logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

3. Hampa

Jika waktu berputar kembali, apakah kenangan akan terhapus juga?
Jika waktu berputar kembali akankah aku bertahan lagi?
Jika waktu berputar kembali aku akan memilih diam saja ,melihatmu dari jauh sebagai pengagum rahasiamu.
*****
6 tahun kemudian
LONDON
"Congratulations doctor Rivat, your operation was successfull." ucap dokter James teman seprofesi Rivat.
Rivat berhasil melakukan operasi pengambilan peluru yang hampir mengenai jantung seorang remaja berumur 20tahun, setelah menggantikan tugas dokter David, dokter ahli bedah yang sedang bertugas ke luar London.
"Thank you "
Rivat hanya membalas dengan senyum kecil lalu melepas baju operasinya, dan dia kembali ke ruangannya.
Berkali-kali Rivat memijat tengkuknya yang terasa pegal karena lamanya operasi lebih dari enam jam.
Rivat Irham, seorang dokter lulusan terbaik dari University of Oxford dengan nilai cumlaude.
Karena kepintarannya hanya dalam waktu singkat Rivat berhasil menjadi dokter yang ternama dan bekerja di salah satu rumah sakit besar di London.
Setiap hari Rivat menghabiskan waktunya dirumah sakit dan belajar. Tidak pernah sekalipun Rivat mengambil cuti untuk sekadar istirahat atau liburan.
Hanya sesekali Rivat berkumpul dengan teman-temannya di London, jika ada acara yang penting saja.
Itu sengaja di lakukan Rivat untuk mengalihkan pikirannya, dari masa lalu yang dulu indah namun kini menjadi pahit.
"Kapan kita pulang ke Indonesia, Rivat? " tanya Ummi Nessa yang sejak setengah jam lalu menunggu Rivat di ruangannya.
"Kita sudah berada di sini enam tahun. Ummi udah kangen keluarga di sana. Mau berkumpul lagi seperti dulu. "
Rivat tetap diam saja. Sesak rasanya jika mengingat masa lalu.
"Ummi capek harus bolak balik terus, dan setiap pulang ke Indonesia, ummi harus pake masker dan kacamata hitam seperti buronan saja."
Rivat masih diam, malas sekali dia berkomentar.
"Ummi sama abi sudah tua Rivat, seharusnya ummi sudah punya cucu. " Ummi Nessa menggerutu sambil merengut.
"Ummi kembali saja sama abi ke Indonesia, biar Rivat disini sendirian. "
"Kenapa kau jahat sekali Rivat? kau taukan ummi gak akan bisa ninggalin kau sendirian. "
"Ummi, Rivat masih mau melanjutkan sekolah S2 dan S3 disini, Rivat gak akan kembali ke Indonesia." Rivat menolak keinginan ummi nya secara halus.
"Itu alasan mu saja Rivat, kau takut menghadapi masa lalumu, Rania mu. " todong ummi Nessa.
Rivat mendesah perih, itulah yang selalu di rasakan Rivat saat mendengar nama Rania disebut. Wanita yang mengisi tiap sudut hatinya hingga kini tak tergantikan.
"Berhentilah menghindar Rivat, hadapi dengan berani, mungkin Rania juga sudah melupakanmu, bahkan mungkin dia sudah menikah, dia gadis cantik dan berperilaku baik pasti banyak lelaki yang menyukainya."
"Tapi Rivat tak bisa melupakan Rania , ummi, tolong mengerti. "
Ada rasa sakit yang menyayat hati saat dia menyebut nama Rania, ditatapnya foto Rania yang di pajang di atas meja kerjanya. Saat malam khitbah.
Rivat membelai wajah Rania yang sedang tersenyum di foto itu.
"I will always love you, Rania Salsabilla. " lirih Rivat yang makin menambah rasa sakit dihatinya. " You are my everything."
"Kau sangat keras kepala, Rivat. "
Handphone ummi Nessa berdering, sebuah panggilan vc dari abi Rayhan yang sedang ada di Indonesia.
Abi Rayhan tampak ada di rumah sakit, Oma Ayu sedang di rawat di rumah sakit karena sakit tua.
"Rivat, cucu kesayangan oma, pulanglah oma kangen pingin ketemu. " ucap oma Ayu terbata-bata. Rivat menatapnya dengan wajah tetap datar.
"Mungkin ini adalah permintaan terakhir Oma, pulang ya, besuk oma sebentar saja."
Rivat mendesah kecil.
"Pulanglah Rivat " Abi mengambil alih layar HP. "Sebentar saja, lihat oma mu, apa kamu akan melupakan semua keluargamu disini, nak? "
Rivat tetap diam pikiran nya mulai berkecamuk. Berat rasanya ingin kembali. Kenangan masa lalu terus menghantui.
"Rivat gak punya keluarga lagi abi. " ummi Nessa langsung menempelkan kepalanya ke kepala Rivat agar abi bisa menatap wajahnya.
"Rivat, tidak membutuhkan kita lagi, dia sibuk dengan dirinya sendiri, dia bukan anak ummi yang dulu, Rivat yang sekarang tak punya hati. "
Ummi Nessa membelai wajah abi di layar, Rivat mendelik sebal.
"Ummi kangen sama abi, tapi gara-gara Rivat kita jadi jarang bersama, Rivat jahat. Abi... ummi kangen! "
Rivat mendesah panjang,
'Kenapa orang-orang ini tak mengerti perasaanku atau memang aku yang tak berperasaan. '
'Ya Allah aku takut untuk bertemu Rania tapi aku juga sangat merindukan nya.'
"Baiklah, tapi tidak bisa buru-buru, Rivat mau urus surat cuti dahulu. " akhirnya Rivat mengalah pada ummi dan rasa rindunya.
"Apa maksudmu surat cuti? " Ummi Nessa melotot. " Ummi mau kamu pindah Rivat, kita pulang ke Indonesia, jangan kembali ke sini lagi. "
"Bulan depan Rivat mulai kuliah S3 ummi. "
"Pokoknya pindah, kita pulang. "
"Dua minggu atau tidak sama sekali. " ancam Rivat, sungguh Rivat tak ada pilihan lain selain mengancam ummi nya.
Dua minggu juga sudah terlalu lama untuk Rivat berada di tempat masa lalunya, yang selalu dia ingin kubur dalam-dalam.
"Terserah !" ucap Ummi akhirnya dengan nada marah. " Tapi ingat ya Rivat, nanti Ummi tidak akan ikut kembali kesini bersamamu, ummi akan tetap di Indonesia. "
"Oke, kita lihat nanti, siapa yang tak tahan melihat putranya sendirian. " Rivat menggoda Umminya.
" Tinggal telepon saja, 'ummi kepala Rivat pusing' tak sampe dua hari ummi pasti sudah nyusulin Rivat lagi. "
"Dasar anak nakal." Ummi tak bisa menahan tawanya. "Kau sangat tahu kelemahan ummi rupanya. "
Berhati-hari Rivat mengurus surat cutinya, semakin dekat dengan waktu kepulangannya hati Rivat semakin gusar.
Rasa cemas, khawatir dan takut jika bertemu dengan orang-orang di masa lalunya membuat Rivat makin bimbang.
Kenangan-kenangan nya bersama Rania kembali berputar jelas,
Rivat kembali memutar semua video-video yang dibuat Ember dulu di kamarnya.
"Ra! bagaimana keadaanmu sekarang ? " ucap Rivat saat melihat video saat khitbah.
"Bisakah kau mendengar isi hatiku?  Perasaan ini tak bisa hilang dengan mudah. Aku tetap mencintaimu, seperti dulu... "
"Ra...! Apa sekarang kau bahagia? " suara Rivat mulai berat, " Kakak disini sangat menderita tanpamu, rasanya kakak ingin mati saja. "
Rivat melepas kalung rantai putih yang dipakainya, di kalung itu tergantung dua cincin, ditatapnya dua cincin itu, rasanya semakin menyayat hati.
....
So many people all around the world
Take me to your heart
Take me to your soul
Give me Your Hand before I'm old
....
" Ra...! Kakak kangen." Rivat melirik sepatu couplenya yang sudah tampak buram.
"Tolong maafkan kakak, Ra! Maaf, kakak bersalah padamu, sungguh aku bersalah padamu. "
"Tok... Tok... "
"Rivat..."
"Masuk saja ummi gak dikunci. "
Ummi masuk dan menghampiri Rivat yang duduk di meja kerja di sudut kamarnya.
Ummi menatap ke layar laptop Rivat, senyum kecil terkembang, beberapa detik kemudian tetesan air mata menyusul.
"Ummi juga menyayangi Rania, sama sepertimu, ummi juga takut jika bertemu dengan Rania nanti, tapi ummi lebih takut jika tidak berkesempatan untuk minta maaf padanya. "
"Jangan menangis di depan Rivat, ummi. Karena itu akan semakin membuat Rivat merasa bersalah. "
"Seandainya saja Rivat tidak pernah bertemu dengannya, mungkin cobaan ini tidak terasa berat seperti ini. "
"Ini saatnya kita bangkit, kita perbaiki hidup kita kedepannya, ya anak ku? "
Rivat diam saja, tak berkomentar, bagi Rivat mendengar kata bangkit hanya seperti klise semata.
"Bagaimana barang-barang mu? Sudah siap? "
"Sedikit lagi ummi. "
"Cepat bereskan, ummi bantuin, besok penerbangan kita pagi, Rivat. "
"Ya... ya... Gak sabaran amat, kangennya sama abi? " Rivat beranjak dari kursinya, dan membuka koper besarnya.
"Ya iyalah, kangen banget . "
"Seperti ABG saja? " Rivat mencebik.
"Kau nanti juga kalo sudah nikah bakal ngerasain. "
"Nikah " Rivat terkekeh.
"Ya... Nikah" ummi menatap Rivat heran, "jangan bilang kau gak mau nikah Rivat"
Rivat hanya mendesah panjang tanpa menjawab pertanyaan ummi.
*****
INDONESIA
Hati Rivat serasa di pilin-pilin saat menapakkan kaki di bandara Indonesia. Enam tahun dia pergi, menghilang, tapi rasa sakit dihatinya tak pernah mau pergi.
Rivat melangkah dengan langkah tegap, memakai kacamata hitam, bulu-bulu halus telah tumbuh di rahang dan dagunya, berbadan tinggi, body atletis dengan wajah tampan rupawan, mungkin orang-orang di masa lalunya tak akan mengenalinya lagi sekarang.
"Selamat datang dokter Rivat Irham." sapa Leo dengan senyum ramah. "Bagaimana kabarmu? "
"Alhamdulillah baik. " Rivat balas tersenyum smirk.
"Kau terlihat berbeda Rivat? " Leo menatap Rivat dari atas hingga bawah.
"Apanya yang berbeda? Apa aku terlihat lebih tua? "
"Bukan, kau terlihat lebih dewasa dan...macho." Leo terkekeh. " Aku yakin pasien wanita akan langsung sembuh jika di beri senyumanmu saja. "
"Berlebihan " Rivat mencebik. " Aku menghindari pasien wanita, aku lebih memilih pasien pria, wanita tua atau anak-anak. "
"Jangan begitu lah Rivat, hidup terus berlanjut, jangan sampai jalan di tempat, dengan tampang mu ini kau bisa mendapatkan wanita yang bagaimana pun. "
"Bagaimana dengan Rania? Apa aku bisa mendapatkan nya? "
"Ya, Rania...! dia pasti akan memaafkanmu Rivat, dia wanita baik, temui dia. "
"Aku tak mau bertemu dengannya. "
Loe hanya mendesah panjang.
Tak terasa mereka sampai di parkiran bandara, ummi Nessa duduk di belakang.
Loe menjalankan mobilnya. Melewati kota, Rivat tampak cuek, dia hanya terdiam melamun.
"Bagaimana pekerjaan mu Rivat? " tanya Leo membuyarkan lamunan  Rivat.
"Biasa aja. "
"Aku turut prihatin dengan kisah hidupmu, ingin jadi pengusaha malah belok jadi dokter demi menghilangkan jejak, tapi percayalah semua akan ada hikmahnya, bersabarlah Rivat. "
Rivat hanya tersenyum smirk.
"Apa kau menerima tawaran Papa untuk menjadi direktur di rumah sakit keluarga kita? "
"Tidak" Rivat menggeleng, " Aku hanya dua minggu disini, lagipula aku tidak mau tinggal disini."
"Rivat, enam tahun sudah berlalu, mulailah untuk kehidupan baru dan hadapi masa depan. "
"Bagaimana aku  bisa menghadapi masa depan, jika masa depan ku tertinggal di masa enam tahun lalu, hidupku hampa tanpa Rania, sekarang aku hanya menjalani hidup sewajarnya saja, bernapas, makan, bekerja dan ibadah itu saja, tanpa cinta dan ambisi, aku seperti mayat hidup."
Rivat menghentikan ucapannya sebentar.
"Takdirku seperti angin lembut , lewat begitu saja, membiarkan aku bertemu dengan seorang Rania, lalu setelah itu bergerak tanpa bisa menentukan arah tujuan dan kini yang tertinggal di dalam hatiku hanya cinta untuknya."
"Ya Allah, Rivat istighfar, lebih baik kau temui Rania dan minta maaf baik-baik, agar kau bisa hidup tenang, kau hutang penjelasan padanya. "
"Aku takut kak, aku takut dia tak memaafkanku, aku takut jika dia menatapku dengan penuh kebencian, biarkan seperti ini selamanya. "
"Kau harus berani bertanggung jawab, jadilah lelaki."
"Apa kakak pernah bertemu dengannya atau keluarga nya? "
"Tidak " Leo menggelengkan kepala pelan. " Sesuai dengan permintaan mu, aku menutup semua akses untuk mereka menemukan keluarga kita. "
Rivat menoleh kepada Leo yang sangat fokus menyetir.
"Rumah, mobil semua kami jual, aku pun langsung mengurus surat cuti dan minta dipindah tugaskan ke luar kota, sebagian keluarga kita yang sepuh tinggal di villamu di desa Kenangan." Leo menghentikan ucapannya sebentar.
"Bahkan Heru pun pasti terkejut data tentangmu di hapus di rumah sakit itu. "
"Hmm... kerja bagus." ucap Rivat sambil menahan perih.
'Ra! Kau pasti akan sangat marah padaku, meninggalkanmu begitu saja, maafkan aku. '
Mereka sampai di rumah yang baru di beli abi Rayhan, terletak di pinggiran kota, rumah mewah dan besar dengan halaman luas dan parkiran lebar, memang sengaja di beli untuk kumpul keluarga besar.
Semua anggota keluarga telah berkumpul untuk menyambut kedatangan ummi Nessa dan Rivat. Mereka tampak kaget melihat penampilan Rivat sekarang, karena selama enam tahun dia tak pernah kembali sekalipun.
"Hallo... om Rivat. " sapa Senja yang kini sudah duduk di kelas delapan, SMP.
"Hallo... Senja, makin cantik aja." puji Rivat sambil menyunggingkan senyumnya.
"Kenapa Om sekarang makin ganteng ya? " tanya Fajar. " Oh.. Aku tau, pasti karena akar gigi yang tumbuh sampe ke dagu dan pipi itu ya." Farhan membelai dagu dan pipinya yang masih mulus.
"Ha... ha.. ini bukan akar gigi. " Rivat terkekeh " Ini namanya janggut."
"Kok Fajar gak punya?"
"Nanti kalo sudah dewasa kamu juga punya. "
"Apa tante Rania suka melihatnya? " tanya Senja polos.
Rivat diam dadanya makin sesak.
"Sudah nanti lagi ngobrol nya. " ucap Leona kakak perempuan Leo, ibu dari Fajar dan Senja. "Om Rivat nya udah di tungguin Oma Ayu. "
"Kita ngobrol nya nanti lagi ya" ucap Rivat lega, karena tak harus menjawab pertanyaannya Senja.
Rivat menuju ruang keluarga, tampak Oma Ayu sudah mengobrol dengan ummi. Rivat bersujud mencium tangan Oma.
"Rivat, cucu Oma. " Oma Ayu tersenyum sumringah, membuat Rivat curiga.
'Jangan- jangan Oma sakit kemaren cuma akting,'
Sangat mudah buat Oma untuk akting sakit, tinggal kerja sama dengan dokter Rizky anaknya memakai salah satu kamar rumah sakit.
Abi menggeser duduknya agar Rivat bisa duduk di sebelah Oma Ayu.
"Rivat, cuma kamu cucu Oma yang belum menikah, tunggu apa lagi? Oma mau lihat cicit dari kamu. "
"Nanti Oma, nunggu jodoh, jodoh yang baik tidak datang tiba-tiba. " ucap Rivat seadanya untuk menyenangkan hati oma nya.
"Kita kerumah Rania lagi ya, Oma antar, biar Oma dan orang tuamu yang minta maaf padanya."
"Tidak perlu Oma, biarkan tetap seperti ini. Rania pasti sangat marah dengan Rivat. "
"Belum tentu, masih ada kemungkinan dia akan memaafkanmu. "
"Tapi kemungkinan itu sangat kecil bahkan mustahil. " suara Rivat tampak bergetar membuat semua keluarganya diam, prihatin.
'Ya Allah... masih pantaskah diriku mengharapkan, Rania? setelah apa yang kulakukan padanya.'
******
Sabar Rivat... Sabar...
Novel 'Di ujung Rindu' adalah sekuel dari Novel 'Rivat dan Rania' jika ingin dapat feel yang lebih sepurna disarankan baca dulu novel Rivat dan Rania...

Book Comment (117)

  • avatar
    TelenggenNelson

    buku ini sangat manfaat

    6d

      0
  • avatar
    Momz Brio

    bagus cerita nya

    07/06

      0
  • avatar
    setyopaparwawan

    mantap

    30/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters