logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

CINTA TIGA PANGERAN

CINTA TIGA PANGERAN

Anis Nuril Laily


Chapter 1 prolog

"Aduh! Sial, nyangkut!"
"Kamu juga sih. Dibilangin narik talinya jangan terlalu panjang ..."
"Ambilin dong ..."
"Ogah. Tinggi banget pohonnya."
"Terus, aku sendiri yang harus ambil?"
"Iyalah. Kan itu punyamu."
Dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki berumur dua belas tahun, yang perempuan berumur sepuluh tahun, sedang bengong di bawah pohon jambu air yang buahnya lebat.
"Sana gih, ambil cepetan. Kalau sudah, kasih tahu aku ya? Aku mau masuk dulu," si anak laki-laki beranjak pergi dengan malas.
"Kamu mau ngapain?" si anak perempuan berkacak pinggang.
"Makan. Aku laper," jawab si anak laki-laki cuek, lalu ngeloyor pergi.
Si anak perempuan, yang berambut pendek seperti anak laki-laki, mengenakan celana jeans selutut dan kaos oblong, berdecak kesal. Sepasang matanya yang bening memandang ke atas, ke arah layang-layang berbentuk burung elang, yang kini nyangkut dengan sukses di atas pohon jambu air yang lumayan tinggi.
Si anak perempuan itu mulai memanjat pohon dengan lincah, menaiki dahan demi dahan hingga akhirnya ia dapat mencapai layang-layangnya. Diambilnya benda itu dengan sukacita dan bersiap hendak turun dari pohon. Tapi saat ia mengedarkan pandangan ke sekeliling dan melihat buah jambu air yang ranum ...
Si anak perempuan itu memetik sebuah, lalu memakannya. Begitu habis, ia mengambil lagi. Saat ia hendak mengambil jambu air yang ketiga, terdengar suara derum motor sport di halaman. Gadis cilik itu melongok ke bawah, dan tersenyum lebar.
"Mas Elang ...," teriaknya nyaring.
Yang dipanggil kebingungan sesaat, lalu mendongakkan kepala ke atas pohon jambu.
"Indi? Astaga Nona, ngapain di atas pohon? Ayo turun! Camar mana?"
"Ambil layang-layang, Mas ...," gadis itu berseru, lalu mengikat tali layangan di punggungnya dan meloncat menuruni dahan pohon jambu dengan lincah, sementara Elang mengawasi gadis kecil itu dengan kuatir.
"Mas Elang ... awaaaaaasssss ....," gadis kecil itu meloncat turun dari pohon dan menabrak pemuda di bawahnya.
Refleks Elang memegang badan gadis kecil itu, sementara yang dipegang tertawa-tawa riang.
"Upsss ... "
"Mas Elang mau jambu air?" gadis kecil itu mengulurkan tangannya yang mungil ke hadapan Elang. Sepasang matanya yang besar dan dinaungi bentuk alis bak camar beriring, menatap dengan polos.
Elang memandang jambu air di tangan Indi dan mengambilnya sebuah. "Mau banget. Makasih ya? Camar mana?"
"Makan," jawab Indi pendek.
"Dia nggak mau ngambilin layang-layangmu ya?" Elang membersihkan semut yang menempel di buah jambu dan memakannya. Hemm, enak dan manis.
Indi berjalan menenteng layang-layangnya. Bibirnya merengut. "Iya. Sebel!"
"Nggak nyari Mas Raja?"
Indi menggeleng. "Mas Raja nggak ada kayaknya. Lagi pergi sama teman-temannya. Bawa mobil yang gede itu tuh. Sama bawa ransel besar."
Elang menggumam tak jelas. Indi hanya sempat mendengar kata 'kabur' dan 'bolos kuliah'. Tapi gadis cilik itu nggak peduli. Mulutnya masih sibuk mengunyah jambu air.
"Mas, aku pulang dulu ya? Ntar Mama nyariin," Indi menggulung benang layang-layangnya dengan cekatan.
"Kamu nggak pamit sama Camar?" Elang menatap Indi dengan seksama. "Ntar kalau dia nyariin kamu, gimana?"
Indi menggeleng. "Nggak usah. Ntar malem dia mau ke rumah kok. Mau lihat bintang."
Elang berdecak. "Naik ke genteng lagi?"
Indi nyengir. "Iyalaah ..."
"Astaga Nona, kamu kan perempuan!"
"Kenapa memangnya, Mas?" tatap Indi tak mengerti. Bagi Indi, apa yang salah dengan melihat bintang? Nggak ada kan? Siapa saja boleh lihat dan justru makin mengagumi ciptaan Sang Pencipta. Mas Elang nggak tahu sih, betapa bagusnya bintang-bintang dengan kelap-kelip sinarnya yang berserakan di langit, batin Indi.
"Anak perempuan manis kan harusnya anteng di rumah, main boneka, atau apalah ... ini enggak. Kamu malah ladeni Camar main layangan, main bola, manjat pohon, lari-larian..."
Indi merengut lagi. "Tapi aku kan nggak manis!"
Elang berlutut di hadapan gadis kecil itu dan tersenyum. Tangan pemuda itu menyibakkan poni Indi yang mulai panjang dan menutupi kening. "Kamu memang nggak manis, tapi kamu cantik. Lihat nih, kulit kamu yang putih jadi gosong begini gara-gara suka main layangan sama Camar. Belum lagi kalau diajakin mancing atau pergi ke pantai sama Mas Raja. Pasti deh pulang-pulang kulitnya item semua."
Indi tersenyum lebar. "Makasih ya Mas," gadis kecil itu mengalungkan kedua tangan mungilnya di leher Elang dan merangkulnya.
Elang membalas pelukan gadis kecil itu dan tertawa. Keceriaan Indi menular padanya begitu saja dengan mudah. "Makasih buat apa?"
"Karena sudah bilang aku cantik," Indi merenggangkan pelukannya dan tertawa riang. "Susah Mas, menolak ajakan Camar atau Mas Raja. Habis semuanya menyenangkan. Mas Elang tuh, yang nggak pernah ngajakin aku. Sibuk melulu!"
"Kamu ini ... sama saja kayak Camar. Susah dikasih tahu," Elang mengacak rambut Indi. "Sesekali manjangin rambut dong. Masa kayak anak laki-laki begini."
Indi melesat pergi, masih sambil tertawa riang. "Ogaaahhhh ..."
Elang hanya menggelengkan kepala, melihat gadis kecil itu berlari dengan lincah menuju rumah sebelah, rumah Indi.
Memandang Indi hingga gadis cilik itu menghilang dari pandangannya, entah mengapa rasa letihnya mendadak menguap begitu saja. Apalagi saat ia menatap rumah di depannya yang menjulang. Bias kerinduan terpancar di kedua matanya.
Kemudian Elang meneruskan langkahnya, menyeberangi halaman rumah orang tuanya yang luas, karena ingin segera berjumpa dengan wanita yang amat ia cintai. Ibunya.

Book Comment (117)

  • avatar
    WicaksanaWira

    okk

    21/08

      0
  • avatar
    Zakihanan

    bagus

    13/08

      0
  • avatar
    GabrielaFelicia

    SGT seru ceritanya

    07/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters