logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

BUKAN AKU TAK  MENCINTAIMU

BUKAN AKU TAK MENCINTAIMU

Pricilla Hwang


Chapter 1 Hadiah

Kita manusia. Dilahirkan untuk disukai dan tidak disukai. Kita juga tidak bisa memilih lahir dari rahim siapa dan dalam keadaan bagaimana. Rezeki, jodoh, maut semua sudah digariskan. Tinggal bagaimana kita menjalani dan mensyukurinya.
Hidup penuh warna. Dunia punya cerita. Roda kehidupan terus berputar.
Ada kalanya di bawah dan akan ada saatnya kita berada di atas. Tinggal bagaimana caranya agar kita bisa mencapai puncak tertinggi itu.
Pun sama seperti perasaan. Mungkin hari ini kita tertawa bahagia. Boleh jadi kita merundung duka di esok hari. Semua tidak pasti. Tidak ada yang tahu rencana Tuhan.
Seperti diriku yang tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi. Tapi bisa bekerja di sebuah kafe. Ya, itu semua atas kebaikan Mbak Claudia, putri tunggal Wirawan Hadi Kusuma, sang pemilik kafe.
Waktu itu, Mbak Claudia sedang liburan di kampung neneknya yang kebetulan satu kampung denganku. Rumah neneknya pun dekat dengan rumahku. Jadi, tidak butuh waktu lama untuk kami menjadi akrab. Kami bercerita apa saja. Tentang masa kecil, pendidikan, pekerjaan dan kehidupan keluarga.
Hingga pada suatu hari sebelum Mbak Claudia kembali ke kota, Mbak Claudia menawariku untuk bekerja menjadi office girl di kantor papanya. Aku yang saat itu sedang kebingungan dalam mencari pekerjaaan langsung menerima tawarannya. Melihat kondisi keuangan keluarga yang sedang mengalami kesulitan. Aku meminta izin kepada kedua orang tuaku. Dan mereka mengizinkan walau dengan berat hati.
Akhirnya, aku berangkat ke kota dengan bekal restu kedua orang tua. Selama di kota, aku tinggal di rumah Pak Wira, begitu orang memanggilnya. Sekaligus menemani Mbak Claudia. Karena Mbak Claudia kadang merasa kesepian karena tidak ada saudara yang bisa diajak mengobrol.
Dua hari kemudian, aku mulai bekerja di kantor Pak Wira. Aku senang sekali. Namun di bulan ke delapan aku bekerja, Pak Wira memanggilku di ruangannya. Beliau bilang, mulai minggu depan aku tidak lagi dipekerjakan di kantornya. Melainkan membantu Mbak Claudia di kafe. Tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakan. Karena bagiku, kerja dimanapun sama saja. Dan aku juga punya lebih banyak pengalaman.
Saat ini tahun ketiga aku bekerja di kafe. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Aku begitu menikmati hari-hariku di kota ini. Menepis segala kerinduan pada keluarga di kampung halaman.
Aku mengamati suasana kafe dari meja kasir. Sebenarnya kasir bukan posisiku. Tapi posisi Arinda. Karena dia sedang sakit, jadi aku yang menggantikannya untuk sementara waktu.
Kafe terlihat ramai. Meskipun tak seramai saat akhir pekan. Maklum, kafe ini terletak di jalan yang cukup strategis.
Satu kawasan dengan komplek perumahan mewah, perbankan, perkantoran, dan sebuah universitas swasta. Orang dengan mudah akan menemukan kafe ini. Untuk tempat mereka mengerjakan tugas atau sekedar melepas penat setelah seharian berkutat dengan segudang pekerjaan.
Ketika sedang melihat suasana kafe, tiba-tiba mataku melihat seseorang yang sudah tidak asing lagi bagiku.
Seorang cowok masuk ke kafe bersama seorang cewek. Cewek itu terlihat tinggi, cantik dan sepertinya anak orang kaya. Dilihat dari barang-barang yang dia pakai, yang terlihat begitu mewah.
Mereka terlihat mesra sekali. Mulai dari berangkulan saat masuk, sampai duduk pun masih bergandengan tangan. Bercanda, tertawa, seakan-akan tidak ada orang lain di sekitarnya. Tanpa dosa dan tanpa sedikitpun memikirkan perasaanku.
"Kak, ada Jerry tuh" Daniel, salah seorang barista di kafe ini menyenggol lenganku. Dagunya menunjuk ke arah dua sejoli yang sepertinya sedang di mabuk asmara itu.
"Udah tahu" jawabku santai.
"Baru lagi?" tanya Daniel heran. Matanya masih menatap dua sejoli itu.
"Kamu kayak nggak tahu kelakuan si Jerry aja. Nggak usah sok heran gitu deh" jawabku dengan sedikit kesal.
Suasana hatiku tiba-tiba berubah drastis. Hatiku terasa sakit. Tapi aku mencoba mengendalikan perasaanku. Karena saat ini aku sedang bekerja. Harus tetap tersenyum di hadapan pengunjung kafe.
"Katanya mau belajar kelompok, ternyata pacaran" gerutuku dalam hati. Masih sesekali memperhatikan dua sejoli itu. Sedangkan Daniel sudah kembali sibuk dengan pekerjaannya. Karena pengunjung terlihat semakin ramai. Lalu ku fokuskan pada pekerjaan ku. Tidak peduli dengan duo sejoli itu.
"Kak Yoora nggak apa-apa kan?" tiba-tiba Daniel sudah berada di sampingku.
"Eh, nggak apa-apa kok, Niel" aku menoleh. Mencoba memberikan senyuman pada Daniel. Meskipun sangat bertolak belakang dengan kondisi hatiku saat ini.
"Yakin?"
"Ya udah, aku ke belakang dulu ya?" kulangkahkan kakiku menuju toilet. Mencoba menjauh dari sebuah pemandangan yang tak mengenakkan hati.
Sesampainya di toilet, aku langsung membasuh wajahku. Dinginnya guyuran air membuatku terasa lebih segar.
Kupandang cermin di depanku. Kuraba wajahku dengan kedua tangan. Aku tidak secantik para artis. Aku juga tidak sekaya para pengusaha. Pantas saja. Aku seakan hanya sebuah mainan.
Cukup lama aku mematung di depan cermin toilet. Hingga tersadar kalau aku harus cepat-cepat kembali ke depan. Kasihan teman-temanku. Pasti mereka kewalahan.
Setelah merapikan penampilan, aku langsung keluar dari toilet. Baru beberapa langkah berjalan, aku berpapasan dengan Jerry dan cewek itu. Jerry menatapku dengan tatapan yang, entahlah. Aku malas mengartikannya. Mungkin dia merasa bersalah. Tapi aku tetap diam saja tanpa ekspresi apapun. Melanjutkan langkahku.
"Manja banget jadi cewek. Ke toilet aja pakai dianterin segala" gerutuku saat sampai di meja kasir. Tak lama kemudian Daniel datang. Dia membawa sebuah paperbag.
"Nih, ada kiriman spesial buat Kak Yoora" Daniel memberikan paperbag itu kepadaku. Aku menerimanya.
"Dari siapa?" tanyaku heran.
"Nggak tahu. Tadi Bang Joni yang menerima. Katanya, pas dia lagi di depan, tiba-tiba ada seorang Ibu minta datang. Minta tolong buat ngasih ini ke Kak Yoora. Bang Joni juga nggak tahu Ibu itu siapa?"
"Coba Kakak buka aja. Siapa tahu ada nama pengirimnya" lanjut Daniel mengusulkan.
"Ah, iya benar juga kamu, Niel" Aku langsung membuka paperbag itu. Mengeluarkan isinya. Sebuah gaun berwarna putih yang sederhana namun terlihat elegan. Dan sepasang higheel berwarna senada.
"Wow, baju sama sepatu. Kayaknya ini harganya mahal deh. Kak Yoora jadi makin gaya nih. Cie, yang baru dapat hadiah."
Aku tidak menghiraukan ucapan Daniel. Aku melihat lagi isi paperbag. Berharap menemukan nama pengirimnya. Tapi nihil. Di dalam paperbag, sudah tidak ada apa-apa lagi.
"Gimana, Kak? Ada nama pengirimnya?" tanya Daniel lagi.
"Nggak ada, Niel" jawabku. Lalu ku masukkan kembali gaun dan sepatu ke paperbag. Kemudian kubawa ke belakang, kusimpan di loker.
"Gimana ya, Niel? Aku jadi takut deh" risauku, saat sudah kembali ke depan.
"Ya udah tenang dulu, Kak. Nanti kita cari tahu."
"Iya, deh. O iya aku mau minta tolong, nanti anterin aku pulang ya? Bisa nggak?"
" Bisa, Kak. Tapi..." Daniel tidak melanjutkan omongannya.
"Tapi kenapa, Niel? Kalau kamu nggak bisa nggak apa-apa kok?"
"Bisa. Cuma nanti aku jemput Mama juga di toko. Kak Yoora nggak keberatan kan kalau aku sekalian jemput Mama? Biar sekalian bareng. Nggak bolak-balik gitu."
"Ya udah nggak jadi. Nggak enak sama Tante Santi. Nanti nebeng Bang Joni aja."
"Kenapa nggak enak, Kak? Kayak sama siapa aja. Kak Yoora kan sudah dianggap anak sendiri sama Mama. Walaupun Kakak nggak jadi bagian dari keluarga kami" Daniel menunduk. Mungkin dia sedih. Mengingat aku dan kakaknya yang gagal menikah.
"Aku dan kakakmu tidak ditakdirkan untuk berjodoh. Mau sedekat apapun, kalau bukan milik kita, Tuhan pasti akan menjauhkannya dari kita" Kupegang pundak Daniel. Kemudian dia menatapku dengan senyuman.
"Kak Yoora itu cantik, baik, pintar masak pula. Tapi dasar Kak Harvey aja yang aneh. Dia malah lebih memilih Kak Griselda daripada Kakak. Nggak habis pikir sama selera Kak Harvey."
"Ya, mau gimana lagi? Toh, itu semua sudah menjadi masa lalu. Nggak usah diingat-ingat lagi. Yang penting silaturahmi kita kan tetap terjalin. Lagipula, sekarang aku kan udah punya yang ganteng. Nggak kalah sama kakak kamu."
"Ganteng doang tapi ceweknya banyak buat apa, Kak? Nyakitin doang. Bisa-bisanya Kak Yoora jatuh cinta sama Jerry."
Daniel benar juga. Kadang aku pun merasa heran dengan diriku sendiri. Kenapa aku bisa jatuh cinta dan sampai saat ini masih bertahan dari seorang Jerry Pratama. Cowok yang usianya empat tahun lebih muda dariku. Dan dia punya banyak teman dekat cewek.
Sebenarnya hubungan macam apa yang sedang kujalani dengan Jerry ini?
"Hhh, sepertinya ada masalah dengan hatiku."
~💚Pricilla Hwang💚~










Book Comment (579)

  • avatar
    Satu Dalam Sejuta

    good

    4d

      0
  • avatar
    FazriAmin

    buku nya bagus

    13d

      0
  • avatar
    SuailyGerard

    ia hanya sebatas cantik tetapi tidak memiliki hati yang sangat menyakiti mungkin hanya bukan dia yang dihati andai saja bumi bisa diputar dan memiliki hati yang terbuka bagi setiap orang yang sangat saling melengkapi dan terus berjuang untuk diri sendiri

    18d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters