra

    aku suka membaca

    09/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters