logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2 Gadis Berpita Merah

"Iya, tidak apa apa. Aku tahu Mamamu hanya tidak ingin putrinya terganggu olehku." Jawab Clara. Ia berusaha membela Mamanya, padahal sudah jelas caranya memang salah besar. Selapang itukah hati gadis ini?, pikir pria itu.
"Aku harap kamu nggak mengambil hati ya perkataan tadi." ucap Pria itu. Clara sudah terbiasa dengan cemoohan orang orang. Tenang saja. Dia tidak akan membiarkan kata kata itu bersemayam lebih lama dari dalam dirinya. Terlalu membuang buang tenaga dan pikirannya.
Anggukan Clara sepertinya adalah jawaban. Ia tidak perlu mempertegas. Pria itu lantas menyodorkan tangannya ke depan. Mengajak untuk berjabat tangan. Ia yakin, bahwa meski fisiknya tidak sempurna, namun hatinya selembut Intan permata.
"Bisakah kita berteman?" katanya. Permintaan yang tulus, batin Clara.
Whatt? Apa yang dia katakan? Berteman? Bukankah itu sebuah mantra ajaib yang selalu ia inginkan selama delapan tahun terakhir ini? Bukankah teman yang selalu Clara cari. Selain sahabat nya yang bernama Anan, siapa lagi yang bersedia berteman dengannya? Tidak ada sepertinya.
Para gadis di desanya juga tidak ingin berteman dengan gadis buruk rupa meski dirinya memiliki privilese berupa harta. Itu tidak cukup. Mereka mungkin hanya akan memanfaatkan Clara di suatu waktu, lalu kembali pergi ke peradabannya masing-masing. Clara akan ditinggal dan hanya bedua bersama Anan. Siklus itu sudah sering ia alami dan memang benar adanya. Tidak ada orang yang benar benar tulus didunia ini. Semua hanya datang ketika mereka butuh dan pergi ketika sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Mereka akan malu ketika dipertanyakan dalam foto selfi yang diunggah di sosial media. Siapa gadis hitam legam itu? Kenapa kamu berteman dengannya? Padahal dia sangat terlihat... Berbeda dari gadis sewajarnya.
Ah.. Pertanyaan macam apa itu. Sejak kapan pertemanan dibatasi dengan ketentuan wajah yang harus cantik, good looking, berpenampilan menarik, harus ini itu? Itu hanya bualan belaka. Kalau mereka tidak mau berteman ya sudah! Jangan membuat standar sendiri yang itu nanti bisa diturunkan ke anak cucu mereka - mungkin.
Clara pun tidak percaya dengan persahabatan itu sendiri. Ia hanya membiarkannya mengalir. Siapapun yang hendak menjadi temannya akan dia terima dengan lapang dada, tanpa memandang siapa dirinya, darimana asalnya, bagaimana latar belakang keluarganya, agamanya, ras dan apalagi.. Fisiknya mungkin. Semua itu akan dia tepis.
Menjadi bahan diskriminasi orang orang sudah cukup membutnya belajar banyak hal tentang hidup. Biarkan dia saja yang mengalaminya, jangan membiarkan orang yang tidak bersalah juga turut mengalami hal serupa. Itu akan sangat menyakitkan!
"Kamu yakin ingin berteman denganku?" ucap Clara. Pertanyaan yang terkesan.. Menantang! Pria itu malah menyukai tantangan dan semakin mendekatkan telapak tangannya ke arah Clara. Ia memang pria Teguh, kokoh dan tidak mudah dipatahkan. Jika ia ingin, maka harus terjadi. Entah itu dianggap wajar atau tidak.
Entah mengapa Clara yakin dengan tatapan laki laki itu. Dia sangat bersemangat. Sangat berambisius dan sangat ingin berteman dengannya. Mungkin pria itu berpikir, bagaimana rasanya berteman dengan seseorang yang berbeda dari kebanyakan orang? Bagaimana dunianya terbentuk? Apakah menarik ataukah membosankan?
Clara pun berpikir, bagaimana penilaian temannya tentang dirinya nanti. Apakah ia akan ikut di gunjing karena berteman dengan gadis buruk rupa? Sialan! Ia harus menangkis pikiran pikiran tak berdasar itu. Dia tidak peduli lagi!
Pria itu seperti ingin menjelajah lebih dalam dan Clara akan menunjukkan jalan terbaik untuk mencapai tujuan itu. Percayalah perubahan besar akan terjadi dan hal yang mengejutkan akan membuat semuanya seperti negeri dongeng - barangkali.
"Iya. Aku yakin. Bisakah mulai sekarang kita berteman?" tanya pria itu lagi. Senyumnya sangat manis dan polos. Bagaimana Clara akan menolak permintaan tulus itu?
"Baiklah. Kita berteman. Siapa namamu?"
"Thyme.. Iya. Namaku Thyme." Nama yang Indah, batin Clara. Ia laksana pangeran dan... Cukup!! Jangan menilai lebih dalam tentangnya. Kamu belum mengenal dia lebih dalam. Barangkali dia adalah serigala berbulu domba - Clara mencoba meraba, berpikir negatif, kemudian.. Menghalaunya jauh jauh untuk tidak berpikir hal itu.
"Salam kenal Thyme. Namaku Rossa." Ah iya.. Rossa adalah nama kecil Clara sebelum ia mengubah nama dan penampilannya menjadi sekarang ini. Rossa kecil benar benar seseorang yang ingin berubah, maka ia berganti nama menjadi Clara.
"Mawar? Nama yang Bagus! Seperti hatinya." Thyme mengatakan hal itu seperti ia sudah mengenal dunia Rossa. Padahal belum sama sekali. Ia hanya masuk dilapisan pertamanya saja. Tunggu sebentar. Apa maksud kata katanya itu? Apakah hanya sebagai hiburan semata karena dirinya tadi sempat diminta untuk pergi meninggalkan adiknya? Atau memang tulus.
Memang pada kenyataannya, yang bagus adalah hatinya bukan wajahnya. Tapi suatu saat nanti, Rossa kecil akan membuat dunia mengakui bahwa dirinya bagus dan baik dari segi fisik maupun batin. Itu keinginan terbesarnya.
Thyme belum mengerti apa arti kata "Rossa" yang ia sebutkan. Dan "Mawar" yang dia pertegas. Nama itu memiliki filosofinya sendiri. Mawar adalah bunga berduri yang ketika disentuh bisa melukai. Rossa kecil selalu berpikir bahwa dirinya bisa seperti mawar itu. Tanpa permintaan, setiap dia dilukai maka orang yang melukainya juga akan terluka. Walau mungkin itu dengan cara lain.
"Kamu sekolah dimana?" Thyme mengajak Rossa duduk di ruang tunggu untuk mengobrol. Mereka sudah seperti teman lama padahal baru mengenal beberapa jam lalu.
"Aku di SD Insan Cendekia." Jawab Rossa. Ia bersyukur memiliki teman baru seperti Thyme. Sudah tampan, putih bersih dan jika tahu hatinya.. Mungkin tidak ada cacatnya. Tetapi Rossa kecil belum bisa memastikan hal itu. Ia hanya berasumsi dan semoga itu benar.
"Oh itu sekolah orang orang pinter ya! Kamu pasti juga pintar." tanya Thyme dengan antusiasnya. Dari tingkah Thyme sudah bisa dikenali bahwa dirinya merupakan pria yang juga pintar. Dia sangat pandai memainkan kata di tengah usia yang masih belia itu. Lalu bagaimana dengan Thyme? Apakah dia seperti yang Clara duga?
"Aku sendiri bersekolah di Mentari Elementary School, Jakarta. Ini tadi kebetulan sedang program homeschooling. Jadi selama beberapa waktu ke depan hanya fokus belajar di rumah."
Waw! Rossa kecil tidak bisa mengatupkan bibirnya. Ia terkejut. Sekolah itu sering disebut oleh gurunya. Sangat beruntung jika bisa melakuan setidaknya pertukaran pelajar disana. Mereka menyediakan fasilitas internasional dengan bahasa yang juga internasional. Jangan ditanya darimana saja siswanya? Dari dalam negeri maupun luar negeri tentunya. Itu yang membuat Rossa kecil terkejut kejut. Ia tidak salah menduga bahwa memang Thyme adalah pria yang cerdas dan memiliki privelese pendidikan.
"Waw. Hebat! Kita bisa saling bertukar ilmu. Senang bertemu denganmu Thyme! " ucap Rossa. Ia sangat bersemangat dan antusias. Mengenal Thyme adalah satu keberuntungan bagi Rossa.
Thyme juga membalas hal yang sama. Mereka saat ini berteman. Namun tidak tahu apakah pertemanan ini akan berlanjut atau hanya sampai disini saja. Pada intinya, di kehidupan mendatang mereka akan bertemu lagi. Entah bagaimana caranya. Tuhan yang lebih tahu alur ceritanya.
**
Dari penulis:
Hai para author dan readers. Kalau suka boleh dong minta subscribe, and reviewnya ya kakak-kakak. Plus hadiahnya juga boleh, saya akan sangat mengapresiasi itu. Semoga betah singgah disini yah kaa. Oh ya, jika mau collab atau kerjasama tentang kepenulisan boleh hubungi saya via DM... Thank you so much :)
Finding me I Instagram: @kismun.th

Book Comment (27)

  • avatar
    Agus

    ini sangat bagus kalau bisa top op

    2d

      0
  • avatar
    FahriMuhammad

    mantap

    20/08

      0
  • avatar
    Mohamad YusufRendi

    god

    24/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters