logo
logo-text

Download this book within the app

4

Bab 4 - Atasi Rasa Tegang
Shiha termenung, raut wajahnya murung. Hari ini dunia menjadi amat gelap. Hari peringatan kematian Paman Teja. Di usia Shiha yang tidak lagi muda, bisakah dirinya membina sebuah hubungan yang serius? Wanita mana yang tidak mendambakan pernikahan? Akan tetapi, seribu kali dipikirkan pun, hati Shiha selalu menolak. Rasanya, terlalu sayang untuk meninggalkan tempat milik mendiang pamannya ini.
Tiga belas tahun silam, saat Shiha duduk di bangku SMA kelas satu tepatnya.
Panas membakar atap langit, kepulan asap kendaraan selalu jadi momok paling ampuh buat darah naik. Aromanya bau, warnanya selalu hitam kelabu, ditambah terkadang berusaha amat bising. Setiap pagi, setiap siang, bahkan malam asap penuh kebisingan itu tak pernah kelelahan. Ibu kota terlalu padat, bukan lagi rahasia, bahkan timeline selalu dipenuhi tentangnya.
Shiha berlari menyambar pintu toko buku, seragam putih abunya tampak kusut, banyak noda lumpur, rambutnya kusut bersamaan wajahnya pun tak berbentuk. Ia yang kini genap berusia enam belas tahun, bukannya mendapat hadiah malah mendapat cipratan dari genangan air karena pengendara motor yang super egois.
“Seragammu?” tanya Teja, saat itu ia masih tampak bugar, meski ia tengah mengalami masa-masa sulit sebagai seorang pria impoten. Ia yang saat itu berusia lima puluh enam tahun terlihat marah.
“Ada motor yang menyerempet tepian jalan. Ada lubang berisi genangan air juga, main diterabasnya, jadi kena seragam.” Shiha berusaha menjelaskan hal itu. Namun, Teja tampaknya tidak tertarik mendengarkan itu.
“Hati-hati. Perhatikan sekitarmu, Shiha! Paman tidak ingin kamu tumbuh jadi orang yang individual, atau tidak peka akan lingkungan. Jika orang lain tidak memperhatikan, kamu yang harus memperhatikan mereka, walaupun itu hanya untuk dirimu sendiri!” bentak Teja seraya melemparkan buku catatan kecil ke kepala Shiha yang tertunduk lemas.
“Iya, Paman!” jawab Shiha getir.
“Pulang, jangan kembali ke sini. Cuci seragammu, kerjakan tugasmu, belajar yang giat agar kamu bisa lebih sukses dari Paman! Kamu harus jadi seorang siswi teladan, jadi mahasiswa di kampus yang ternama. Sebab, lulusan mereka akan lebih diperhitungkan! Jangan sia-siakan uang yang Paman keluarkan untukmu. Paham??” Teja masih membentak. Emosinya meluap-luap setiap kali melihat Shiha berbuat ceroboh, meski itu bukan salahnya sendiri.
Napas penuh kesedihan lolos dari bibir Shiha yang gemetaran. Seluruh tubuhnya mati mendadak. Sadar tak sadar, kedua bola matanya berkaca-kaca saat ia membalikkan tubuh menuju pintu. Shiha tak sempat berpikir, tak terbayang bahkan jika Paman Teja akan semarah itu hanya karena seragam yang kotor. Bibir Shiha kembali meloloskan napas berat, ia segera pulang. Tak mau lama-lama berada di dekat Teja jika laki-laki itu sedang emosi. Bisa dicincang Shiha dengan perkataannya yang tajam.
Mobil angkutan kota membawa Shiha pulang ke rumah. Duduk di dekat jendela membuat seluruh tubuh Shiha turun suhu. Angin yang berembus kencang menerpa wajah juga rambutnya yang panjang sepunggung. Hari ini angkut tidak banyak menarik penumpang. Hanya ada beberapa ibu-ibu yang naik dengan beberapa obrolannya tentang tetangga masing-masing dan kehidupan tentang dapur juga rumah tangga mereka. Bagi Shiha, hal itu mungkin kelak akan terjadi padanya. Bicara ngalor-ngidul bersama teman sebaya.
Namun, hari ini, ingatan itu menampar Shiha. Tersadar dari lamunan tiga belas tahun silam. Shiha belum bisa bicara ngalor-ngidul mengenai kehidupan rumah tangga. Jangankan itu, bicara mengenai punya tipe ideal atau tidak saja, Shiha selalu kebingungan. Semenjak Paman Teja meninggalkan dunia saat Shiha duduk di bangku perkuliahan semester akhir tingkat empat satu hari sebelum kolokium. Shiha kelimpungan dengan dunianya. Tak ada lagi yang mengingatkan dirinya untuk jadi pribadi yang tangguh. Cambuk dari setiap amarahnya hilang. Shiha tak bisa mengejar langkah jauh. Jika bisa pun, harus mengenang kilas balik jaman-jaman sekolah dan masa kanak-kanak yang mana rasanya seperti dipenjara siang dan malam di bawah keotoriteran Teja yang saat itu masih sekuat kuda dan sebuas serigala.
Pintu dibuka, sepasang mata dibingkai kaca memandang Shiha dengan rindu. Senyumnya memang goyah seperti saat terakhir bertemu. Saat ia pergi buru-buru tanpa pamit. Akan tetapi, langkahnya justru tampak kokoh. Gentara melangkah mendekati rak. Di jam segini, mungkin Gentara baru pulang kuliah pagi. Shiha menghampiri Gentara, mendaratkan tangannya di bahu pria itu. Senyum ramah Shiha berubah mimik malu-malu kucing yang manis.
“Kita makan siang bersama, yuk?!” ajak Shiha pada Gentara. Meski Gentara terus menanti jawaban lepas Shiha, tetapi wanita itu selalu merasakan desakan aneh dalam dada. Desakan yang mengatakan bagaimana bisa seorang kakak menikahi adiknya? Shiha tak mau berdusta soal itu.
“Kamu mau tutup tokonya?” tanya Gentara menggulirkan bola mata canggung. “Pak Razan tidak akan datang tiba-tiba saat kita makan berdua, ‘kan? Apa kalian punya hubungan spesial??” Gentara penasaran bukan main. Mati berdiri rasanya.
“Dia masih mengajar di kampus, bukan?” Shiha balik bertanya. “Kami tidak punya hubungan spesial apa pun,” imbuhnya.
“Hari ini, aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu, Shiha.” Gentara mendaratkan tubuhnya, memeluk Shiha dengan eratnya. Napas berat Gentara menyusup masuk ke dalam helaian rambut Shiha yang tergerai.
“Aku tahu, aku tahu kenapa kamu mengajakku makan bersama. Aku tahu betul penolakan yang akan kamu buat untukku, Shiha. Maka dari itu, biarkan aku menghabiskan lebih banyak waktu denganmu detik ini saja,” kata Gentara, suaranya terdengar begitu lirih.
Suara itu … menyakitkan hati Shiha sampai ke dalam warasnya. Apakah baik-baik saja melepaskan cinta Gentara yang hanya karena lebih muda adanya jadi Shiha tolak? Shiha mengulum bibirnya sambil memejamkan mata. Merasakan bagaimana tangan Gentara semakin erat saja memeluknya, membawa Shiha pada titik tergelap dunianya. Dunia yang tak pernah beranjak dari wejangan Teja.
[Kamu tidak perlu menikah muda. Tidak perlu terburu soal cinta. Hasrat dan birahi tak baik dipaksakan. Jangan jika tidak sanggup. Shiha. Biduk rumah tangga terlalu sakral untuk dibuat permainan yang dilabeli dengan atas nama cinta pria dan wanita]
Begitu yang terucap dari lisan Teja.
Kalimat pertama dan terakhir itu, selalu jadi bom waktu. Setiap kali cinta datang, Shiha selalu takut akan sebuah kegagalan juga perpisahan. Tidak menikah muda juga awalnya karena Shiha berniat melanjutkan pendidikan S2-nya, dan memang tak sempat untuk kencan buta. Malah terlalu anteng cari udara segar, tak memanjakan diri disentuh laki-laki. Shiha terlalu cinta hidupnya yang kaku bagaikan sampul buku walaupun indah dan penuh warna.
Shiha menangis saat Gentara melepaskan pelukannya.
“Maafkan aku, Ge. Aku masih harus berjuang lagi. Aku tahu kalau selama tiga tahun ini aku sangat egois, memenjarakan cintamu tanpa pengakuan. Aku selalu dihantui rasa jika kamu terlalu muda untukku, kamu adikku, kamu muridku, dan kamu adalah orang yang aku kagumi. Tapi, untuk menjalin sesuatu yang lebih besar dari kata pacaran, aku belumlah yakin. Jalanmu masih luas, Ge. Kamu bahkan belum berlayar menemui kapal bernahkoda lainnya yang bisa saja lebih baik dari kapalku.”
Gentara mengangguk sederhana.
“Aku ingin menikah, tetapi rasanya belum sekarang. Aku masih ingin menikmati waktu sendiriku, setelah dulu kubagi waktuku untuk seseorang yang membesarkan aku hingga aku dewasa.”
“Aku paham, Shiha,” bisik Gentara. Sejenak keduanya berpandangan. Tanpa sadar kaki Gentara bergerak maju lagi, mendekat pada Shiha. Tangannya memegangi wajah Shiha, dikecup kening Shiha dengan mesra nan lembut. Sontak, wanita itu menutup kedua kelopak matanya. “Terima kasih, Shiha. Kamu berjuang begitu banyak untuk dunia kita.”
Shiha menepis kedua tangan Gentara, kini sebaliknya Shiha memeluk Gentara, mengecup serat kain yang membungkus dada pemuda itu dengan lembut. “Aku mencintaimu Ge, sebagai seseorang yang selalu hadir di toko buku ini bersama rasa lelahku. Aku yang berterima kasih.”
“Aku juga sayang padamu, Shiha.”

Book Comment (20)

  • avatar
    MulyaniNanda

    cantik cerita nya

    02/08

      0
  • avatar
    AnggoroSatrio

    yaa mau masih

    19/07

      0
  • avatar
    NrllfbryyNndy

    bagus dan seru

    16/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters