logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Dua Kakak

Laisa bingung harus memulai darimana. Suasana lengang, sepi, tanpa ada suara. Itu bukan nya menenangkan, namun menegangkan. Di ruang itu hanya ada dirinya dan Candra. Plus ibunya yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Coba jika tadi Dema bersedia mengantar dirinya ke rumah sakit dan tidak terlalu menyibukkan diri dengan basket, pasti ia tidak akan berada di situasi secanggung ini. Ah.. Kak Candra membuatnya ingin pergi saja. Laisa juga menggerutu ringan karena Dema tidak kunjung datang. Lihat tadi ketika Tante Reyna bersungut-sungut merah padam karena yang datang bukan anaknya. Dema memang keras kepala jika sudah fokus dengan urusannya. Ia juga mudah melupakan sesuatu.
Laisa hanya bisa menunduk malu. Jika sebelumnya Candra tidak secara implisit memiliki perasaan kepadanya. Ia akan terlihat biasa saja. Tetapi dari kemarin, dari beberapa hari lalu. Tidak hanya itu. Ah... Dari sejak ia pertama kali masuk sekolah SMA pun ternyata candra sudah memiliki perasaan itu.
Perasaan yang Laisa sendiri tidak tahu mengapa bisa tumbuh subur dihatinya. Secara, mereka jarang bertemu. Bertemu pun hanya sekali dulu. Selama beberapa bulan di sekolah, mereka juga jarang berkomunikasi. Alasan itu yang seharusnya Candra tidak menyimpan perasaan kepadanya. Toh, ia juga bukan gadis yang layak. Dari segi wajah Laisa tidak begitu cantik, ia juga tidak memiliki harta berlimpah layaknya Candra. Laisa bingung mengapa semua orang tergila gila hanya karena Cinta. Kemarin Dema, sekarang Candra. Kedepan siapa lagi?
Ternyata Candra memang selalu memperhatikan dirinya dari kejauhan, melindungi jika ada yang bermaksud buruk, dan... Masih banyak lagi hal tak terduga terjadi begitu saja. Entah itu memang karena takdir, atau malah disengaja olehnya sendiri? Laisa tidak ingin berspekulasi terlalu berlebihan. Intinya ia ingin mengucapkan terimakasih kepada Candra.
Rumah sakit itu memang Bagus. Kamar yang VIP menambah kesan, bahwa memang ada rumah sakit megah yang berdiri diperbatasan antara pedesaan dan perkotaan. Kamarnya tertata rapi dengan tirai berwarna putih bersih. Disisi samping ada jendela yang langsung mengarah ke pemandangan alam pedesaan dan perkotaan. Jika malam hari, lampu kota tentu akan lebih terang dan ramai daripada lampu desa. Di dalam ruang juga terdapat AC. Pengguna bebas menyalakan atau mematikannya. Jika ingin udara alami, mereka tinggal membuka jendela, namun jika ingin hawa yang lebih dingin, mereka bisa menyalakan AC. Tentu ada perbedaan antara udara alami dan buatan, tetapi setidaknya manusia perlu berpikir, mana yang lebih baik untuk kesehatan dirinya dan kesehatan lingkungan.
Candra masih duduk di sofa sisi samping. Laisa berada tepat di dekat ibunya hanya dengan kursi kecil yang memangku tubuhnya. Mereka mungkin berjarak sekitar tiga meter. Tatapan yang canggung, bingung, dan darimana harus memulai. Keduanya tampak sama sama memutar otak, agar tidak secanggung ini.
Oh ya... Sampai kapan situasi ini akan berlangsung. Sumpah Laisa tidak akan bisa menahannya. Ia harus mengatakan sesuatu. Berpikir pikir dari tadi namun belum menemukan topik yang pas. Ternyata benar apa yang dikatakan Arumi, jika dalam pertemanan salah satu memiliki perasaan, maka hanya akan ada kecanggungan, kesungkanan, dan apalah itu istilahnya.
"Kak... " Laisa berhasil memulainya. Yeay.. Batinnya dalam hati. Setidaknya mereka tidak akan canggung lagi. Dan mungkin Candra akan bertanya hal lain. Dari tadi ia terus mengatupkan bibir rapat - rapat, seakan menahan sesuatu yang ingin keluar dari mulutnya. Itu tidak boleh! Batin Laisa kepada Candra. Setidaknya ia yang lebih dewasa dan tentu lebih memahami antara laki laki dan perempuan bisa memulainya lebih dahulu. Tidak adil jika Laisa yang harus memulai. Ah.. Laisa mulai terlihat kekanak-kanakan.
"Iya Laisa?" Candra dengan sigap, cepat bagai kilat yang menyambar. Ia segera menjawab panggilan Laisa. Ia yang awalnya memandang sinar matahari yang begitu terik namun tertutup gumpalan awan hitam, dari arah kusen jendela lantas berpaling dan memilih memandang gadis di depannya. Jarak mereka masih tiga meteran.
Seluruh telapan tangannya terbuka. Jari jemarinya bersinggungan. Posisi tubuh Candra duduk namun agak dibungkukkan. Kedua kaki juga agak terbuka, dan berjarak. Gaya yang menurut hampir seperti model di fotografi. Lencana dan pita di lengannya membuat Candra benar benar terlihat gagah. Ia menunggu Laisa mengucapkan sesuatu. Mungkin hal yang penting.
"Ehm... Aku mau berterimakasih untuk semua hal yang Kak Candra lakukan." ucap Laisa dengan ragu. Ia memang terbiasa sungkan dan canggung dengan siapapun. Seharusnya Candra tidak mempertanyakan kegagalannya dalam berbicara. Namun jika mereka sudah dekat, maka Laisa akan bertingkah seolah olah ia adalah boneka di kamarnya. Yang setiap hari, setiap malam dan setiap waktu diajak berbicara, diajak bercerita tentang hari harinya yang cukup menyenangkan.
"Ha?" ucap Candra. Ia seperti belum memahami arah pembicaraan Laisa. Memangnya apa yang sudah ia lakukan? Hal hal kecil itu? Ah... Semuanya seperti tidak ada yang berarti di mata Laisa. Untuk apa ia berterimakasih kepadanya.
"Untuk semuanya kak, dari aku masuk sampai sekarang. Kakak selalu membantu dan menolongku. Aku berterimakasih banyak meski belum bisa membalas budi semua itu". Ucap Laisa dengan sangat manis.
Ia hanyalah gadis biasa, tetapi mengapa ucapannya yang kali ini 'agak panjang' mampu membuat jantung Candra berdebar lebih dari biasanya. Ia berkali kali mengernyitkan dahi, berusaha menahan diri agar tidak tergoncang. Laisa menunduk, ia tidak tahu jika candra berkali kali memegang dadanya untuk tetap di posisi stabil. Sial! Hanya karena itu saja mengapa dirinya bisa seperti ini, batin Candra. Lemah sekali pertahanannya!
Perihal itu, memang benar. Candra sudah banyak melakukan semua hal yang ia bisa untuk Laisa. Bahkan sesuatu yang tidak ia ketahui. Seakan akan takdir yang dibuatkan untuk Laisa dapat dikendalikan oleh Candra. Dan memang, dirinya terkadang membuat semua itu terlihat seperti takdir, padahal murni dia sengaja.
Untuk kasus pembulian dirinya di lapangan contohnya. Saat ia diminta untuk berlari mengelilingi lapangan saat pelajaran berlangsung hanya karena bercanda dengan Dema. Kemudian ia datang bak pahlawan di siang hari, itu semua adalah permainan Candra. Ia meminta para siswa untuk bersandiwara dengan sekali ketukan via ponselnya. Mereka tentu tidak akan menolak keinginan candra. Katakan siapa yang berani menolak si ketua OSIS yang kaya, punya kekuatan diri dan di sekolah? Priveilesenya pun bermacam macam. Tidak ada yang berani melawannya. Mereka tunduk dan patuh.
Kedua adalah saat kebakaran itu. Memang yang diketahui Dema adalah dirinya yang melakukan kesalahan. Bahkan pria brengsek itu sempat memukul dirinya. Namun ternyata pelakunya adalah Anan. Membuat Dema maerasa malu tentunya karena tertipu. Siapa minta mereka hanya berdua di UKS itu dengan sangat mesranya. Dia pikir hanya dia yang bisa mengambil perhatian Laisa? No! Seorang Candra bisa melakukan itu.
Iya benar. Candra yang meminta Anan untuk melakukan itu semua. Ia butuh uang. Dan sebagai ketua OSIS ia bertugas untuk memakmurkan anak magang itu sekaligus mencari keuntungan lain. Jika sambil menyelam minum air bisa, kenapa tidak ia lakukan? Toh hanya dengan uang semua jadi mudah. Untuk mendapatkannya juga sangat mudah.
Tetapi perihal tadi, ketika Laisa mengatakan belum bisa membalas Budi. Kira kira apa yang dimiliki Laisa agar ia impas? Dan tidak beranggapan harus mengembalikan kepada sang pemilik. Tentu bagi Laisa yang lebih banyak sungkan kepada orang lain, akan tidak enak jika membiarkan semuanya berlalu.. Seperti tidak terjadi apa apa.
Tunggu, Candra memiliki penawaran yang menarik. Bagaimana jika ia sekali saja menerima dirinya sebagai Candra dan menerima perjodohan itu, maka semuanya akan clear. Tidak akan ada lagi istilah balas Budi diantara mereka berdua. Candra akan memberinya jaminan hidup mewah, bahagia, dan ibunya... Akan ditempatkan di surga dunia. Bahwa mungkin Candra akan membeli rumah disamping pantai dengan panorama alam yang mewah. Mereka bisa memandangnya setiap hari dengan menenggak beberapa botol minuman dari anggur asli. Wow.. Terdengar menarik. Mereka lantas akan sering menaiki kapal pesiar dan menghabiskan malam malam bersama disana. Tanpa ada yang mengganggu tentunya.
Tetapi satu masalahnya. Apakah gadis seperti Laisa, dengan sejuta integritasnya akan mau melalukan hal itu semua? Mungkin hanya sepersekian persen jawabannya adalah iya. Candra tidak ingin penuh ekspektasi!
Candra berhenti dari lamunan tidak berguna dan tidak akan pernah terjadi itu. Ia sudah gila. Membayangkan hal yang ia tahu tidak akan pernah terjadi. Laisa hanyalah rembulan di langit, ia singgah disana terus menerus tanpa bergerak. Tetapi Candra tidak akan pernah bisa menggapainya walaupun - jika mau ia bisa menyewa roket dan berpakaian astronot untuk kesana. Tidak sesederhana itu semuanya bisa dibeli dan diperlakukan dengan uang. Laisa berharga baginya. Untuk mendapatkannya tentu butuh sesuatu yang bernilai. Ia harus berjuang, itu poinnya.
Saat ia sudah bisa menetralkan dirinya. Candra membalas perkataan Laisa.
"Ah.. Itu bukan apa apa Laisa. Anggap saja aku temanmu yang hanya bisa melindungimu. Bukan... " kata kata Candra menggantung. Ia bermaksud menambahkan 'bukan memiliki hatimu'. Bodoh! Itu terkesan menyedihkan bagi seorang Candra. Ia tidak boleh merendahkan dirinya hanya karena seorang perempuan. Dia tetap memiliki integritas lebih.
"Iya? Bukan apa kak?" tanya Laisa. Tentu gadis itu penasaran.
"Oh, bukan apa apa. Hanya itu saja. Kita teman dan sebagai teman yang baik harus saling melindungi dan menjaga." Candra berkali kali mengutuk dirinya yang hampir salah bicara. Bagaimana nanti jika Laisa berpikir macam macam tentang dirinya. Tentu reputasi di depan gadis itu akan berkurang.
Ah.. Apa pentingnya reputasi itu? Candra sendiri sangat mengangungkannya. Terutama di depan gadis yang sangat ia cintai itu. Tetapi dimana letak keberaniannya? Kenapa ia mendadak ciut nyali dan tidak seberani Candra yang biasanya tampil gagah di panggung kehormatan. Memberikan orasi kesana sini tanpa ada yang ditakuti. Mungkin karena konteksnya beda. Candra memang harus banyak belajar tentang dunia percintaan.
Laisa tersenyum. Ia sebenarnya paham tentang apa yang hendak diucapkan Candra. Namun lebih baik memang jangan diutarakan. Jawabannya tetap sama. Atau ia tidak akan pernah bisa menjawabnya. Tentu akan sangat menyakitkan jika Laisa menjawab jujur. Candra baginya sudah dianggap sebagai kakak yang siap siaga kapanpun dan dimanapun.
Wajar Laisa berpikir seperti itu. Ia adalah anak semata wayang yang tumbuh dari keluarga tunggal. Ia tidak memiliki seseorang kakak yang dijadikan figur atau teladan. Ia terkadang hanya belajar dari Papa dan Mamanya yang memiliki segudang prestasi. Bukan orang lain.
Maka, saat Anan datang sebagai orang yang menurutnya baik dan peduli, lantas semat berasumsi bahwa dia adalah Cinta pertamanya, Laisa kemudian berpikir ulang. Oh.. Dia bukan Cinta, namun saudara. Dia mampu mengayomi Laisa dari segala terjangan yang ada. Itu adalah dua hal yang sama sama mereka ketahui. Dan Anan sepakat. Mereka bersahabat layaknya kakak dan adik. Sedangkan Candra dan Dema belum mengetahui hal itu. Mereka terkadang masih berpikir bahwa Laisa dan Anan sangat dekat dan saling jatuh Cinta. Ah... Manusia memang suka berspekulasi semaunya sendiri, batin Laisa.
Dalam hidup ini, jika Candra bersedia dan mau. Ia bisa menjadi kakak kedua bagi Laisa. Pertama adalah Anan, kedua adalah Candra. Tentu akan sangat menyenangkan memiliki dua kakak. Pertama mungkin akan bersikap halus, mampu menjaga dengan cara yang lemah lembut. Kedua bersikap overprotektif. Terkadang bisa menggunakan kekerasan jika diperlukan. Tentu ia akan menerima dengan cara mereka masing masing. Sangat membahagiakan jika dibayangkan.
"Ehmm.. Laisa. Aku mau bertanya sesuatu kepadamu?"
*
Finding me I Instagram: @kismun.th
***

Book Comment (27)

  • avatar
    Agus

    ini sangat bagus kalau bisa top op

    2d

      0
  • avatar
    FahriMuhammad

    mantap

    20/08

      0
  • avatar
    Mohamad YusufRendi

    god

    24/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters