logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Part 4

Muhammad Aditio Pratama Candrawinata biasa di panggil Tio.
Ia mengajar sebagai dosen bahasa inggris di kampus Pradasibya Jakarta Selatan.
Semua mahasiswi di situ saling berbisik satu sama lain.
Bagaimana tidak? ketampanan Dosen nya menjadi buah bibir para mahasiswi disana.
Alina semakin risih dengan kondisi di ruangannya.
Ia berdecak kesal serta memutarkan bola mata nya.
"Today I will not immediately deliver the material, the paper that I distribute to you contents.
It's about your data.
I give you 12 minutes to collect."
Dosen itu kemudian membagikan secarik kertas pada setiap mahasiswa dan Mahasiswi nya di sana.
Kertas itu adalah sebuah biodata yang harus terisi oleh semua mahasiswa dan mahasiswinya.
Setelah beberapa menit Dosen itu berkeliling, ia kemudian menjelaskan bahwa ia memberikan waktu 12 menit untuk semua Mahasiswa dan mahasiswi di situ mengisi lembar kertas yang baru saja ia berikan.
12 menit berlalu
Kertas itu lantas dikumpulkan pada Tio dan waktu mengajar Tio pun telah selesai.
Ia meninggalkan ruangan kampus itu sambil di tangan kiri nya menjinjing sebuah tas laptop milik nya yang selalu ia bawa.
(Alina)
Aku sempat mengingat-ingat wajah seseorang yang baru saja aku temui tadi.
Sungguh wajah yang sempurna bagi ku.
Aku sedikit merasa tidak enak hati padanya atas kejadian kemarin waktu di taman itu.
Semua mahasiswa dan mahasiswi sudah berhamburan keluar, hanya menyisakan aku dan seorang laki-laki bertubuh tinggi yang tengah asik membaca buku nya.
Sementara Dela, ia tengah membeli makanan di kantin.
Aku mengeluarkan sebuah laptop dari dalam tas ransel kanvas ku yang berwarna cream.
Aku melanjutkan menonton drama korea yang berjudul It's okay to not be okay episode 12 saat sedang istirahat.
Mata ku memang tertuju pada sebuah monitor laptop, namun tidak dengan fikiranku.
Aku terus memikirkan Dosen Tio tadi.
Ahh mengapa fikiranku harus tentang dia?.
"Hey? Boleh pinjem pulpen sebentar?" suara seorang laki-laki yang cukup membuyarkan lamunan ku. Aku segera menoleh pada nya.
Dia memperkenalkan diri nya serta mengajaku berjabat tangan.
Aku lantas menerima uluran tangan itu, dia adalah Ahmad Irsyad Devanya, biasa di panggil Irsyad.
Menurutku, dia cukup tampan dengan rambutnya yang sedikit bergelombang, bibir nya yang tipis serta alisnya yang tebal.
Tubuhnya yang tinggi sangat sesuai dengan warna kulit nya yang berwarna sawo matang.
Aku kemudian memberikan satu bolpoin ku pada nya, dia mengucapkan trimakasih pada ku lalu kembali ke meja nya.
Aku sedikit melirik kegiatan yang dilakukan Irsyad, ia tengah menulis sesuatu di buku itu.
Entah apa yang ia tulis.
Aku menghiraukannya, dan kembali melanjutkan menonton drama korea dengan perasaan yang masih tidak terfokus.
Aku menutup layar laptop ku dan kembali memasukannya ke dalam tas ransel miliku.
Aku keluar meninggalkan laki-laki itu seorang diri.
Ia tak menghiraukan kepergian ku, ia begitu fokus pada kegiatan menulis nya.
Aku berniat untuk menyusul Dela yang tengah berada di kantin hari ini, aku terus berjalan menyusuri koridor kampus dan sambil melihat-lihat setiap bangunan yang ada di kampusku ini.
Pandangan ku tiba-tiba beralih pada seseorang yang tengah memunguti beberapa berkas yang berserakan di lantai koridor.
Aku mendekati nya, berjongkok lalu membantu untuk mengambilkan beberapa berkas nya yang terjatuh.
"Mari pak saya ba... "
Belum sempat aku menawarkan bantuan, seseorang itu lantas menatapku.
Aku pun sangat terkejut dan tak percaya, seseorang itu adalah dosenku, Pak Tio!
Aku segera berdiri dan menyerahkan beberapa berkas pada nya.
Ia tampak begitu kesusahan membawa berkas dan beberapa buku yang menumpuk di tangan nya.
"Ahh trimakasih, kamu sudah membantu saya." ucap nya pada ku dengan senyuman nya yang begitu menyejukan hati.
"Maaf Pak, biar saya yang bawa buku nya," ucapku yang menawarkan diri untuk membantu nya.
"Oh yasudah bila kamu tidak keberatan.
Tolong bawa berkas nya saja," ia menyerahkan berkas yang tadi sempat terjatuh.
Aku dan Pak Tio pun berjalan menuju ruang perpustakaan kampus.
Aku berjalan di samping kanan nya sambil menenteng berkas.
Kami pun telah sampai di ruangan di mana ruangan itu terdapat banyak buku dan tempat duduk.
Ruangannya begitu luas, dan lampu-lampu yang begitu terang menyala.
Tidak ada seorang pun disana, melainkan hanya ada aku dan Pak Tio saja.
Aku tertegun menyaksikan kemegahan perpustakaan kampus yang tengah aku tempati sekarang.
Sementara Pak Tio, ia berkeliling untuk menempatkan kembali buku-buku yang sempat ia bawa tadi.
Pak Tio kembali menghampiri ku setelah mengembalikan semua buku pada lemari perpustakaan di sana.
Ia mengucapkan trimakasih padaku yang telah berkenan untuk membantu nya.
Aku pun dengan senang hati menjawab dan tidak merasa keberatan telah membantu nya.
Aku menaruh berkas yang ada ditanganku ke atas meja baca perpustakaan, lalu aku izin untuk meminjam satu buku yang nanti nya akan aku baca.
Aku terus memperhatikan setiap deretan buku yang tertata rapih di ruangan itu, dan sesekali aku menyentuh nya sambil berjalan.
Aku mengambil sebuah buku yang berjudul 'ATHEIS'.
Lalu setelah mengambilnya, aku kembali ke tempat di mana dosen ku tengah sibuk memperhatikan satu persatu berkas nya.
"Maaf Pak, saya mau pinjam buku ini," ucapku sembari memperlihatkan buku yang tengah aku bawa.
Pak Tio segera menoleh pada ku, dan mempertanyakan apakah aku suka membaca buku.
Aku hanya menjawab nya dengan kata iya.
Pak Tio mengambil sebuah buku jurnal dari dalam laci meja itu.
Ia kemudian menuliskan nama ku pada sebuah daftar list pinjaman buku perpustakaan kampus pradasibya.
Lalu aku diminta untuk menjaga buku itu dengan baik, dan mengembalikannya bila sudah selesai dibaca.
Aku hanya mengangguk faham atas penjelasan Pak Tio.
Tiba-tiba, semua lampu yang ada di perpustakaan mati dengan serentak.
Aku sontak berteriak histeris dan tak sengaja menjatuhkan buku yang baru saja aku pinjam tadi.
Pak Tio yang menyaksikan kejadian ini dengan sigap ia cepat menghampiri ku yang tengah terjongkok sembari telapak tangan ku menutupi wajah.
"Alina..Alina kamu kenapa?
Ini hanya pemadaman sementara, tidak akan lama!" Pak Tio berusaha menenangkan ku sambil mengguncang-guncangkan pundak ku.
Aku yang masih dalam keadaan takut, hanya terus menutupi wajahku.
Pak Tio mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam saku celana hitamnya nya lalu menyalakan flash kemudian mengarahkan nya kepada ku.
Tak lama setelah itu, lampu-lampu di ruangan itu kembali menyala.
Pak Tio memberitahukan hal itu, dan aku segera melepaskan tangan dari wajahku dengan nafas yang masih tersenggal serta bulir keringat yang bergantian menetes di kening dan kedua pelipisku.
Pak Tio mengambil buku yang sempat aku jatuh kan tadi, kemudian membangunkan ku dan membantuku duduk di kursi yang ia duduki tadi.
Ia menggeserkan kursi untuk aku duduki.
Ia merapihkan kerah kemeja nya yang berwarna merah maroon lalu mengambil sebuah kursi berwarna coklat dari depan rak buku, lantas duduk disamping ku tetapi dengan menghadap ke arah ku.
Aku pun merasa sedikit lebih tenang, aku menghembuskan nafas beratku sambil menahan kedua pipi dengan tangan ku.
Tak lupa aku mengusap bulir keringat yang masih tersisa di wajah ku.
"Ehh..Alina maafkan saya tadi, saya tidak sengaja menyentuhmu," ucapnya dengan agak gelagapan sambil sedikit membenahkan posisi duduk nya.
Lalu ia menanyakan mengapa aku bisa setakut ini dengan gelap, aku tidak bisa menjawab nya.
Lalu aku merapihkan baju ku dan mengambil buku yang aku pinjam dari perpustakaan.
"Maaf Pak, saya mohon pamit," ujar ku yang sedikit berlari dan langsung pergi meninggalkan Pak Tio seorang diri.
Ia hanya menatap bingung kepergianku yang meninggalkan nya secara tiba-tiba, dan tanpa menjawab pertanyaa yang dilontarkannya tadi.
Aku berlari kembali menuju ruang dimana aku tadi belajar.
Setiap pasang mata yang menyaksikan gelagat aneh ku, mereka hanya menatap ku bingung.
Sementara aku sama sekali tak menghiraukannya dan berlalu melewati beberapa orang di kampus itu.
Aku segera membuka pintu ruangan dan menjatuhkan ransel ku di dekat kursi yang tengah aku duduki.
Di ruangan itu hanya ada Dela dan Irsyad.
Dela yang sudah mengerti akan fobia ku terhadap gelap, ia hanya berusaha menenangkan ku, dan ia mempertanyakan mengapa aku tak menyusul nya di kantin waktu itu.
Aku tidak menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan dela kepadaku.
Irsyad yang tengah membaca buku pun, menghampiri ku dan menanyakan keadaan ku pada Dela.
Ia menggeser kursi nya dan duduk di hadapan ku.
"La... Alina kenapa?" tanya nya sambil sesekali melihat ku secara bergantian.
Dela hanya menjelaskan bahwa aku fobia terhadap kegelapan.
Irsyad pun hanya mengangguk faham dan kembali ke tempat di mana ia tengah membaca buku tadi.
Kini aku telah berada di area parkiran kampus pradasibya untuk menunggu Kak Fian datang menjemput ku.
Aku duduk di kursi bawah pohon yang memang sengaja pihak kampus menyediakan nya.
Lalu aku melihat Pak Tio dari kejauhan yang tengah berjalan dengan terburu-buru, sampai tak menyadari salah satu buku nya ada yang terjatuh tepat di hadapan ku.
Aku segera memungut buku itu dengan posisi cover yang terbalik.
"Pa..." belum sempat aku berteriak, mobil yang dikemudi Pak Tio telah enyah dari samping ku.
Aku membalikan buku itu yang ternyata adalah buku novel yang berjudul AKU RINDU TUHAN.

Kiiiikkkkk
Belum sempat aku membuka buku novel itu, suara klakson mobil sedikit mengejutkan ku dan menghentikan niat ku untuk membuka nya.
Aku berfikir nanti saja ketika di rumah aku akan membaca buku itu.
Aku segera menaiki mobil sport biru yang tak lain mobil itu adalah milik Kak Fian.
Kak Fian segera melajukan kecepatan mobil nya dengan kecepatan yang sedang. Sementara aku, mata ku hanya sibuk memperhatikan buku novel yang aku temui tadi.
Kak Fian yang tengah sibuk memutar-mutarkan setir mobil nya sesekali melirik ke arahku yang tengah sibuk memperhatikan buku novel dipangkuanku.
Pandangan ku kembali terfokus pada arah jalan di hadapan ku.
"De..novel baru kamu udah ada yang terbit lagi belum?" tanyanya yang membuka pembicaraan terhadapku.
"Mmm mungkin nanti, sekarang aku lagi revisi dulu salah nya dimana," balas ku pada Kak Fian.
Kak Fian hanya menganggukan kepala nya pertanda ia memahami ucapan ku tadi.
"De..
Kamu belajar yang rajin yah, kita bakal jadi penerus perusahaan papah nanti!" seketika aku memandang Kak Fian.
Aku menggelengkan kepala ku sambil bibir ku mengembangkan senyum padanya.
Kak Fian hanya mengerutkan keningnya dan mempertanyakan alasan aku tidak mau meneruskan perusahaan papa.
"Keinginan ku untuk menjadi jurnalis, sudah tidak bisa diganggu gugat lagi Kak.
Dan satu lagi, aku gak mau melanjutkan kesuksesan orang lain.
Aku mau sukses dengan cara dan versi ku sendiri,"
"Dari kecil, kita tidak pernah kekurangan harta sekalipun. Bahkan bisa dibilang, kekayaan papa tak ada ada habis nya sampai tujuh turunan," Aku menghela nafas sejenak
"Aku ingin mencari jati diri ku untuk menjadi manusia yang sebenar-benarnya!" ujar ku pada Kak Fian yang membuat nya bungkam dan tak lagi menanyakan apapun tentang ku.
Aku menyandarkan punggungku di kursi biru dekat jendela yang biasa aku tempati.
Aku baru teringat satu hal, buku! Ya, buku yang ke temui tadi belum sempat terbaca.
Aku segera beranjak dan mengambil nya dari atas meja belajar ku.
Aku membuka lembaran demi lembaran buku novel itu sambil terus berjalan menuju kursi biru ku.
Aku memperhatikan dengan jelas setiap halaman yang kubuka dari buku itu.
Namun, aku rasa buku itu tidak terlalu menarik untuku.
Aku mengerucutkan bibir ku dan membuka halaman lain dengan perasaan yang kesal.
Sampailah di halaman terakhir buku itu, aku menemukan sebuah kalimat
'Akan sangat rugi bagi mereka diluar sana yang tak mengenal tuhannya, sungguh bagiku itu adalah kerugian terbesar dalam hidup'
Degg
Aku segera menutup buku novel itu dengan cepat.
Jantung ku berdetak kencang, dengan hanya membaca kalimat pada halaman terakhir buku tersebut.
Aku menelan ludah ku dalam-dalam.
Aku seperti terbelenggu oleh benda yang cukup besar dan berat.
Tanpa sadar, air mata tak sopan tumpah begitu saja dan mengalir melalui pipi kanan ku.
''Sial!
Mengapa sesuatu yang tidak aku sukai, selalu saja berdatangan entah itu apapun dan dari siapapun!''
Aku beranjak untuk mengembalikan buku itu pada atas meja belajar.
''Buku bodoh! Aku tidak menyukaimu!" rutuku dengan kesal sambil melemparkan buku itu dengan kasar.
Terkadang..
Harta bertahta di atas segala nya.
Dan hal itu pula yang menjadikan manusia melupakan siapa dia sebenarnya``).

Book Comment (135)

  • avatar
    MaadHusnu

    SERU POLL

    2d

      0
  • avatar
    dariturnipwulan

    bagus

    11d

      0
  • avatar
    Piona Piona

    bagus

    11d

      1
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters