logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Jade : The Mighty Amethys

Jade : The Mighty Amethys

LightEve


Chapter 1 The Girl In The Forest

Malam itu hujan deras melanda Kerajaan Crator. Kilat dan petir saling bersahutan membuat siapapun enggan untuk keluar rumah. Ditengah derasnya hujan seorang wanita tampak berlari dari kejaran beberapa pria di hutan. Gaun putihnya telah basah kuyup karena hujan. Ujung gaunnya telah robek karena beberapa tanaman berduri yang ia lalui. Bahkan kaki telanjangnya juga telah mengeluarkan darah. Namun semua hal itu tak menghentikannya untuk terus berlari dari kejaran mereka.
Dengan cekatan wanita itu melompati akar pohon tinggi dan melewati semak duri. Wanita itu terus berlari hingga akhirnya dia mencapai tepi hutan. Kilat masih menyambar di atas sana seakan tidak menunjukkan keinginan untuk berhenti barang sejenak. Gadis itu menoleh ke belakang, para pengejarnya telah sampai. Dia mencoba berpikir apa yang harus ia lakukan sekarang. Saat lelah mulai menghampiri dirinya. Jurang tak berujung ada dihadapannya dan pasukan pengejarnya berdiri tak jauh dibelakangnya. Gadis itu menarik nafas dalam mencoba menenangkan detak jantungnya yang kian cepat. Perlahan ia berbalik menatap pengejarnya.
“Menyerahlah. Kau tidak memiliki pilihan selain ikut bersama kami.” Ucap seorang pria yang berada paling depan, sepertinya dia pimpinan pasukan itu.
Gadis itu tersenyum memandang mereka. Perlahan ia melangkah mundur mendekati bibir jurang. Batuan runcing di bawahnya membuat luka di telapak kakinya semakin perih. Namun dia tak mengindahkannya.
“Bahkan jika aku harus mati, tak akan kubiarkan kalian membawa tubuhku.” Ucap Gadis itu dan tepat setelahnya dia melompat kedalam jurang.
***
Kabut tebal menyelimuti desa Fleure, setelah badai semalam yang tak kunjung berhenti akhirnya sinar matahari perlahan muncul. Para penduduk mulai beraktivitas dengan kesibukan mereka masing-masing. Diantara kerumunan orang yang berlalu lalang di jalanan, seorang gadis kecil tampak berlari sambil membawa keranjang kecil di tangannya. Tubuh mungilnya melintas di antara kerumunan orang dewasa membuat mereka tersenyum saat gadis itu tak sengaja menyenggol mereka.
"Rachel, apa yang kau cari hari ini sayang?" sapa seorang wanita paruh baya ramah pada gadis itu.
Merasa namanya dipanggil gadis itu berhenti sejenak dan melihat pemilik suara.
"Memetik beberapa tanaman obat untuk kakek." Wajah mungil dengan mata coklat terang dan rambut hitam panjang yang semakin cantik kala kedua matanya menyipit karena tersenyum. Dia segera berlari meninggalkan beberapa penduduk yang ikut tersenyum melihatnya.
"Aku penasaran kenapa ada gadis kecil secantik itu."
"Gadis itu sangat manis, sayang sekali kedua orang tuanya telah tiada."
Gadis kecil itu adalah Rachel Chevalier, anak yatim piatu yang tinggal bersama dengan kakek neneknya di salah satu sudut desa Fleure. Setiap pagi Rachel akan pergi ke hutan untuk mencari tanaman obat, kemudian kembali ke desa untuk membantu kakek dan neneknya mengolah obat-obatan untuk mereka jual.
Kaki kecil Rachel membawanya menyusuri jalan setapak yang telah ia hafal. Melewati setiap sudut jalan sambil kedua matanya melihat sekitar berharap menemukan sepucuk tanaman obat atau jamur kecil yang bisa dibawa pulang. Sesekali kaki kecilnya akan melompat menghindari genangan air yang masih tersisa dari hujan semalam.
Rachel berjalan semakin masuk kedalam hutan. Sesekali dia akan bersenandung pelan untuk mengusir kesunyian. Rachel berhenti di tempat yang telah dia tuju. Sebidang lahan luas tak jauh dari sungai. Ada banyak tanaman obat disana karena tanah di tempat itu sangat subur dan memiliki kelembaban yang bagus. Neneknya mengatakan bahwa hal itu akan membuat tanaman obat tumbuh subur di sana. Rachel mulai menelusuri lahan itu sambil sesekali memetik tanaman yang dia butuhkan. Rachel kecil terus bekerja dalam diam saat pandangan matanya terarah pada sebuah kain putih didepannya. Rachel mendongakkan wajahnya dan menemukan seorang wanita terbaring tak sadarkan diri di depannya.
Rachel mendekat dan mengamati wanita itu. Rambut berwarna karamel yang terlihat berantakan dan gaun putih yang telah robek di beberapa ujungnya. Rachel melirik kaki wanita itu dan melihat darah disana. Secara naluriah Rachel memeriksa kaki wanita itu. Dia segera menggunakan tanaman yang telah dia ambil tadi untuk mengobati luka gadis itu. Namun saat tangan Rachel hendak membubuhkan obat di kakinya wanita itu sadar.
"Ramuan ini sedikit perih, jadi bertahanlah. Saat nenek mengoleskannya padaku aku hampir menangis."
Wanita itu tak menjawab melainkan hanya menatap Rachel. Rachel mengoleskan ramuan yang baru saja dia buat pada kaki wanita itu, lalu ia memgambil kain pengikat rambutnya dan dia gunakam untuk membalut luka wanita itu.
"Sudah selesai." ucap Rachel tersenyum melihat betapa rapi balutan yang baru dia buat.
"Siapa namamu?" tanya wanita itu.
"Rachel. Rachel Chevalier." Jawab Rachel sederhana.
"Chevalier?” Rachel mengangguk saat wanita itu mengulang nama belakangnya.
“Benar. Lalu kau, siapa namamu?"
"Kailani Shore, Kau bisa memanggilku Kai." Wanita itu tersenyum memandang Rachel. Dia mengulurkan satu tangannya dan membelai rambut Rachel yang terurai. Sekilas ada perasaan hangat yang muncul di benar gadis kecil itu sehingga dia menyunggingkan senyum manisnya.
"Kai, kenapa kau bisa terluka disini?"
Wanita itu tak menjawab pertanyaan Rachel melainkan menarik tangan gadis itu. Rachel terkesiap dan bermaksud menarik tangannya. Namun cengkeraman tangan Kai semakin erat menggenggam tangannya. Dengan tubuh kecilnya dia tetap tidak akan bisa melawan tenaga Kailani.
"Rachel, maafkan aku. Tapi hanya ini satu-satunya hal yang bisa aku lakukan."
Rachel tak memahami maksud Kai dan tetap meronta berusaha melepaskan tangannya. Gadis itu mulai ketakutan terhadap wanita yang baru di tolongnya. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya saat dia merasakan sebuah rasa hangat di pergelangan tangannya. Namun semakin lama pergelangan tangannya terasa semakin panas.
"A-apa yang kau lakukan?" Tanya Rachel dengan ketakutan. Kailani menatap Rachel dan tiba-tiba mata wanita itu berubah menjadi kuning.
"Akan ada badai di tengah Crator. Badai yang tak akan bisa dicegah atau dihindari. Jiwa-jiwa yang telah mati akan kembali. Keruntuhan dan kehancuran akan terjadi. Dan darah akan memenuhi Gwlad Enaid."
Rasa panas di pergelangan tangan Rachel semakin menjalar dan merambat ke seluruh tubuhnya.
"Jade tak akan mampu berdiri. Topaz akan hancur. Emerald akan jatuh. Alexandrite akan sirna dan Aquamarine akan tenggelam. Tanpa Amethyst semuanya akan sia-sia. Tanpa pelindungnya Jade tak akan berguna."
Gadis kecil itu meronta kesakitan dan ambruk diatas tanah lembab. Tubuh Rachel terasa sangat lemah dan kesakitan. Kailani telah melepaskan cengkeraman tangannya lalu bangkit dan membelai kepala Rachel pelan. Tak ada ekspresi yang terpancar di wajahnya. Kailani mendekatkan dirinya pada Rachel dan berbisik pelan, "Tapi aku harap kau bisa melaluinya."
Rasa panas kembali membakar tubuh kecil Rachel. Air mata telah membasahi kedua pipinya. Rachel memandang Kailani yang bangkit dan berjalan mundur. Wanita itu mengangkat kedua tangannya dan mengayunkannya pelan. Seketika langit berubah mendung, kilat mulai memyambar dan angin berhembus kencang.
Tubuh Rachel semakin melemah karena kesakitan. Pandangan matanya mulai mengabur. Dia tak tahu apalagi yang dilakukan wanita itu. Hal terakhir yang dapat Rachel lihat hanyalah sekumpulan bunga kuning terbang di sekitarnya disertai bayangan Kailani yang mulai menghilang dari hadapannya bersama kesadarannya.
***
"Aku harap kau bisa melaluinya."
Ahhh....
"Rachel... kau baik-baik saja? Apa kau mimpi buruk lagi?"
Gadis itu menunduk diam tak menjawab pertanyaan temannya. Keringat dingin mengalir di dahinya disertai nafasnya yang terengah-engah. Dia melihat sekitarnya dan menemukan dirinya masih berada ditempat yang sama, kamar sederhana di panti asuhan tempatnya tinggal. Gadis itu menghembuskan nafasnya pelan dan mencoba menenangkan irama detak jantungnya yang terus berpacu tak karuan. Disamping, Nerissa yang telah duduk sambil menyerahkan segelas air padanya. Rachel menerima gelas itu lalu meneguknya dengan cepat.
"Rae .. mungkin ada baiknya jika sesekali kau berbagi dengan kami,” ucap Nerissa sambil meletakkan gelas tadi di atas nakas di samping ranjang Rachel. Raut khawatir terlihat jelas di wajah gadis itu. Namun gadis yang dimaksud masih diam enggan berucap. Hanya sesekali menarik nafas dalam sambil memjamkan matanya.
Tapi Nerissa tidak menyerah. Baginya diabaikan oleh Raachael adalah hal yang biasa. “Apapun yang kau hadapi kami akan menemanimu. Kau tahu, kami akan-.."
"Aku baik-baik saja. Rissa. Aku baik." Sela Rachel cepat.
Rachel enggan mendengarkan ucapan Nerissa dan keluar meninggalkan kamar mereka. Nerissa yang melihat kepergian Rachel hanya bisa diam sambil menghela nafas. Sama seperti biasanya, gadis itu akan memilih pergi daripada menceritakan masalah yang dia miliki. Selalu seperti itu, selama sepuluh tahun terakhir atau tepatnya sejak Rachel tiba disana.
***

Book Comment (120)

  • avatar
    PratamaArkana

    sukak

    7d

      0
  • avatar
    PurunAmilo

    cerita lucu

    7d

      0
  • avatar
    SuhaeniEni

    luar biasa cerita nya

    16d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters