logo
logo-text

Download this book within the app

2

Bab 2 - Reyan Winendra
Setiap cinta butuh pengakuan, begitu pula dengan pemiliknya. Mereka butuh diakui, dihargai serta disayangi. Dikenal sebagai pasangan yang setia, loyal, dan selalu ada sosok Reyan Winendra dapat membuat jajaran laki-laki muda gonjang-ganjing bila di dekatnya. Memiliki kekasih seorang super model busana rancangan desainer tenar, Reyan banyak dipuja kaum Adam maupun Hawa.
Mobil melaju membelah jalanan kota, perjamuan makan sederhana yang Razan gelar mengharuskan Reyan pulang buru-buru dari latihan memanahnya. Sebagai seorang atlet yang namanya sudah mencetak berbagai prestasi, tentulah Reyan memiliki segudang kesibukan yang istimewa adanya. Namun, mendengar nama Shiha akan hadir juga, latihan bisa dirinya lakukan kapan saja.
Reyan menjulurkan tangannya pada dahi seorang wanita jelita yang duduk sedikit membungkuk, gaun merah marun yang melekat di tubuh jenjangnya agak kusut. Reyan mengembuskan napas pelan. “Sayang, kita pemotretannya selepas makan malam, ya?” ucap Reyan. Pria pemilik mata cokelat jingga itu merengek sambil mengerucut bibirnya.
“Ayang, pemotretannya penting buatku. Kamu lupa, ya?” sahut wanita itu menatap sewot. Salshabilla Andri, sapa saja Salsha. Kekasih yang sudah Reyan kencani sejak Salsha duduk di bangku kuliah semester akhir, yang mana saat itu Salsha adalah juniornya di kampus. Junior yang manjanya bukan main. Salsha yang selalu menjadi prioritas utama Reyan sejak saat itu.
“Yah, Sayang, aku saja sampai menunda jadwal latihan. Ini demi Razan, oke? Demi Kaisa juga.” Reyan mengerling genit, pria itu mendekatkan bibirnya ke wajah Salsha. Dikecup mesra pipi wanita itu hingga timbul rona merah yang merona.
“Emm.” Salsha masih terlihat sewot.
“Kaisa ponakan kamu juga, ‘kan? Ayahnya punya andil lebih banyak soal harta gono-gini. Kalau aku bolos perjamuan ini, ah … aku nggak tahu akan bakal kayak gimana hasilnya.” Reyan menggoda Salsha hingga wanita itu mendesis.
“Razan itu satu-satunya saudara yang aku punya. Aku nggak mau mengecewakannya, Sayang.”
Salsha mengembuskan napasnya, wanita itu sedikit memutar lehernya. Sorot tajam dari mata hitam belanganya buat Reyan tersenyum. Bibir Salsha samar-samar mengerucut, kedua bola matanya pun perlahan terpejam saat bibir Reyan perlahan menggapai bibir merahnya. Salsha mengangguk pelan. Bibirnya berbisik, “Iya, aku juga nggak mau mengecewakanmu, seperti kamu pada Razan.”
Reyan menarik tubuh Salsha lebih dalam ke dekapannya. Napas keduanya semakin memburu, deru angin bersahutan desir aliran darah yang memaksa lemak bekerja intens menghasilkan hawa panas yang basahi tubuh keduanya. Reyan terkikik sejenak saat wajah Salsha dibakar asmara. “Kamu nggak pernah mengecewakan aku,” ucap Reyan begitu syahdu. Bibir keduanya kembali berpagut mesra nan membara.
***
Meja sudah dipenuhi makanan, seorang gadis cantik berusia lima tahun duduk di pangkuan Reyan. Ia adalah Kaisa Cantika Diajengayu, buah hati Razan dan kekasihnya—Zikya Prianditta.
“Om dikasih kado apa sama Kaisa? Om, kan, juara satu lagi?” cicit Reyan pada Kaisa yang duduk manis sambil menikmati potongan buah semangka.
“Kata Ayah, Om nggak usah diberi kado. Om sudah dewasa.” Kaisa tampak tidak peduli.
Reyan melirik Razan yang asyik menikmati minumannya. Reyan menatap Zikya dengan saksama. “Mbak, anaknya jangan terlalu sering dibiarkan main sama laki-laki itu,” cibir Reyan sembari menunjuk Razan dengan lirikan matanya.
“Aneh.” Zikya tertawa nyaring. “Kalian masih saja seperti kucing dan tikus.”
“Jangan anggap ucapan Reyan. Sampai saat ini dia belum kunjung dewasa.”
Mendengar ucapan Razan, Reyan terkekeh-kekeh. Pria dua puluh sembilan tahun itu menekan gerahamnya. Jemari pun dikepal erat-erat. Reyan menarik tangan Salsha naik ke atas meja. Pria itu menoleh pada jemarinya lalu jemari Salsha. Razan mengangkat bahunya, pura-pura tidak melihat. Sementara itu, Zikya dibuat geleng-geleng kepala melihat tingkah kakak dan adik tersebut. Zikya mendaratkan telapak tangannya di kepala Razan dengan lembut. Beberapa jenak mereka saling bertukar pandang, bibir Zikya menyunggingkan senyum manja.
“Razan juga belum dewasa. Belum mau dipanggil Mas sama adiknya sendiri,” tutur Zikya sembari tertawa renyah. Tatap mata ayu nan jelita itu buat Razan merona. Kepala Razan tiba-tiba berputar ke arah sembarang.
“Di kasta anak kembar, tidak pernah ada status adik atau kakak, Kiya,” balas Razan menutupi wajahnya dengan gelas yang dirinya pegang erat.
Reyan terbahak-bahak, tangannya memegangi perut yang terguncang nyeri. Kedua sudut matanya berkaca-kaca. Reyan menepuk-nepuk permukaan meja dengan ujung kukuknya. Pria itu benar-benar menikmati bahan tertawaannya, wajah Razan yang semakin merah bagaikan udang rebus. Reyan ngos-ngosan mengatur napasnya. Sejanak dirinya diam, lantas menoleh pada Zikya.
“Lagi pula, Reyan nggak mau disandingkan dengan kakak seperti Razan, Mbak.” Reyan berucap yakin.
“Tapi, kamu manggil aku dengan sebutan mbak. Itu tandanya kamu mengakui kalau Razan adalah kakakmu, dan aku kekasihnya, ibu dari anaknya. Iya, ‘kan?” todong Zikya menatap tajam. Alis mata hitam wanita itu buat Reyan membatu dengan senyum kikuk.
“Ah, sudah, sudah, Shiha di sini malah kita abaikan,” tegur Razan menoleh pada Shiha yang asyik menyuapi Kaisa.
Shiha terperanjat saat Reyan melirik dengan lekat-lekat. Kilatan mata magis Reyan yang begitu indah, cokelat jingga amat seksi adanya. Duduk Shiha pun menjadi tak nyaman. Wanita itu segera memperbaiki wajahnya dengan senyum manis.
“Kamu masih belum menemukan laki-laki yang cocok, Shiha? Mau yang bagaimana? Atau jangan-jangan kamu …,” lontar Reyan terkesan meledek.
“Kau bisa bertanya dengan nada lebih sopan, Yan?” timpal Razan menggertak sembari berdeham berat.
“Ah, memang susah bicara dengan seorang kutu buku, seorang yang pekerjaannya selalu formal dan penuh kebakuan. Aku dan Shiha berteman baik, biasa bagi seorang teman bicara demikian. Aku yakin Shiha juga nggak keberatan,” bela Reyan untuk dirinya sendiri.
“Kau memang tidak pernah berubah.” Razan bangkit dari tempatnya duduk, membawa Kaisa menjauhi meja makan.
Shiha sendiri hanya terdiam, melihat Razan pergi hatinya sakit. Namun, lebih sakit mendengar sebuah pertengkaran yang mungkin akan berakhir sengit di antara dua sahabatnya tersebut. Shiha mengembuskan napasnya dengan perlahan. Wanita itu menatap kemaraian, lalu menatap Reyan yang asyik memandangi wajah Salsha. Tampak Zikya di ekor matanya tengah memainkan ponsel. Meja makan mendadak dingin. Shiha tenggelam menatap sepatunya. Terlalu suram, begitu kata batinnya saat Reyan diam-diam memandang serius.
“Mau aku carikan?” Reyan mengetuk permukaan meja di depan tangan Shiha.
“Aku sudah menemukannya. Hanya saja, kami masih butuh waktu untuk menjadi semakin serius.” Shiha tersenyum lebar.
“Baguslah kalau kamu sudah menemukannya. Aku dan Razan hanya khawatir kamu kesepian. Lagi pula, bagi seorang wanita bukankah, di atas dua puluh tujuh tahun terlalu tua untuk menikah?”
“Ayang, umur aku juga tahun ini dua puluh enam. Harusnya kamu segera menikahi aku!”
Reyan membelai rambut Salsha sambil tertawa canggung. Zikya yang sibuk memainkan ponsel pun ikut tertawa, bola mata Zikya berpendar. “Kalian ngobrol dulu saja, aku akan memeriksa Cantika dan ayahnya,” pamit Zikya.
Mendapati perlakuan Zikya yang hangat, dewasa, dan dipenuhi tindak tanduk keibuan yang tulus. Shiha pun mendambakan hal itu, tetapi hatinya masih terlalu terpaku. Benar adanya jiwa memanjakan diri sewaktu-waktu tidak salah. Jika saja saat itu Shiha lebih mau mengendurkan egonya untuk mencari seorang laki-laki untuk mengisi kekosongan hatinya selepas putus dari sosok Galang. Shiha menyesal sekali rasanya, tetapi menangis juga tak akan merubah masa lalu.
“Ah, iya, Shiha, aku dan Salsha akan ke belakang sebentar. Ada yang mau kita bicarakan. Kamu nggak keberatan menunggu sendiri, ‘kan?”
Shiha mengangguk santun, Reyan dan Salsha sama-sama bangkit meninggalkan meja. Namun, belum jauh, Reyan tiba-tiba kembali dengan senyum yang lagi-lagi tampak seksi di mata Shiha.
“Mau aku pesankan sesuatu??” tanya Reyan sembari menyapukan pandangannya pada jajaran piring yang sudah kosong.
“Tidak perlu. Aku sudah kenyang, Yan!” jawab Shiha gelengkan kepala dengan cepat.
“Oke!” Reyan acungkan ibu jarinya antusias.

Book Comment (20)

  • avatar
    MulyaniNanda

    cantik cerita nya

    02/08

      0
  • avatar
    AnggoroSatrio

    yaa mau masih

    19/07

      0
  • avatar
    NrllfbryyNndy

    bagus dan seru

    16/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters