logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Vidi Salah Lihat?

Vidi Salah Lihat?
Aku tidak mungkin salah lihat.
Tidak ada yang percaya sama aku.
Itu tante Sonia!
--Vidi Putra Haikal--
Suasana tiba-tiba menjadi hening. Apa? Mencium? Sonia mencium pria lain? Mungkin Vidi salah lihat. Atau memang benar yang dilihat anak kecil itu? Sonia begitu mencintai Haikal dan sebaliknya juga. Mereka selalu mesra tanpa memandang tempat dan berhadapan dengan siapa.
"Vid, yang kamu lihat Papa, kan? "
"Enggak Kak, bukan Papa. Tante Sonia menci--"
"Eh, udah. Jadi gak beli es krim? " sela Dina sebelum Vidi melanjutkan ceritanya. Tidak pantas jika anak sekecil itu membicarakan perihal ciuman.
Vidi dan Dina kompak diam. Dalam pikiran meraka sama. Sonia--benarkah dengan pria selain Haikal?
***
Slurp...!
Vidi menjilat es krim coklat kesukaannya. Dalam hati Dina sebenarnya ingin sekali menanyakan soal Sonia. Tapi apakah mungkin anak kecil bisa bohong?
"Em, Vidi. Kakak boleh tanya sesuatu? "
"Iya boleh , Kak. Mau tanya apa? " jawabnya sembari terus menjilati es krim yang mulai meleleh.
"Kamu masih ingat wajah Tante Sonia, kan? " tanya Dina pelan-pelan.
"Masih," jawabnya singkat, padat, dan jelas.
"Kalau menurut Kakak, Em.. Vidi salah orang. "
Vidi berhenti makan es krim. Dia mendengus ke Kak Dina dan masuk ke dalam rumah. Dina berdiri lalu berlari mengejar Vidi.
"Vidi, maksud Kak Dina bukan seperti itu. Tante Sonia itu gak mungkin sama om yang lain. "
"Kak, tadi itu tante Sonia. Tante mencium om itu. Terus mereka masuk mobil pergi, "jelas Vidi penuh penekanan.
Dina masih belum percaya dengan apa yang Vidi lihat. Sekilas teringat foto Sonia hadir di pernikahan Ara.
" Din, kamu kenapa? Vidi mana? "
"Loh, Ibu sudah pulang? "
"Iya, tadi acaranya dimajukan. Vidi mana? Tidur? " tanyanya berbisik ke Dina.
Dina menengok kanan kiri untuk memastikan Vidi tidak menguping lagi.
"Heh, ditanya kok gak jawab? Vidi mana? "
Dina menarik tangan majikannya untuk duduk dengannya di sofa depan. Dina mengambil napas panjang dan mulai menceritakan semuanya pada Ara.
"Din, Sonia lancang sekali! Benar-benar kurang ajar dia! " Ara emosinya memuncah saat mendengar nama Sonia.
Dina berusaha menenangkan majikannya agar tenang. Khawatir jika Vidi mendengar obrolan mereka.
"Bu, 500 ribu untuk menyogok aku. Itu kan sudah keterlaluan ,Bu. "
Ara menggelengkan kepala. Tidak habis pikir dengan ulah Sonia. Salah apa Ara ke Sonia? Dia selalu saja mencari masalah.
"Pelakor itu harus dikasih pelajaran! " Ara berdiri menuju pintu depan.
"Bu, mau ke mana? " Dina cemas melihat majikannya akan membalas perbuatan Sonia.
Senyum Ara mengisyaratkan sesuatu yang akan direncanakannya. Dina semakin cemas dibuatnya.
"Eh, Ibu!" Dina menghadang hingga majikannya hampir terjatuh.
"Din, aku hampir jatuh. Ah, kamu itu kenapa?" Ara tersentak mundur ke belakang.
Dina salah tingkah dan tidak tahu bagaimana caranya agar Ara tidak menemui Sonia. Seketika dia ingat satu hal yang membuat Ara tetap di rumah. Semoga saja berhasil.
"Bu, tadi aku melihat Bu Sonia sama pria lain."
Langkah Ara terhenti saat itu juga. Dia merasa sangat tertarik sekali sekaligus penasaran dengan apa yang dikatakan pengasuh anaknya itu.
"Apa kamu bilang? Pria lain?" Ara mengernyitkan dahi dan mengajak Dina duduk.
"Iya, Bu. Tadi Vidi melihat Sonia sama pria yang bukan Papanya. "
Ara senyum kecil memperhatikan cerita Dina. Dia sendiri bingung harus sedih atau senang mendengar semuanya.
"Oh, sebentar. Apa kamu juga melihatnya? Bagaimana kalau Vidi salah lihat? " Ara mencoba mengurai keadaan.
Dina terlihat berpikir sejenak seraya memainkan jari-jari lentiknya. Mungkin saja pria itu Ayahnya atau masih saudara?
"Bu, Vidi bilang kalau Sonia mencium pria itu, "lanjut Dina.
Ara kaget bukan kepalang hingga sontak berdiri. Mencium? Sonia mencium pria lain? Dan putranya melihatnya?
"Apa Sonia selingkuh? " Ara melontarkan pertanyaan yang membuat Dina merinding.
"Bu, apa kurangnya Pak Haikal? "
Ara kembali duduk terlihat raut kesal mendengar ucapan pengasuhnya itu. Dina berkata seakan Haikal manusia yang sempurna.
"Din, apa kamu lupa kalau Sonia merebut paksa suamiku? "ketus Ara.
"Apa kamu juga lupa kalau mereka selingkuh di belakangku? " tambah Ara.
"I-iya, Bu. Maaf, maksud saya bukan seperti itu, Bu. " Dina menunduk merasa bersalah.
"Din, misal Haikal punya kelebihan dan kebaikan yang tiada tara, kalau jiwanya sudah menjadi pelakor ya akan terus seperti itu. Sama halnya dengan Haikal. Ada kemungkinan dia akan selingkuh dari Sonia. Karena yang saya tahu, penggoda dan penghianat itu memang cocok," jelas Ara bijak pada Dina.
Dina senyum tipis mendengar kata dari majikannya. Yang dia tahu sekarang kalau Dina sudah mulai dewasa dan move on.
"Ma?"
Vidi memanggil Mamanya yang terlihat seru ngobrol dengan Dina. Sedari tadi dia memperhatikan Mamanya.
"Sejak kapan kamu di situ?" Kak Dina kaget melihat sosok kecil itu di belakang vas bunga yang cukup menutupi tubuhnya.
Ara berlalu saja tanpa menjawab panggilan putranya. Dina yang menyaksikan sikap dingin Ara tidak berani untuk menghentikan langkah kaki majikannya.
"Sini, duduk dekat Kak Dina! " Dina mencoba menarik tangan mungil dari balik vas.
"Kak, Mama kok pergi? Aku kan juga ingin ngobrol sama Mama, "ucap Vidi sedih.
Dina menghela napas kesal melihat sikap Ara yang belum berubah pada Vidi. Sudah terlalu lama Ara selalu dingin pada putranya itu.
"Vidi, Mama capek dan butuh istirahat. Vidi ngobrol sama Kak Dina aja deh,gimana?" usul Kak Dina. Mencoba menghibur Vidi agar malaikat kecilnya itu bisa senyum lagi.
"Ngobrol apa, Kak? Aku melihat tante Sonia aja, Kakak gak percaya sama aku, " protes Vidi kesal manyun.
"Eh,ada yang mau Kak Dina tanyakan. Kakak, boleh tanya, kan? " Dina merayu Vidi manja.
Vidi senyum manyun hingga tampak wajah imutnya yang pasti membuat semua orang gemas melihatnya.
"Iya,boleh kok. " Vidi mengangguk ceria.
"Eh, tapi-"
"Tapi apa? Kok pakai syarat? " sela Kak Dina protes.
"Tapi nanti buatin mi goreng, ya! Mau kan, Kak? "
Dina geleng-geleng melihat tingkah anak asuhnya itu. Andai saja yang memanjakan Vidi adalah Ara. Kapan waktu bahagia itu akan tiba. Sabar ya, Vidi.
"Tadi Tante Sonia lihat kamu? "
Vidi sekilas mengingat kejadian tadi dan sangat yakin kalau Tante Sonia tidak melihat dirinya.
"Kok gak sama Papa, ya? Papa kemana ya, Kak? "
Dina bingung harus menjawab apa dan tidak tahu cara menjelaskan ke anak kecil perihal kejadian itu.
"Din, tolong buatkan saya teh manis, ya. Kamu tidak sibuk, kan? "
"I-iya,Bu. Sebentar ya,Vidi. Kamu masuk kamar dulu sana! "
Vidi mengangguk perlahan jalan ke kamar melihat ke belakang. Terlihat wajah Mamanya di depan pintu. Vidi melemparkan senyum termanisnya, Ara membuang muka berlalu begitu saja.
"Mama, Vidi kangen sama Mama, "gumamnya melangkahkan kaki ke kamar.
"Bu, makasih, ya? Untung tadi Ibu panggil saya. Vidi itu pintar. Apa saja selalu dia tanyakan, "ucap Dina yang masih berdebar.
" Vidi seharusnya tidak melihat kejadian memalukan seperti tadi. Pasti dia akan penasaran. Dulu dia butuh waktu lama menerima pernikahan Papanya. Walau dia masih kecil,tapi pikirannya sudah tidak seperti anak kecil. Apa kamu ingat? " Ara menghela napas berat mengingat kembali kejadian yang menimpa dirinya dan putranya.
"Maksud Ibu? Apa ada kemungkinan dia bertanya sama Pak Haikal? " Dina belum mengerti arah pembicaraan majikannya.
"Kemungkinan kecil dan sangat kecil sekali. Bisa dihitung dengan jari dalam setahun berapa kali mereka bertemu," jawab Ara tegas.
"Lalu? "
"Din, kita harus mengarang cerita seakan Sonia dengan saudara atau adiknya. Bagaimana?Ini semua demi kebaikan Vidi. Aku tidak ingin Vidi terus bertanya soal pria yang bersama Sonia. Dia masih terlalu kecil untuk melihat orang lain yang bermesraan dan berciuman. Apalagi bukan dengan Papanya, " saran Ara ke Dina. Dia berharap kerja sama dari pengasuh anaknya itu.
"Baik, saya mengerti. Saran Ibu bagus sekali demi kebaikan Vidi. Apalagi jangan sampai dia tanya ke gurunya. Bisa bahaya ya, Bu? "
"Iya, Din. Jangan sampai hal memalukan itu terjadi. Mau taruh di mana mukaku ini, Din? Bagaimana juga Haikal itu Ayah kandung Vidi. Dan kini Sonia menjadi istrinya." Ara berdecak heran pada tingkah Sonia yang menurutnya hina. Selalu saja membuat sial dan merepotkan.
Dina semangat berlari ke kamar Vidi dan tidak sabar untuk mengatakannya. Ara tersenyum hangat melihat polah Dina.
"Vidi? Kamu lagi ngapain? "tanya Dina heran mengelus rambut Vidi.
Coretan tangan Vidi terukir jelas di atas kertas gambar putih. Sebuah gambar yang bagus untuk anak sekecil Vidi.
" Ini Vidi, Papa dan Mama? "
"Iya, " jawaban singkat dan jelas sudah bisa menjelaskan semuanya.
Dina takjub sekaligus terharu melihatnya. Dia berdoa suatu saat semua akan terjadi. Mereka bertiga bergandengan erat menatap matahari yang cerah di atas bukit hijau.
"Kak, kok lari-lari?Ada apa?"
Dina masih terpaku hanyut dalam lamunannya. Tanpa terasa senyum tipis tergores di bibirnya.
"Kak? Kok senyum-senyum? " Vidi mengibaskan tangan di depan mata Kak Dina.
"Eh, iya. Ada apa? "
"Kakak kok sukanya melamun? " Vidi heran terlalu sering melihat Kak Dina melamun.
"Vid, kamu benar. Yang tadi itu Tante Sonia. Tapi... "
Vidi meletakkan kuasnya menghadap ke muka pengasuhnya. Anak mungil penasaran sekali dengan kelanjutannya.
"Tapi apa, Kak? "
"Tapi sama adiknya. Jadi, Tante Sonia itu punya adik laki-laki. Mereka dekat sekali dan gak heran kalau terlihat mesra, " jalas Kak Dina.
"Kakak adik boleh ciuman ya? Aku gak punya adik. Belum pernah ciuman sama adik."
Dina menutup wajahnya sejenak menahan napas. Dalam batinnya susah sekali menjelaskan pada Vidi. Akhirnya, selalu saja Dina yang terjebak dalam situasi seperti ini.
"Kak, aku ingin punya adik. Adikku siapa? "

Book Comment (44)

  • avatar
    gerandongFebrian

    mantap

    17/07

      0
  • avatar
    Siti Umayah

    sangat keren

    05/07

      0
  • avatar
    FaaAmelia

    bgs

    27/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters