logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Rumit

Saling pandang dengan binar netra serupa. Sontak keduanya mengisyaratkan untuk secepatnya pergi dari sana. Berlari keluar sebelum ada orang yang menyadari kehadiran Viskha selaku orang yang diberitakan barusan.
Hingga mereka tiba di tempat parkir, lekas masuk ke mobil.
“Sumpah, ini crazy total. Bisa-bisanya kamu diberitakan diculik begitu.” Talita berbicara panik seraya mengatur napas yang terengah. Secara logika, kamu sekarang bareng aku. Itu berarti aku bisa jadi tertuduh, dong. Ya Tuhan ....” Dia menunjuk dada sendiri, lalu menggeplak dahinya.
Viskha sama terengah, lekas menetralkan degup jantung sembari mengusap dada. Namun, belum juga berkomentar. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tak sadar dengan celoteh Talita selanjutnya.
“Bisa-bisanya ada yang ngarang berita seekstrem itu. Bentar-bentar!” Gadis itu menggeser posisi duduk hingga menghadap sahabatnya.
“Sorry, kalo kali ini aku terdengar terlalu ingin tahu. Tapi aku penasaran, apa gitu yang nyebabin kamu lari dari pernikahan?”
Talita menampakkan binar rasa ingin tahu nan dalam.
Viskha masih hening. Dia memikirkan kemungkinan orang yang menyebar berita palsu itu. Menduga keluarga Kertajaya lah dalangnya. Alih-alih menyuarakan praduga, dia malah terlihat makin gusar dan mengecek gawainya.
“Vikachu! Vikachu?” Talita mengguncang lengan gadis itu, lantas memberengut kesal.
“Eh, iya, Ta? Apa?”
“Ya ampun, dari tadi kamu enggak merhatiin omonganku?” Lagi, gadis itu menggeplak dahi.
“Emangnya tadi tanya apa?”
Dalam sekali sentakan, Talita memutar posisi duduk dan langsung mengenakan sabuk pengaman lalu menyalakan mesin. Detik berikutnya, mobil pun melesat membelah jalanan kota.
“Kali ini kamu lolos, oke. Di apartemen berutang penjelasan. Sorry, aku bakal kepo maksimal mulai dari sekarang. Karena mulai saat ini hidupmu enggak bakal tenang, Vikachu! Kalo orang liat kamu lagi barengan aku. Aku juga bakal ikut enggak tenang.”
Gadis bawel itu tancap gas tanpa bicara lagi. Membiarkan Viskha yang buru-buru mengenakan sabuk mengaman tanpa membahas apa pun.
-¤¤¤-
Hingga tak terasa mereka telah sampai di kediaman Talita lebih cepat dari sebelumnya.
“Kali ini kamu wajib jawab jujur. Sejujur-jujurnya, oke!” kata Talita saat mereka telah duduk berhadapan di ruang tamu apartemennya.
Viskha mengangguk, paham sahabatnya juga mesti tahu informasi itu. Apalagi di keadaan seperti sekarang. Perlahan menghela napas seraya mengetukkan jemari di meja.
“Baiklah. Aku bakal ceritain semuanya.”
Talita tak sabar menanti, tetapi memberikan kesempatan untuk Viskha menimbang bagian yang hendak diberitahukan.
“Jadi aku kabur dari rumah karena enggak mau nikah sama Leonard dan hubungan itu cuma sebatas perjodohan tanpa rasa.”
“What? Jangan bilang kamu belum move on dari si Zumar?”
Viskha menggeleng lemah.
“Kami enggak pernah putus, Ta. Hubungan kami senantiasa utuh meski lintas negara. Kadang-kadang suka saling bales email kalo dia lagi enggak sibuk.”
Talita mangut-mangut. “Jadi, kamu kabur demi perjuangin hubungan kalian.”
Viskha mengangguk lagi. “Bener. Dan aku enggak mau pertaruhin masa depanku dengan menjalani rumah tangga tanpa cinta. Selain itu, orang yang dijodohin sama aku pun kayaknya juga terpaksa menjalaninya. Jadi buat apa aku juga pura-pura nurut, kan?”
“Ya, di sisi lain tindakanmu bisa dibenarkan. Meski mungkin ada harga yang harus dibayar untuk itu, kan.”
“Ya. Aku tahu, mungkin aku egois. Sangat egois. Membuat malu keluarga dan udah mengibarkan bendera konflik dengan keluarga Kertajaya.”
“Mereka bukan keluarga sembarangan, Vikachu!"”
“Nah, karena itulah. Aku ngira berita rekayaa itu disebar keluarga Kertajaya. Mereka pasti sanggup melakukan apa pun demi menyelamatkan nama baiknya, kan?”
Talita memegangi pelipis, turut berpikir mengenai dugaan sahabatnya itu.
“Tapi kayaknya ada kesalahan interpretasi, deh, Vi. Buat apa coba mereka buang-buang materi dan tenaga buat ini? Padahal kalo pun motif balas dendam, tinggal umumin perbuatanmu ke publik. Enggak perlu, deh, repot-repot nyusun karangan penculikan segala. Apa yang mereka inginkan, coba?”
Viskha memikirkan juga pendapat Talita. Memang masuk akal, tetapi jika bukan keluarga Kertajaya lalu siapa?
“Belum lagi, ini malah bakal nambah mencoreng nama baik mereka seandainya terbongkar membuat kebohongan publik seperti ini. Bisa terjerat UU ITE juga, loh. Emang, sih, keluargamu bisa menuntut balik. Meski bisa jadi keluarga Kertajaya juga akan memutar balikkan fakta bahwa kamu dan keluargamu melakukan penipuan berkedok perjodohan. Apa lagi di sini kamu jelas-jelas lari dari pernikahan, kan? Omong-omong bukannya mereka penghalal segala macam cara?”
Viskha menegakkan punggung seiring penyesalan yang mencemari hati. Betapa dia tidak berpikir sejauh itu mengenai dampak pelariannya. Lebih menyesal lagi tidak menolak perjodohan sejak awal. Kemungkinan hal seburuk itu pun tak akan pernah terjadi. Dia menunduk dengan tatapan menghunjam lantai. Memikirkan segala yang didengarnya barusan seiring praduga buruk yang berseliweran.
“Vikachu, are you oke?” Talita menyentuh lengan atas Sahabatnya setelah pindah posisi duduk di samping Viskha.
“Aku enggak memikirkan kemungkinan itu, Ta. Ya Tuhan, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakuin?” Netra Viskha berkaca-kaca seiring rasa sakit yang menerjang kepala. Saat banyak pikiran dan ketegangan migren kerap menyerang tanpa ampun. Diletakkannya sebelah telapak tangan di bagian yang sakit.
“Aku juga belum bisa kasih solusi, Vi. Sebelum tahu dalang di balik berita ini. Kira-kira selain keluarga Kertajaya, siapa lagi yang paling mungkin punya motif ngelakuin ini, ya?” Talita menatap langit-langit ruangan turut berpikir.
Sekian menit berlalu dalam keheningan yang panjang. Hingga Viskha membuka suara.
“Kakakku!”
Sontak Talita menoleh dengan mata melotot.
“Ya, pasti Kak Hisyam. Ayah enggak mungkin punya ide sedemikian canggih dan praktis.” Viskha mengingat betapa ayahnya begitu berpikiran kolot dan kurang terbuka dengan perkembangan zaman.
“Nah, seandainya dugaanmu bener. Menurutku kamu harus matiin teleponmu mulai saat ini, beli hape baru dan harus pindah tempat tinggal. Bukan enggak mungkin dia juga udah mulai melacak keberadaanmu melalui ahli IT. Sebenernya mereka dengan mudah udah tahu lokasi kamu, tapi kayaknya ada rencana lebih besar di balik ini semua.”
“Ya ampun, Ta. Betapa naifnya aku ini.” Viskha menelungkupkan telapak tangan di wajah.
“Udah jangan nyalahin diri sendiri terus. Aku juga baru bisa sekritis ini setelah lihat berita tadi dan denger penjelasanmu. Seandainya aku tahu dari awal semua penyebab ini, Vi. Aku kira pernikahanmu emang batal secara alami. Mengingat sifatmu yang begitu taat aturan itu. Kukiraa kamu ke sini nyembuhin lukamu.”
Viskha menggeleng. “Bukan salahmu, akunya aja yang enggak bisa terbuka dari awal.” Gadis itu merenungi semua kejadian yang dialami. Mencari jalan keluar yang akan ditempuhnya. Gagasan Talita ada benarnya, tetapi apakah langkah kali ini tak akan kembali salah? Terakhir kali mengikuti kata hati, menimbulkan masalah tiada henti. Apa sekarang dia masih bisa mempercayai firasatnya?
“Apa lebih baik aku nyerah aja, ya? Terus pulang? Mungkin masalah bisa selesai?”
Talita terperangah, heran dengan kerumitan jalan pikiran sahabatnya.
“Ya ampun, Vikachu. Buat apa kamu ngambil keputusan sebesar itu? Kabur dari pernikahan, tapi ujung-ujungnya kembali?”
Viskha menunduk dan bergeming.
“Gini, deh, aku tanya? Kamu kabur demi apa? Hal paling utama yang memicu pelarianmu?”
“Aku ....”
Zumar, hanya demi janjiku pada Zumar. Janji kami.
Seketika tentang keluarganya dan Zumar berkelindan di kepala Viskha. Bisa saja dia kembali dan memperbaiki semuanya lalu menikah dengan Leonard. Apakah itu akan menyelesaikan masalah? Apakah semua benar-benar akan pulih? Apa nama baik keluarga akan kembali? Bagaimana respons kedua belah pihak keluarga? Apakah dia tidak akan menghadapi tekanan internal maupun eksternal setelahnya? Juga bagaimana dengan Zumar? Betapa hancurnya perasaan dia ketika pulang nanti bila melihat kekasihnya menikahi orang lain? Tak terbayang betapa hancurnya perasaan pria itu.
Sontak Viskha menggeleng, mengusir segala pertanyaan yang menghunjam pikiran. Seiring denyut yang terasa makin intens di kepalanya. Dia meletakkan tangan di anggota tubuh tersebut, netranya terpejam erat hingga dahinya berkerut. Detik berikutnya teriakkan Talita menggema ke seluruh ruangan.
-¤¤¤-

Book Comment (72)

  • avatar
    Mass Bondoll

    50.000

    13d

      0
  • avatar
    FridayantiSiska

    kak ini cerita nya sudah tamat ya

    11/08

      0
  • avatar
    SrAndrian

    biyasasaja

    11/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters