logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

SELINGKVH ONLINE

SELINGKVH ONLINE

Kenong Auliya Zhafira


BAB 1

SELINGKVH ONLINE
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Pernah mengalami fase jenuh dalam sebuah hubungan? Bagaimana seharusnya sikap yang diambil jika tengah berada di fase itu? Menepi atau bertahan ...? Atau memilih pergi mencari kebahagiaan sejati tanpa ada kontroversi hati yang menimbulkan kericuhan perasaan.

Ayyara, seorang gadis berkulit putih dengan rambut hitam panjang sebahu tengah mengalami fase jenuh. Hubungan yang dijalani telah menginjak usia tiga tahun masa pacaran. Rasa bosan dengan sikap prianya yang mulai berubah, dan tentang waktu bersama mulai berkurang.

Prianya yang bernama Deandra pun sudah mengikatnya dengan sebuah cincin pertunangan. Namun, itu tidak cukup untuk menguatkan akar cinta yang bersemi di hati. Asa yang sama membuat keduanya memilih bertahan hingga detik ini.
Kasih sayang dan perhatian selalu tidak luput diberikan Dean dengan setulus hati. Karena itu juga, Ayya menerima ikatan keseriusan. Ia bahkan kerap mendapatkan pesan-pesan semacam perhatian kecil hampir setiap hari.
Dean
[ Pagi, Ay ... jangan lupa makan. Love you. ]
Ayya hanya tersenyum membaca pesan yang hampir setiap hari selalu sama. Walaupun perasaan cinta semakin bertambah, terkadang jika hati disuguhi perhatian yang selalu itu-itu saja, maka kebosanan akan datang melanda.
Ayya mulai membalas pesan-pesan Dean dengan seadanya, tanpa antusias, tanpa rasa menggebu.
Ayya
[ Iya. Aku nggak akan lupa. Ini lagi makan di kantin. Love you too. ]
Ayya merasa getar cinta dalam hati kini mulai memudar. Entah karena cinta itu mulai memburam, atau karena memang hatinya yang sudah berada di ambang titik kejenuhan dan keletihan. Raganya pun seakan lelah untuk berjalan di atas restu yang tidak seimbang.
Sebenarnya jika mengingat perjuangan kisah mereka, Ayya sangatlah mencintai Dean. Dean adalah cinta pertamanya yang tidak pernah menorehkan luka segores pun.
Akan tetapi, entah kenapa sekarang hatinya mulai bosan dengan sikap Dean yang selalu begitu. Belum lagi sikap dari ibunya Dean yang kurang enak di hati. Semua itu menjadi paket komplit untuk dirinya memutuskan membiaskan hubungan menjadi sekedar sopan santun.
Ayya adalah seorang SPG di salah satu toserba ternama di kota Kebumen. Pekerjaannya mengharuskan dirinya selalu tampil cantik. Kecantikan para pramuniaga mampu mengundang pembeli berdatangan.
Dean sendiri juga sama, ia juga bekerja
di toserba yang sama dengan Ayya, tetapi jabatan Dean lumayan tinggi.
Benih-benih cinta mulai tumbuh di hati keduanya karena seringnya bertemu dan berinteraksi. Hingga akhirnya bisa berada di titik di mana mereka mengumumkan sebuah pertunangan secara rahasia.
Banyak teman-teman merasa iri jika melihat Ayya bersama pria setampan Dean. Walaupun mereka tidak ada yang tahu hubungan apa yang mereka jalani. Akan tetapi, Ayya kadang terbesit perasaan yang entah apa selama menjalin kedekatan dengan Dean. Mungkin seperti ingin memiliki tapi enggan berusaha.
Ayya mungkin masih merasa sedikit sakit hati saat dulu sempat menerima penolakan dari keluarga Dean. Namun, bukan Dean jika tidak bisa mendapatkan belas kasih dari orang tuanya.
Ayya memilih mencoba bertahan dalam tahap ini, tetapi juga tidak terlalu berharap. Andaikan Dean ingin melepaskan, Ayya akan selalu siap kapan saja. Ia sudah mempersiapkan hatinya sejak lama. Bahkan sejak pertama kali kakinya melangkah bersama Dean untuk hubungan yang penuh keseriusan dan juga tekanan.
Ayya mulai bergabung dengan grup literisasi terbesar di Indonesia lewat aplikasi biru untuk mengalihkan perhatiannya. Ayya menjadi sering membaca daripada harus berbalas pesan dengan Dean. Kebetulan Ayya memang menyukai membaca cerita dari banyak genre. Bahkan terkadang Ayya menuliskan sebuah puisi di beranda pribadinya
Semua itu ia lakukan untuk menghibur dirinya sendiri yang memang butuh hiburan sederhana tanpa harus mengeluarkan biaya banyak.
Seperti saat ini. Ia terkadang mencurahkan isi hati lewat tulisan saat hatinya mulai goyah.
Ayyara
‘Jenuh-ku
Tiga tahun sudah waktu-ku kuhabiskan denganmu
Rasa yang dulu membara, entah kenapa kini mulai meredup
Walau impian masih menyala bagaikan lilin
Namun rasa ini mulai tertutup ego yang tak bisa kutahan
Andai aku bisa membagi hati walau hanya sebentar?
Andai aku bisa mendua?
Aku mulai merasa hubungan ini tak semenarik saat pertama
Ingin ku-teriakkan, kalau ....
Aku jenuh.’
Kebumen, 12 Juni
Puisi itu baru diunggah beberapa menit yang lalu. Like pun mulai berdatangan, bahkan kolom bawah sudah dibanjiri oleh banyak komentar.
Ayya merasa mendapat ketenangan dengan menulis puisi. Ia juga bisa mendapatkan sebuah kebahagiaan yang tidak mampu Dean berikan hanya dengan membaca cerita. Dean mengetahui tentang hal itu, kalau dirinya menyukai puisi melebihi apa pun. Oleh karena itu, Dean tidak pernah protes jika Ayya sibuk dengan ponselnya.
Ayya sedikit tersentuh melihat satu komentar balasan dari sebuah akun yang lama berteman, tetapi jarang berbalas respon.
Byakta
‘Ku ingin kamu
Hei, kamu yang tengah galau hatinya
Janganlah kau memaksa perasaan yang sudah melemah
Kalau tidak kuat, maka berhentilah
Jika kuat, maka bertahanlah
Pabila hatimu inginkan pergi
Bicarakanlah itu baik-baik
Akan ada hati yang menunggumu
Jika memungkinkan, ingin sekali menculik ragamu agar bisa dekat dengan ragaku
Namun itu bukankah sifat kestaria
Aku hanya ingin kau tahu
Di sini, hati ini akan selalu sama
Karena ....
Kuingin kamu, hanya kamu dan kamu’
Gerimis di bumiku, 21 Juni
Ayya mencoba berpikir keras tentang Byakta. Ia mengingat dengan keras, tetapi tidak pernah terlintas dalam kepalanya. Bait- bait puisi itu seakan tertuju padanya. Membuat hati merasakan tumbuh kuncup bunga-bunga.
“Byakta? Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu seolah begitu memahami diriku?” lirih Ayya dalam hati.
Lamunan Ayya buyar tatkala mendengar ada beberapa pesan masuk dalam ponselnya.
Dean
[ Kok tumben bikin puisi segala? Lagi sedih? Atau emang beneran pengen pergi? ]
Ayya terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab bagaimana. Ia belum bisa meninggalkan Dean secara dadakan. Namun, ia tidak bisa menepis rasa jenuhnya akan hubungan yang seperti itu-itu terus. Hatinya merasa letih bertahan di atas jalan yang bertabur jarum. Sakit tapi tidak berdarah.
Lalu tentang Byakta?
“Haish! Udahlah. Nggak penting juga mikirin siapa Byakta. Siapa tahu memang dia suka nulis puisi,” ucapnya pada sendiri.
Ayya langsung memasukkan ponsel ke kantong celananya. Pesan dari Dean pun hanya dibiarkan begitu saja. Ayya tahu, jika sudah membahas hal ini pasti nanti ujung-ujungnya akan bertengkar seperti biasa. Jadi, untuk menghindari hal-hal yang memicu keribuan mendingan diabaikan.
Ayya berlari semakin cepat karena waktu istirahatnya hampir selesai. Akan tetapi, langkahnya seketika terhenti melihat pemandangan yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
Dean terlihat sedang berbicara dengan seorang wanita cantik. Bahkan senyumnya terlihat begitu bahagia. Netranya pun seakan tidak pernah terlepas menatap sang wanita.
Wanita itu memang bukanlah wanita biasa. Ia adalah anak pimpinan pemilik toserba di tempatnya bekerja. Memang sudah bukan menjadi rahasia umum lagi jika wanita itu terang-terangan menginginkan Dean. Mungkin ini satu pertanda untuk segera mendapat jalan terbaik.
Ayya sebenarnya tidak mau berpikir yang tidak-tidak, tetapi jika melihat kenyataan yang seperti ini, hatinya seakan tertipu oleh seekor buaya. Buaya darat yang merayap ke dua tempat. Mencari mangsa dengan menebar umpan di banyak tempat.
“Buat apa mati-matian bertahan jika Dean bisa lebih bahagia dengan orang yang bukan dirinya,” lirihnya sambil merasakan kedua matanya memanas.
Hatinya bingung tidak tahu harus cemburu apa bahagia. Langkah Ayya kembali terhenti mendengar namanya dipanggil oleh seseorang yang sangat dikenalnya. Siapa lagi kalau bukan sang pria.
“Ayya!”
Dean memanggil, sedangkan di sampingnya masih berdiri bersama seorang wanita.
“Ya, kenapa, De?”
“Ini kenalin, Safira. Ternyata dia adalah temen SMA dulu. Cuma beda kelas,” jelas Dean tanpa wajah berseri. Ayya sempat menatapnya sekilas. Cantik.
Acara jabat tangan pun terjadi.
“Ayyara.”
“Safira.”
Ada rasa yang entah apa mulai merayap ke dalam sanubari. Perasaan itu sulit digambarkan oleh hatinya. Yang jelas kebimbangan mendominasi keseluruhan pikirannya.
“Ay, nanti aku nggak bisa anter kamu ya? Lagi ada perlu dengan Safira. Kamu nggak apa kan, kalau pulang sendiri?” Pertanyaan Dean sukses menggoyangkan lamunan Ayya. Rasa yang sejak tadi menggulung isi kepalanya langusng buyar.
Ayya menatap Dean sejenak. Sorot matanya masih terlihat jelas bahwa masih ada cinta dalam hatinya. Ia membuktikan dengan sikapnya yang meminta izin untuk hal yang memang sedikit membuat cemburu.
Ayya tersenyum. Lalu mencoba bersikap biasa.
“Ya udah. Aku bisa pulang sendiri kok. Kamu hati-hati," jawab Ayya datar.
Dean mengecup lembut kening Ayya sebentar sebagai ungkapan maaf karena tidak bisa mengantarnya pulang.
Safira melihat adegan mesra di depannya dengan mata yang sedikit memerah. Ia tahu bahwa Ayya adalah kekasih Dean. Safira diam-diam pernah menyelidiki tentang hal privasi Dean, terutama kisah cintanya.
Ayya melirik Safira, ia tahu bahwa wanita ini sedang cemburu. Ayya bergegas menarik diri dan sedikit menjaga jarak dari mereka.
Ayya melihat dari kejauhan dengan hati yang mulai retak karena Dean dan Safira berjalan meninggalkan dirinya sendiri. Ia seperti orang ketiga bagi mereka.
“Haruskah aku menyerah dan membiarkan Dean memilih cinta yang sesuai dengan impian orang tuanya?”
Pertanyaan seperti itu selalu saja menghampiri kepala Ayya di setiap harinya. Tanpa ada petunjuk hingga mendapatkan sebuah jawaban.
Ini sungguh memuakkan.
Haruskah semua diakhiri? Atau mencari teman baru seperti yang dilakukan Dean?
-------***--------
Bersambung

Book Comment (111)

  • avatar
    ErnaoneAgoes

    cerita sangat menarik dan bikin penasaran ...

    27/12

      0
  • avatar
    saputritiara

    ya...

    18/02/2023

      0
  • avatar
    s******9@gmail.com

    sangat2 berpuas dengan jalan cerita ini

    12/02/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters