logo
logo-text

Download this book within the app

Eric Part 6

Hari sudah terlihat mulai gelap yang menandakan malam akan segera tiba. Sean sedang melajukan motornya dengan cepat. Sedangkan aku ... hanya menatap ke sekeliling dengan kedua tanganku yang melingkar erat di pinggang Sean.
“Leslie, kau tidak tidur, kan?” tanya Sean yang membuatku tersentak.
“Tidak kok,” jawabku singkat.
“Kau pasti sedang memikirkan kejadian tadi.”
“Ya, aku selalu terlibat masalah yang menyedihkan. Kau tahu itu membuatku sedih.”
“Kalau begitu berhentilah melibatkan dirimu dengan hantu.” Aku kesal sekali dengan perkataan Sean. Lalu aku cubit pinggangnya. Terdengar suara rintihannya sepertinya aku mencubitnya cukup kencang.
Sean menghentikan laju motornya, membuatku terkejut sekaligus bingung. Dia menepikan motornya dan memarkirnya di tempat yang aman.
“Kenapa berhenti?” tanyaku mulai panik. Entah kenapa aku merasakan sebuah firasat buruk?
“Cepat turun!” titahnya dan segera kuturuti.
“Kenapa, Sean?” tanyaku penuh antisipasi karena khawatir dia sudah merencanakan sesuatu yang buruk padaku untuk membalas tindakanku tadi yang menjahilinya.
“Kau ... beraninya mencubitku. Bagaimana tadi kalau kita jatuh dari motor? Aku akan membalasmu. Bersiaplah, Leslie,” katanya dengan seringaian mengerikan di wajahnya. Sepertinya firasat burukku menjadi kenyataan.
“Maafkan aku, Sean. Salahmu sendiri tadi membuatku kesal.” Namun, Sean mengabaikan permintaan maafku, dia bersiap mendekatiku. Aku sungguh sangat takut karena itu aku berlari. Aku lari sekencang-kencangnya dari kejaran Sean. Tapi sungguh larinya sangat cepat dan dia berhasil menangkapku. Tentu saja aku tidak mungkin menang mengadu lari dengan atlit basket sepertinya. Aku benar-benar bodoh karena telah membuat Sean marah.
“Ampun, Sean. Maafkan aku. Aaaakhh! Maafkan aku!” Teriakku sambil meronta-ronta minta dibebaskan.
Ctakk!
“Akhh, sakit.” Aku merasakan jitakan keras pada keningku.
“Kau jahat sekali, aku kan hanya mencubitmu tadi kenapa kau malah menjitakku.”
“Itu hukuman karena nyaris membuat kita berdua jatuh dari motor tadi.”
“Tapi tadi kita tidak jatuh kok.”
“Aku bilang nyaris, Leslie. Nyaris ... aku rasa kau harus membersihkan telingamu,” ucapnya datar membuatku kesal mendengarnya.
Aku ingin membalas ucapannya namun terhenti ketika aku menyadari sesuatu. Posisi tubuh kami saat ini begitu dekat. Sean sedang mendekap tubuhku kuat tidak ingin melepaskanku. Jujur jantungku berdetak dengan cepat sekarang. Aku bisa melihat wajah tampannya dari jarak sedekat ini.
Aku dan Sean ... kami memang cukup lama berpacaran tapi sungguh kami tak pernah berada dalam posisi sedekat ini. Terakhir kali posisi ini pernah terjadi ketika aku tanpa sadar memeluknya ketika insiden hantu Prinka di Grandes High school. Bahkan saat itu tanpa sadar, aku telah menciumnya. Oh, aku mungkin melupakannya, dulu ketika aku di rumah sakit setelah insiden hantu Celia. Kami pun pernah berada dalam situasi seperti ini. Saat itu kami baru meresmikan hubungan kami dan Sean nyaris menciumku. Walaupun ciuman itu tidak jadi karena gangguan dari Angie. Semenjak saat itu, aku tak pernah berada sedekat ini dengan Sean.
Aku menelan salivaku ketika bibir tipis Sean begitu dekat denganku. Jantungku berdebar tak karuan, aku bahkan khawatir Sean mampu mendengar suara debarannya. Aku menutup kedua mataku ketika bibirnya semakin mendekatiku.
“Hei, Leslie ... kenapa kau menutup matamu?” Aku terbelalak mendengar pertanyaannya. Dengan sebal aku pun menatap wajahnya yang masih berada begitu dekat dengan wajahku.
“Apa kau berharap aku menciummu?” Seketika itu pun ku dorong sekuat mungkin tubuhnya. Pertanyaannya membuatku malu sekaligus membuatku kehilangan kesabaranku.
“Hahaha ... aku hanya bercanda, Leslie,” katanya sambil tersenyum.
“Kau menyebalkan, Sean.”
“Menyebalkan karena tidak menciummu, ya?” Dia mengatakan itu dengan memperlihatkan sebuah seringaian yang sungguh membuatku ingin menghajarnya saat ini juga. Kukepalkan tangan bersiap untuk menghajarnya.
“Lihat langit itu.” Namun, kuurungkan niat dan kuikuti pandangannya yang sedang menatap ke arah langit.
Kini aku tengah menatap langit yang sudah menghitam itu. Namun, terlihat indah karena ada bulan yang bersinar dengan terang. Bulan itu dipenuhi bintang-bintang yang bersinar dengan indahnya.
“Kau pernah melihat bintang, Leslie?” tanyanya yang membuatku mengalihkan tatapanku. Kini aku tengah menatap Sean yang sedang asyik menatap indahnya pemandangan langit di atas sana.
“Ini kita sedang melihat bintang,” jawabku datar. Memang benar kan kami sedang menatap bintang sekarang?
“Hahaha ... bukan itu maksudku. Hm, bulan Agustus nanti aku dengar akan ada hujan meteor. Kau mau melihatnya bersamaku?” Kini kedua mataku benar-benar terbuka dengan lebarnya. Apakah ini sebuah ajakan kencan? Dia mengajakku melihat hujan meteor yang pastinya hanya akan dilihat pada malam hari.
“Di dekat rumahku, ada sebuah bukit yang cukup tinggi. Kita bisa melihatnya dari sana. Itu pun kalau kau mau melihatnya.”
“Maksudmu kita melihatnya berdua saja di sana?”
“Iya, kenapa kau takut?”
“K-kenapa aku harus takut? Meihat hantu saja aku tidak takut. Kenapa aku harus takut melihat hujan meteor bersamamu?”
“Berarti kau mau melihatnya denganku?” Kuanggukan kepala dan dia memberikan seulas senyum yang sukses membuat jantungku serasa ingin melompat keluar dari dadaku.
“Ini janji kita, jangan ada yang mengingkarinya, ya.”
“Tentu saja, aku akan menepati janjiku. Kau juga, ya, Sean.”
“Hm, aku janji.” Sean memelukku erat dan aku pun membalas pelukannya.
“Hei, ayo kita lanjutkan perjalanan!” ajakku setelah menyadari waktu sudah menunjukkan pukul 19.30. Aku tidak ingin kami tiba di Asrama terlalu malam. Aku melepaskan pelukanku pada Sean dan berjalan menuju ke arah motor yang terparkir.
“Bukankah lebih baik kita mencari penginapan di dekat sini?” tanya Sean yang untuk kesekian kalinya membuatku tersentak.
“Haah, aku tidak mau. Kenapa kita harus mencari penginapan. Kau gila, ya, Sean?”
“Gila? Enak saja. Tentu saja aku masih waras. Maksudku kita memesan dua kamar untuk istirahat. Besok pagi kita langsung pergi ke kampus. Daripada kita melakukan perjalanan malam-malam begini. Atau jangan-jangan kau yang sudah gila karena memikirkan yang tidak-tidak tentang ideku ini?” Entah ada apa dengan isi kepalaku. Hari ini berbagai pikiran negatif tentang Sean terus memenuhi pikiranku.
“Jangan bicara sembarangan. Memangnya kau sudah lelah, Sean?”
Sean mengangguk tanpa ragu. “Hm, begitulah.”
“Baiklah, aku setuju. Kita cari penginapan di sekitar sini.”
Ya, aku rasa tidak bisa memaksanya untuk tetap mengendarai motornya, di saat dia mengatakan sudah lelah. Setidaknya aku tidak ingin dianggap wanita egois oleh pacar tampanku ini.
Aku dan Sean pun kembali menaiki motor, tentu saja tujuan kami sekarang adalah menemukan penginapan yang cocok untuk kami menginap malam ini. Jujur aku masih gugup karena itu aku dengan sengaja tidak melingkarkan kedua tanganku di pinggang Sean, melainkan aku berpegangan pada besi di belakang motor.
“Leslie.”
“Ya,” sahutku begitu mendengar suara Sean memanggilku.
“Mana tanganmu?”
Aku pun mengulurkan tanganku ke depan. “Ini tanganku, kenapa memangnya?”
Aku tersentak ketika Sean tiba-tiba menangkap tanganku dan meletakan di perutnya. “Peluk aku yang erat, aku tidak ingin kau jatuh. Pegangan yang kuat, ya.”
Aku yakin wajahku sudah merona sekarang karena perlakuan manis Sean, tapi sepertinya aku tak memiliki pilihan selain menurutinya sehingga aku pun kini melingkarkan kedua tanganku di perutnya yang rata dan bidang, menuruti apa yang pacarku ini minta. Harus kuakui perjalanan ini terasa menyenangkan.

Book Comment (190)

  • avatar
    AbayXy

    semangat

    07/07

      0
  • avatar
    Surya Gung

    500

    26/06

      0
  • avatar
    H.ThimbuatSendi

    👍🏼

    13/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters