logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Tentang Revan

Risa merebahkan tubuhnya di kasur. Ia memijat pelipisnya karena pusing kini menderanya. Takdir apa yang direncanakan Tuhan untuknya? Sekarang Risa akan sering bertatap muka dengan Revan, cowok yang selalu mengajaknya bertengkar di sekolah. Risa mengambil handphone nya, menyalakan alunan musik beethoven, setidaknya alunan musik itu bisa menenangkan pikirannya.
Tok ... tok ... tok…
"Iya?" teriak Risa dari dalam kamar
"Ini gue Ris, Nadia."
Risa berjalan ke pintu kamar dan membukanya. "Masuk kak Nad." Risa mempersilahkan Nadia masuk.
"Lo belum ngantuk, tidur kan?" tanya Nadia.
"Belum kak, duduk sini kak." Risa mempersilahkan Nadia duduk di kasurnya.
"Sorry ya, gue gak bisa tidur sekamar sama lo, bukan apa-apa, gue tidurnya blangsak Ris, kasihan lo kalau tidur sama gue. Kasur di kamar gue satu doang, kamarnya sempit lagi." Nadia tertawa agak malu. Dibalik penampilan Nadia yang feminim, cantik dan anggun, ternyata kalau tidur banyak gayanya.
Wanita secantik Nadia juga punya sisi yang bikin dirinya insecure juga ya, batin Risa.
"Santai, Kak, gue mah di mana aja bisa tidur kok, asal gak kotor aja tempatnya." Risa tertawa juga.
Nadia bernapas lega. Ia mulai menyukai gadis di depannya. Mereka tampak cocok dalam berbagai hal kecuali penampilan. Nadia gadis yang sangat teliti dalam berpenampilan, sementara Risa masa bodoh dengan penampilannya. Hal ini membuat Nadia gemas ingin mendandani Risa.
"Katakan ke gue, lo sama Revan ada hubungan spesial, ya?" selidik Nadia.
Mengingat kejadian tadi sebelum makan, Risa sudah menduga kalau Nadia pasti menanyakan hal itu.
"Enggak kak, kami gak ada hubungan apa-apa kok," bantah Risa.
"Kelihatannya kalian dekat, lalu yang tadi itu apa? Kirain kalian tadi mau ciuman."
"Nggak, Kak Nadia salah paham." Risa tidak menyangka Nadia akan berpikir seperti itu.
"Lalu?"
Risa menghela napas berat sebelum Menjelaskan semuanya. "Baiklah, gue dan Revan sebenarnya tidak akur dari dulu kak, emm kami musuhan dari awal masuk SMA. Jadi dia merasa tidak nyaman gue tinggal di sini. Kalau yang tadi itu, Revan cuma bercanda aja, Kak." Risa tertawa garing.
Nadia tampak berfikir sesuatu, kemudian tersenyum. Ada sesuatu yang sedang dia rencanakan.
"Kenapa, Kak?"
"Gak apa-apa, yaudah nanti lama-lama pasti akur kok, siapa tahu malah berjodoh, ‘kan," goda Nadia.
"Kak Nadia ngomong apa sih." Entah kenapa Risa kelihatan merona saat Nadia mengatakan hal itu. Sungguh bukan Risa seperti biasanya.
"Kan nanti gue senang juga, lo beneran jadi adik gue." Nadia tertawa, Risa tidak menanggapi namun ikut tertawa.
"Lo tahu, Ris, Revan itu memang keras kepala. Semenjak ayah meninggal 10 tahun yang lalu, kami tahu Revan berusaha sangat keras untuk melindungi kami menggantikan ayah. Dia mulai latihan bela diri dan membentengi dirinya untuk menjadi lebih kuat. Dulu, dia adik yang periang, manja dan banyak bicara, setelah itu dia menjadi pendiam, acuh, dan mungkin orang akan berpikir kalau dia itu angkuh."
Nyebelin, tukang pukul, dan jutek juga, batin Risa.
"Tapi kami tahu, dia melakukan itu agar orang lain tidak meremehkannya, juga tidak meremehkan keluarganya. Kami gak tega padanya, tapi dia selalu berkata bahwa semua baik-baik saja. Kami juga tidak pernah tahu dia dekat dengan cewek, dia tertutup soal itu. Saat tahu sepertinya kalian dekat, gue bersyukur banget Ris," lanjut Nadia
"Tapi gue gak dekat sama Revan, Kak." Risa berusaha meyakinkan Nadia.
Nadia tersenyum, "Mungkin akan lebih dekat nanti."
"Aaah kak Nadia, terserah aja deh." Risa melempar bantalnya pada Nadia.
Sekarang Risa tahu alasan Revan mempertahankan sikap dingin dan angkuhnya. Tapi anehnya, Revan yang katanya menghargai wanita, ingin melindungi wanita terutama kakak dan ibunya, kenapa bersikap semena-mena pada Risa? Entahlah, hanya Revan yang tahu.
"Makasih ya kak Nad, mau ke kamar Risa dan cerita banyak hal." Risa mengantarkan Nadia keluar kamarnya.
"Iya, pokoknya tiap malam kita ngobrol-ngobrol, ya? Senang banget gue ada teman ngobrol, selamat tidur Ris."
"Selamat tidur juga, kak Nad."
Nadia tersenyum kemudian turun ke lantai satu.
Asyik juga punya kakak cewek, batin Risa.
Risa hendak masuk ke kamarnya, namun tertahan karena melihat Revan keluar dari kamar. Mata mereka bertemu. Entah kenapa jantung Risa berdetak lebih keras. Pertahanan yang ia buat seakan runtuh perlahan. Ada rasa kagum dan perasaan lain yang Risa belum mengerti, yang pasti hanya melihat Revan saja timbul rasa bahagia. Risa tersenyum, namun Revan seakan tidak peduli, lebih memilih acuh dengan ekspresi datarnya.
"Revan sialan." Risa berkata lirih saat tahu Revan tidak membalas senyumnya dan berjalan ke kamar mandi, seakan tidak ada sosok Risa disana.
"Gue dengar." Revan berhenti di depan pintu kamar mandi.
"Mampus." Risa langsung masuk ke kamarnya.
Revan menoleh, mendapati kamar Risa sudah tertutup. Revan kemudian tersenyum.
***
Keesokan paginya, Risa dan Revan sarapan terlebih dahulu baru berangkat sekolah.
"Heh Ris, jangan bilang ke siapa-siapa lo tinggal di rumah gue!" perintah Revan.
"Iya, iya, bawel." Risa memakai sepatunya.
"Loh Revan, Risa di ajak bareng dong, kan kalian satu sekolah." Rani melihat Revan dan Risa bergantian.
"Eh tante, gak usah, aku biasanya naik bus kok te." Risa melirik ke arah Revan, berusaha menolak permintaan tante Rani.
"Udah barengan aja sih, ayo Van ajak Risa naik motor kamu."
Revan menghela napas berat, "Yaudah sini bareng gue." Revan melempar helm Ke Risa. Untung Risa punya reflek yang bagus.
"Cepetan naik!" perintah Revan.
"Gue naik bus aja gak apa-apa kok," tegas Risa.
"Naik!" Revan melotot pada Risa.
"Iya, Iya, ish."
Motor sport Revan terus melaju dengan kecepatan kencang. Beberapa kali Risa mengomel dan mengumpat, namun tidak di gubris Revan.
"Lo lewat mana, sih?" Risa merasa asing dengan jalan yang diambil Revan. Tiba-tiba motor Revan berhenti.
"Turun!" perintah Revan.
"Belum nyampe kali." Risa mendengkus kesal.
"Cepetan turun!" teriak Revan lagi.
Kenapa sih ini Revan? Batin Risa.
Risa turun dengan kesal. Ia menahan dirinya untuk tidak menggunakan kekerasan.
"Udah ya, sisanya lo naik bus aja." Revan tersenyum smirk dan melajukan motornya.
"Ehhh... Revan SIALAN." Risa berteriak pada Revan yang semakin menjauh.
"Mana ada bus lewat di jalan begini, ngeselin banget, awas lo, ya." Risa merasa bingung dan melihat ke segala arah.
"Arghhhh."
"Lo Risa, ‘kan?"
Risa menoleh ke sumber suara. Seorang cowok menggunakan motor sport sedang berhenti di sampingnya. Dia mengenakan seragam sekolah seperti Risa.
"Eh iya." Risa tersenyum canggung.
Dia siapa ya? Kayak pernah melihat wajahnya tapi gak tahu namanya, aduh gimana dong, padahal kan gue bisa nebeng, batin Risa.
"Ngapain di sini?" tanyanya.
"Mau berangkat sekolah." Risa tersenyum malu.
Duh, dia pasti mikir gue aneh banget, berhenti di jalan, gak bawa kendaraan tapi pake helm, astagaaa, gara-gara Revan, batin Risa.
"Yaudah bareng gue aja," tawarnya.
"Bo...leh?"
Cowok itu mengangguk.
***
Vanya berjalan mondar-mandir gelisah, Sesekali ia melirik jamnya kemudian mondar-mandir lagi di depan gerbang sekolah.
"Sudah jam segini kok Risa belum sampai, sih." Vanya mulai khawatir dengan sahabatnya itu, pasalnya sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
Sebelum berangkat tadi, Vanya memang janjian dengan Risa bertemu di gerbang sekolah. Tidak lama kemudian motor sport Revan memasuki gerbang sekolah.
"Lah, Revan kok sendirian? Risa di mana?" Vanya semakin khawatir.
Vanya hendak mengambil handphone untuk menelepon, tiba-tiba sebuah motor sport berhenti di depannya. Vanya melongo melihat siapa yang turun dari motor itu.
"Makasih udah nebengin," ucap Risa pada cowok yang memberinya tumpangan itu.
"Iya, sama-sama Ris, gue langsung ke parkiran, ya?"
Dibalas anggukan oleh Risa, cowok itu langsung melajukan motornya menuju parkiran. Risa menghampiri Vanya yang masih melongo belum tersadar.
"Heh, lo kenapa?" Risa menepuk pundak Vanya.
"Kok lo bisa bareng dia?" tanya Vanya yang sudah tersadar.
"Ketemu di Jalan," jawab Risa.
"Lo tahu dia, 'kan? yang ngantar lo tadi?" tanya Vanya sembari mereka berjalan menuju kelas.
"Gak hafal gue namanya. Tadi itu daripada gue telat, untung dia nawarin buat bareng," jelas Risa.
"Sudah gue duga lo gak tahu namanya. Dia Arsen anak IPA 1, cowok pandai, sering ikut olimpiade, ganteng lagi, ishh lo beruntung, Ris," gerutu Vanya yang tidak ditanggapi oleh Risa.
Entahlah, Risa beruntung atau sial. Masih pagi mood Risa sudah berantakan karena ulah Revan.
***
Bel istirahat berbunyi. Sejak jam pelajaran tadi Risa sudah menahan buang air kecil dan sekarang ia harus bergegas ke toilet.
"Nya, gue ke toilet dulu."
"Oke. Gue juga ada perlu sama ketua kelas," balas Vanya.
Risa mengangguk dan segera menuju toilet. Sayangnya kedua toilet terdekat sedang penuh. Risa kemudian berjalan ke belakang sekolah, ada satu toilet di sana. Memang jarang dipakai, selain lokasinya jauh juga jarang ada orang ke belakang sekolah. Beredar rumor horor, sehingga murid maupun guru enggan menuju ke sana. Risa buru-buru menuju belakang sekolah, langkahnya terhenti ketika melihat dua murid sedang duduk di kursi halaman belakang. Risa mengenal murid itu, salah satunya Revan dan satunya gadis yang kemarin Revan temui juga sehabis pulang sekolah. Risa ingat gadis itu memang anak IPA 1 tapi ia lupa namanya. Risa berhenti dan memperhatikan keduanya dari jauh.
"Sini tangan lo!" Revan memegang tangan gadis di sampingnya. Tangan gadis itu merah seperti habis di dicengkram sangat kuat. Gadis itu merintih kesakitan saat Revan memberikan obat oles padanya.
"Masih sakit?" tanya Revan dan di balas anggukan oleh gadis itu.
"Jangan khawatir, besok udah gak sakit lagi." Revan menutup luka gadis itu dengan perban, ia tersenyum dan mengusap kepala gadis itu dengan lembut.
Cih, sok lembut banget. Kenapa dada gue nyeri, masa beneran sakit jantung, batin Risa. Ia buru-buru ke masuk ke toilet, tidak peduli rumor horor yang beredar. Sebenarnya Risa takut dengan hantu, hanya saja keadaan membuatnya harus berani masuk toilet itu, lagipula hari masih siang.
Risa jadi penasaran dengan gadis yang bersama Revan tadi, setelah Risa keluar dari toilet, mereka sudah pergi. Risa menyusuri koridor anak IPA, entahlah mungkin pikirannya sedang tidak waras sekarang.
Bruuuukkk
Saat berjalan tiba-tiba Risa bertabrakan dengan seseorang. Mereka berdua terjatuh di lantai bersamaan.
"Hati-hati kalau jalan dong." Risa ngegas.
"Maaf ya, gue gak lihat." Suaranya sangat kalem. Risa mendongak dan mendapati gadis yang bersama Revan tadi.
"Eh, iya gak apa-apa kok, maaf gue tadi juga gak lihat," ucap Risa pelan.
Risa memperhatikan pergelangan tangan gadis itu yang dibalut dengan perban. Gadis itu segera menyembunyikan tangan yang terluka di belakang tubuhnya.
"Rindi, kamu dipanggil sama bu Merlin."
Risa gadis bernama Rindi itu menoleh pada sumber suara di pintu kelas IPA 1. Gadis yang dipanggil Rindi itu mengucapkan permisi dan segera menuju ruang guru untuk menemui bu Merlin.
Kalem banget, jadi gini tipe ceweknya Revan. Tangannya yang diobati tadi, 'kan? Kenapa, ya? Batin Risa.
Risa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tidak bisa di percaya dirinya penasaran dengan kehidupan Revan. Risa merutuki dirinya sendiri dan menggelengkan kepalanya pelan.
Saat hendak menuju kelasnya, Risa melihat Revan sedang berjalan di depannya.
"Revaaan ... " Risa berteriak keras. Seketika suasana hening, beberapa murid memperhatikan Risa.
Revan menoleh, mendapati Risa dengan muka marah.
"Apa?" tanyanya santai.
"Gue sibuk." Revan membalikkan badannya kembali dan mengacuhkan Risa
Bukannya merasa bersalah, malah sesantai itu, kok kesel gue, batin Risa.
Risa tidak terima dengan sikap Revan. Ia mengambil sebelah sepatunya dan melemparkannya ke Revan. Revan yang refleksnya sudah terlatih sejak dulu segera menghindar dan yap, salah sasaran. Sepatu Risa mengenai seseorang di depan Revan. Dan sialnya lagi, orang itu pak Kuswantoro, guru sejarah yang juga wali kelas Risa.
"Sepatu siapa ini?" tanya pak Kus marah.
"Mampus, kena marah lagi gue," gumam Risa.
"Punya Risa itu, Pak," adu Revan dengan senyum smirk nya.
"Risa, sini kamu!" perintah pak Kus.
Risa berjalan ke arah pak Kus. Saat melewati Revan, Ia mengacuhkannya. Risa sangat kesal pada Revan.
"Kamu melempar saya sepatu?" tanya pak Kus.
"Maaf Pak, salah sasaran." Risa menunduk.
"Ikut saya ke ruang guru!" Risa mengikuti pak Kus ke ruang guru.
Revan memandang punggung Risa yang menjauh, lamunannya buyar ketika teman-temannya memanggil.
"Van, lagi ngapain?" Daffa menepuk pundak Revan.
"Kenapa Risa sama pak Kus?" tanya Kevin.
"Lo ada masalah lagi Van sama Risa?" Deo ikut bertanya.
"Gak ngerti gue, tanya aja sama orangnya." Revan berjalan menuju kelas meninggalkan teman-temannya.
"Revan kenapa?" tanya Kevin.
"Iya, aneh banget, kenapa De si Revan? " Daffa bertanya pada Deo.
"Kalian kira gue cenayang? Ngapain nanya gue?" Deo tampak kesal.
"Kirain lo bebuyutannya cenayang." Kevin dan Daffa tertawa.
"Berisik!"
***
Risa memasuki ruang guru, mengekor pada pak Kus. Ia melihat bu Marlin sedang berbicara dengan seorang murid, yang Risa yakin itu Rindi pacarnya Revan. Pak Kus meminta Risa duduk terlebih dahulu sementara pak Kus sedang mencari buku. Risa bisa mendengar percakapan guru dan murid itu.
"Rindi, kamu tahu, 'kan, sebentar lagi kamu akan mengikuti olimpiade Matematika. Ini olimpiade terakhir kamu karena sudah kelas 12. Ibu harap kamu bisa lebih disiplin dalam belajar dan mengatur waktu. Ibu perhatikan akhir-akhir ini semangat belajar kamu menurun. Kamu ada masalah?" tanya bu Marlin.
"Maaf, Bu, saya akan lebih semangat belajar. Saya ... saya tidak ada masalah apapun." Rindi menundukkan kepalanya.
"Ibu harap kamu benar-benar memenangkan olimpiade ini. Ini demi masa depan kamu. Beasiswa kuliah di universitas ternama di Indonesia, bukankah itu impianmu?”
"Iya, Bu, saya akan berusaha."
Suara Rindi tidak menunjukkan semangat sama sekali, sepertinya dia dalam keadaan tidak baik-baik saja. Mungkin, dia sedang ada masalah dan tidak ingin orang lain mengetahuinya. Apa Revan yang mendapatkan itu? Risa menggelengkan kepalanya. Kenapa dia memikirkan ini? Bukankah ini bukan urusannya? ini terlalu membingungkan, batin Risa.

Book Comment (638)

  • avatar
    FransiskaAde

    ditunggu kelanjutan ceritanya kak, jangan lama lama munculin bab baru nya😁

    18/06/2022

      5
  • avatar
    AimanArif

    good

    1d

      0
  • avatar
    BR PANEMUTIARA

    aku sih blm tau benar bisa di tukar apaa enggak tapi ,klo bisa keren sih

    7d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters