logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Duda Kuat

Duda Kuat

Diganti Mawaddah


1. Ganti Nama

Gyta, istri pertama meminta cerai karena tak sanggup harus mandi sebanyak tujuh kali dalam sehari. Pernikahannya dengan Satria pun hanya bertahan tiga bulan.
Kholifah, istri kedua; Dewi istri ketiga, menggugat cerai karena mengalami nyeri sendi sejak menikah dengan Satria. Pernikahan lelaki itu dengan Kholifah dan Dewi hanya bertahan dua bulan.
Sebulan kemudian, Satria menikah dengan Robiah; kembang desa di kampungnya. Gadis itu pun mengangkat bendera putih sebagai bentuk ketidaksanggupan, karena Robiah tidak tahan harus masuk angin setiap hari karena terlalu sering mandi.
Dua bulan berselang, Satria kembali dijodohkan oleh ibunya dengan Mira dan Ika; kakak beradik sepupu dari keluarga kurang mampu yang dinikahkan sekaligus oleh Satria. Ibunya berharap, jodohnya kali ini langgeng karena ada dua wanita sehingga bisa bergantian.
Namun sungguh sayang, pernikahan hanya bertahan satu bulan. Karena Mira dan Ika adalah kakak beradik yang memiliki sakit asma, sehingga sejak menikah dengan Satria, sepuluh kali keduanya dilarikan ke IGD.
Empat bulan Satria menduda dan akhirnya bertemua dengan Tya. Janda semok yang sangat energik. Satria berharap, dengan Tya pernikahannya langgeng, karena Tya sudah berpengalaman. Namun apa mau dikata, pernikahan dengan Tya hanya bertahan selama tiga minggu. Wanita itu mengibarkan bendera putih dengan linangan air mata. Ia tidak sanggup melayani Satria karena sejak menikah dengan Satria dia selalu bergadang dan terkena sakit typus sebanyak dua kali.
Kini, Satria Kuat kembali menduda dan ia menjadi trauma untuk menikah kembali.
****
"Sat, ngapain lu ngeliatin pohon rambutan daritadi?" tegur Bu Maesaroh pada putranya. Wanita berusia lima puluh dua tahun itu duduk di kursi plastik, tepat di samping Satria.
"Bu, apa karena saya pernah jatuh dari pohon rambutan saat kecil, sehingga anu saya kuat? Soalnya saya gak merasa sakit sama sekali." Bu Maesaroh tergelak.
"Maksudnya, anu lu yang jadi tatakan badan lu? Makanya dia kuat?" tanya Bu Mae lagi sambil tertawa. Satria mengangguk dengan lemah.
"Sat, Sat, percuma anu lu kuat, kalau otak lu melehoy. Mana ada yang seperti itu. Emang sudah takdir lu, jadi Gladiator dan tidak tertandingi," ujar Bu Maesaroh dengan penuh rasa bangga. Satria hanya bisa menghela napas berat, lalu kembali memandangi pohon rambutan yang memang belum berbuah.
"Tapi saya jadinya gak punya istri, Bu, saya butuh istri."
"Makanya, lu cari istri jangan yang gampang masuk angin dan punya penyakit asma, apalagi saraf kejepit. Susah, Sat. Coba cari wanita yang kuat, tahan banting, tahan ngangkang tujuh kali dalam sehari, pasti ada. Hanya saja belum dipertemukan. Lu kudu sabar."
"Susah wanita seperti itu jaman sekarang, Bu."
"Iya, sih. Wanita jaman sekarang, kebanyakan makan mecin sama main fesbuk, jadinya gak ada yang kuat lama." Satria tergelak mendengar ocehan ibunya.
"Bu, kalau saya ganti nama aja gimana?" Bu Maesaroh mengerutkan keningnya dan menatap serius wajah Satria.
"Maksudnya lu ganti nama? Dari Satria Kuat, menjadi Satria Lemas?"
"Ha ha ha ... ya nggak gitu, Bu." Satria tertawa terbahak-bahak, lalu bangun dari duduknya. Lebih baik ia memakai kembali jaket dan berangkat ke bengkel milik almarhum ayahnya.
Jika ia lebih lama lagi berdiskusi dengan ibunya, dapat dipastikan penyakit asam lambungnya kambuh.
Satria mengendarai motornya dalam kecepatan sedang, sambil sesekali tersenyum pada tetangga yang kebetulan menyapanya dan hampir semua wanita yang menyapanya seusia dengan ibunya. Satria menjadi ingat ucapan ibunya tadi, jika anak wanita jaman sekarang banyakan mecin dan main fesbuk, makanya tidak kuat.
Apa maksud ibunya dia harus menikahi wanita jaman dulu? Nenek? Apa jangan-jangan dia akan dinikahkan dengan Mak Piah, tukang urut sebelah rumahnya yang giginya sudah lepas semua? Seketika itu juga Satria bergidik ngeri. Jangan sampai ibunya nekat menjodohkannya dengan nenek-nenek.
Jika menikah dengan yang masih muda saja ia repot mengurusi penyakitnya, maka jika menikah dengan nenek-nenek, dia akan repot mengurusi pemakamannya. Ha ha ha
Satria sampai di bengkel motor yang sedang ramai. Ia sangat bersyukur ayahnya meninggal dengan mewariskan tempat usaha. Ada dua bengkel motor milik ayahnya yang kini dia urus semuanya.
Sebenarnya ia sangat mudah untuk mendapatkan jodoh karena wajahnya yang tampan dan juga keadaan ekonominya yang bisa dibilang mapan, tetapi sayang, dari tujuh wanita yang ia nikahi, tidak ada yang bisa bertahan dengannya.
"Wah, bos Satria udah datang nih," sapa Ramlan; salah satu karyawannya. Satria tersenyum, lalu menggantung jaketnya di dinding yang sudah diberi paku.
"Bos, udah ada inceran lagi belum?" bisik Ramlan. Satria yang tahu maksud pertanyaan anak buahnya itu, tentu saja menggeleng cepat.
"Kenapa memangnya?" tanya Satria balik.
"Gue punya kenalan, Bos. Cantik, tinggi, putih, rambutnya panjang," papar Ramlan antusias.
"Dadanya bolong gak?" timpal Satria sambil menahan tawa.
"Ha ha ha ... itu mah sundel bolong, Bos. Bukanlah! Cantik pokoknya. Bos mau kenalan gak? Yah, buat teman aja dulu, siapa tahu cocok."
"Siapa namanya?" tanya Satria.
"Salsa. Nayna Salsa. Dijamin cocok sama bos. Ibunya juragan kue, ayahnya dosen. Gimana? Mau gak?" Satria nampak menimbang-nimbang tawaran dari Ramlan. Lalu pria itu pun mengangguk setuju.
Tidak adala salahnya menerima tawaran dari Ramlan karena memang mencari jodoh sendiri ia sudah lelah. Biarlah memibta bantuan teman, siapatahu ada yang cocok menjadi istrinya yang kedelapan.

Book Comment (69)

  • avatar
    SukarajaCardiman

    ceritanya seru banyak nilai yg bisa di jadikan cermin.juga nanyak lucunya bikim ketawa sendiri.

    05/07/2022

      0
  • avatar
    greatkindness

    keren banget

    28/09/2023

      0
  • avatar
    DoBornas

    🐺😍😍

    30/05/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters