logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Episode 4.

Tawa Victor Chen menggelegar memenuhi langit-langit ruangannya, dia puas sekali setelah membaca berita kematian Heru Wijaya yang diduga kesetrum saat mandi, polisi sepertinya tidak mencurigai jika itu pembunuhan yang dilakukan oleh orang suruhannya, yaitu Deka.
“Kau memang hebat, aku bangga padamu!” puji Victor pada Deka yang duduk di hadapannya.
Lelaki berwajah rupawan namun dingin itu hanya tersenyum samar, sedangkan salah seorang tangan kanan Victor yang bernama Bima hanya melirik sinis Deka, dia tidak menyukai Deka karena merasa iri.
“Seperti biasa, aku akan memberikan hadiah atas keberhasilanmu,” lanjut Victor.
“Terima kasih, Tuan,” sahut Deka.
Victor mengeluarkan ponselnya dari saku celana, lalu mengotak-atik nya sebentar. Tak berapa lama ponsel Deka berbunyi karena sebuah pemberitahuan masuk, buru-buru lelaki beralis tebal dan berhidung mancung itu memeriksa ponselnya.
Deka terkejut, dia sontak menatap Victor, “Tuan, ini tidak salah?”
Victor tersenyum, “Apa aku pernah melakukan kesalahan saat mengirim sesuatu untukmu?”
Deka menggeleng, “Tidak, bukan itu maksudku, Tuan. Tapi apa ini terlalu banyak?”
“Sudah, ambil saja! Uang itu sesuai dengan kerja bagusmu, kau pantas untuk mendapatkannya,” pungkas Victor, dia memang selalu memberikan uang dalam jumlah besar untuk Deka apabila lelaki itu berhasil melenyapkan seseorang, namun kali ini jumlahnya dua kali lipat dari sebelumnya.
“Iya, kalau begitu terima kasih banyak, Tuan,” balas Deka sungkan, inilah hal yang membuat dia selalu merasa berhutang budi pada Victor.
Sementara Bima semakin merasa kesal pada Deka, perlakuan Victor yang berbeda dan selalu membanggakan Deka, sungguh membuat dia iri dan cemburu.
“Baiklah, sekarang kamu kawal pengiriman barang kita ke pelabuhan! Pastikan tidak ada masalah!” titah Victor.
Deka menganggukkan kepalanya, lalu beranjak, “Aku permisi, Tuan.”
“Hem.”
Deka bergegas keluar dari ruangan Victor dan bersiap melakukan tugas yang diperintahkan Bosnya itu.
“Bima!”
“Iya, Tuan.” Bima mendekati Victor dan sedikit menunduk.
“Siapkan semua pekerjaanmu! Satu jam lagi kita akan ke rumah Heru, aku ingin melihat pecundang itu untuk terakhir kali sebelum dia terkubur untuk selamanya,” perintah Victor.
“Baik, Tuan.” Bima mengangguk patuh, sebagai tangan kanan Victor, dia selalu menemani Bosnya tersebut ke mana pun lelaki keturunan Tiongkok itu pergi.
Victor menyeringai, dia tak sabar ingin melihat mayat orang yang sudah mencoba berkhianat kepadanya.
“Inilah akibatnya jika kau coba-coba berkhianat padaku,” ujar Victor sembari melihat foto Heru diberita Online.
♠️♠️♠️
Deka berjalan masuk ke dalam pabrik pembuatan mainan milik Victor, beberapa karyawan yang berpapasan dengannya menunduk hormat. Meskipun terbilang masih muda, tapi Deka cukup disegani di tempat itu, sebab mereka tahu dia adalah anak emasnya Victor.
Dari kejauhan, Rakis yang merupakan mandor pabrik memandang Deka dengan penuh arti, dia lalu buru-buru berjalan menghampiri anak mendiang temannya itu.
“Deka, tunggu!”
Deka menoleh ke arah lelaki paruh baya itu, “Iya, ada apa, Paman?”
“Ka, kata Dani, kamu membunuh orang lagi?” bisik Rakis penasaran, tak banyak yang tahu pekerjaan Deka itu. Hanya Victor, Rakis, Dani dan Bima saja yang mengetahuinya. Karena semakin sedikit yang tahu, akan lebih baik.
“Iya, Paman,” jawab Deka dengan wajah yang datar.
Rakis membuang napas kesal, “Paman takut perbuatanmu ini ketahuan polisi dan kau bisa dipenjara.”
“Paman tenang saja! Ini bukan yang pertama, buktinya polisi tidak pernah tahu jika aku yang melakukannya.”
“Ka, sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga nanti.”
Deka tersenyum miris, “Kalau aku harus jatuh, berarti aku sudah selesai, Paman.”
“Paman mencemaskanmu, Deka.”
“Paman jangan cemas, aku akan baik-baik saja,” balas Deka.
“Kau ini benar-benar keras kepala, persis seperti ayahmu,” gerutu Rakis.
Deka kembali tersenyum, “Ya sudah, Paman, aku mau mengawal pengiriman barang ke pelabuhan dulu.”
“Iya, hati-hati.”
Deka mengangguk dan melanjutkan langkahnya ke arah para buruh pabrik yang sedang memasukkan boneka-boneka yang sudah di packing rapi, boneka-boneka itu nantinya akan dikirimkan ke negara Malaysia melalui jalur laut. Deka mendekati beberapa kotak boneka yang masih berada di luar kontainer, dia memperhatikan kotak itu dengan saksama dan merasa takjub dengan kemasannya yang rapi dan cantik, sehingga tak ada orang di luar sana yang tahu jika beberapa dari boneka-boneka itu berisikan ekstasi.
Iya, Victor adalah pemilik pabrik ekstasi di Batam, dia sengaja membuat pabrik boneka untuk mengamuflase bisnis ilegalnya itu. Dia menyeludupkan narkoba ke negara-negara tetangga dengan cara memasukkannya ke dalam boneka yang dia produksi, sehingga oknum polisi dan orang-orang tidak mengetahuinya. Bukan itu saja, dia juga bersekongkol dengan beberapa petugas di pelabuhan untuk memuluskan aksinya itu agar berjalan lancar.
Setelah semua kotak berisikan boneka dimasukkan ke dalam kontainer, Deka pun bergegas masuk ke dalam mobilnya dan begitu kontainer itu jalan, dia langsung membuntuti dan mengawalnya sampai ke pelabuhan untuk memastikan semuanya aman.
Dia sadar setiap pekerjaannya sangat berisiko, tapi dia tak ada pilihan lain. Dia hanya ingin membalas semua kebaikan Victor padanya selama ini, di saat dia rapuh dan terjatuh, lelaki keturunan Tiongkok itu merangkulnya serta mengubah nasibnya menjadi lebih baik. Dia tidak mungkin hidup terhormat dan bergelimang harta seperti saat ini jika bukan karena lelaki itu. Jadi sudah sepatutnya dia balas budi bukan?
♠️♠️♠️
Bersambung ....

Book Comment (161)

  • avatar
    Dwi isnentiTitis

    mantapp kalii

    4h

      0
  • avatar
    ApuakAjo

    😵‍💫😵‍💫😵‍💫

    1d

      0
  • avatar
    Hilwa RumaniChelsea

    bgus

    1d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters