logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Episode 7.

Tiga jam berlalu, Starla mulai jenuh dan was-was menunggu Deka yang tidak juga menunjukkan batang hidungnya, hatinya kian resah dan takut jika lelaki berwajah tampan itu tidak kembali lagi.
Starla mendesah pasrah, dia pun beranjak dari duduknya dan berjalan keluar dari rumah makan khas Minang itu. Dia bingung harus ke mana, sementara uang di tangannya tinggal tujuh puluh ribu rupiah, dia tak akan bisa bertahan hidup dengan uang segitu, dia harus mencari pekerjaan dan tempat tinggal.
Kaki Starla terus melangkah tanpa arah, tidak terasa dia sudah berjalan beberapa ratus meter dari warung tadi.
“Aku harus ke mana? Aku tidak tahu tempat ini sama sekali.” Starla mengedarkan pandangannya, mengamati sekitar tempat dia berada saat ini, hanya ada pabrik-pabrik yang besar dan kendaraan berlalu lalang.
Hari sudah mulai sore, namun matahari masih bersinar terang, Starla yang sudah lelah berjalan akhirnya berhenti di depan salah satu gerbang pabrik yang tertutup rapat dan duduk selonjoran.
“Aku lelah sekali,” keluh Starla sambil mengusap peluh yang menetes di pelipis dan lehernya.
Sementara itu Deka yang sudah selesai dengan pekerjaannya, buru-buru pergi dari pabrik, dia ingat jika seorang wanita sedang menunggunya saat ini. Namun begitu tiba di rumah makan khas Minang tadi, Deka mendadak kesal dan cemas karena tidak menemukan Starla. Dia pun bertanya pada pemilik warung tersebut.
“Uni, tadi ada wanita berbaju merah dan berambut panjang makan di sini?” tanya Deka.
Pemilik warung itu tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk, “Oh iya, ada. Dia duduk lama sekali di sini, sepertinya menunggu seseorang.”
“Lalu ke mana dia sekarang?” tanya Deka lagi.
“Sudah pergi,” jawab pemilik warung.
“Sudah lama perginya?”
“Sekitar satu jam yang lalu.”
Deka mengembuskan napas kesal, dia buru-buru pergi setelah mengucapkan terima kasih.
“Ke mana dia?” Deka melajukan mobilnya dengan pelan sambil memperhatikan setiap sudut jalanan yang dia lewati, siapa tahu Starla masih ada di sekitar sini.
Dan benar saja, tak lama kemudian dia melihat Starla sedang duduk selonjoran di depan gerbang sebuah pabrik sembari memijit kakinya sendiri.
“Itu dia!” seru Deka.
Deka berhenti tepat di depan Starla dan membuka kaca jendela mobilnya, “Ngapain di situ?”
Starla sontak memandangnya dengan wajah semringah, “Abang!”
Dengan perasaan senang Starla bangkit dari duduknya dan berlari menghampiri mobil Deka, “Aku lelah berjalan, Bang. Makanya aku duduk di situ.”
“Tadi kan aku menyuruhmu tunggu di rumah makan itu, kenapa kau malah pergi?” protes Deka kesal.
“Aku pikir Abang tidak jadi datang, makanya aku pergi. Habis Abang lama sekali,” keluh Starla dengan wajah masam.
“Aku masih ada pekerjaan, makanya lama,” terang Deka kemudian membukakan pintu mobilnya untuk Starla, “ya sudah, cepat masuk!”
Starla bergegas masuk ke dalam mobil Deka, dan mobil Pajero Sport hitam itu segera melesat pergi.
Di dalam mobil, Starla bertanya ini dan itu pada Deka, wanita berparas cantik itu sangat cerewet dan berisik. Berbanding terbalik dengan Deka yang dingin dan tak banyak bicara.
“Memangnya pekerjaan Abang apa?” tanya Starla.
“Karyawan pabrik,” jawab Deka singkat, dia tetap fokus mengemudi.
Starla tercengang, dari penampilannya, Deka lebih pantas menjadi pemilik pabrik ketimbang karyawannya. Lihat saja pakaian dan aksesoris yang dia kenakan, semua bermerek dan pasti mahal, belum lagi mobilnya yang jelas-jelas Starla tahu ini tidak murah. Kalau pun Deka hanya karyawan pabrik, jabatan nya pasti tinggi dan gajinya pun besar, tidak mungkin dia hanya buruh biasa. Atau jangan-jangan dia hanya berbohong.
“Hem, kalau boleh tahu, pabrik apa, Bang?” tanya Starla lagi, dia benar-benar penasaran.
“Mainan.”
“Wah, ada lowongan tidak? Aku bisa kok kerja di pabrik,” ujar Starla antusias, siapa tahu dia bisa mendapatkan pekerjaan yang enak melalui pria di sampingnya ini.
Deka menggeleng, “Tidak ada!”
Wajah Starla seketika berubah masam.
“Nanti aku carikan pekerjaan di tempat lain saja,” lanjut Deka.
“Ya sudah, deh. Kerja di mana saja boleh, yang penting halal dan menghasilkan uang,” ucap Starla pasrah.
Deka tak menjawab, dia hanya diam memperhatikan jalanan yang mulai macet karena sudah waktunya orang-orang pulang kerja.
“Jadi sekarang kita mau ke mana, Bang?” Starla kembali bertanya, wanita itu seolah tidak kehabisan bahan untuk mengobrol dengan Deka.
“Ke rumahku dulu, aku mau mandi, nanti baru cari pekerjaan dan tempat tinggal untukmu,” sahut Deka.
“Tidak apa-apa aku ikut ke rumah Abang?”
“Tidak! Sebaiknya sekarang kau diam, agar aku bisa fokus mengemudi!”
Bibir Starla sontak menyun, wajahnya cemberut mendengar kalimat Deka, lelaki itu terlalu terang-terangan bicara dan juga menyebalkan.
Starla pun akhirnya berhenti bicara, dia memalingkan wajahnya, memandangi deretan bangunan dan toko-toko di pinggir jalan. Meskipun kesal, tapi dia tetap pasrah mengikuti Deka, entah mengapa jauh di dalam hatinya, dia merasa Deka adalah orang baik yang bisa dia andalkan dan menjadi tempat dia berlindung untuk sementara ini.
Sedangkan Deka masih berpikir pekerjaan apa yang cocok untuk Starla dan di mana wanita cerewet ini akan tinggal nanti? Karena dia tak ingin terlalu lama berurusan dengan Starla.
♠️♠️♠️
Bersambung ....

Book Comment (160)

  • avatar
    ApuakAjo

    😵‍💫😵‍💫😵‍💫

    1d

      0
  • avatar
    Hilwa RumaniChelsea

    bgus

    1d

      0
  • avatar
    ErynnaErra

    episode 1 pon dah nice wee

    6d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters