logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4

Kinara kini mulai bekerja sebagai pengasuh di rumah Bu Tri. Tak mudah bagi Kinara untuk menarik perhatian Putri. Gadis kecil itu sama sekali tidak mengetahui kalau ayah ibunya telah tiada.
Kinara begitu mencurahkan perhatiannya pada Putri. Dia sangat memahami bagaimana sedihnya perasaan seorang anak yang ditinggal mati orang tuanya karena dia pernah berada di posisi yang dirasakan oleh Putri.
Gadis berusia 4 tahun itu selalu terlihat murung. Kinara berusaha mengajaknya untuk bermain layaknya anak kecil pada umumnya. Namun, dia enggan dan memilih menyendiri di kamarnya.
"Putri, ada apa? Kenapa Putri hanya mengurung diri di kamar saja? Paman dan nenek pasti akan sedih kalau melihat Putri seperti ini," ucap Kinara sambil membelai puncak kepala gadis kecil itu.
Putri hanya diam. Dia memeluk bonekanya semakin erat. Perlahan, air matanya jatuh.
"Putri kenapa menangis? Kalau sedih, ceritakan pada Kakak. Putri mau apa?" tanya Kinara kembali.
Putri lantas menatapnya. Kinara bisa melihat ada kesedihan di balik tatapannya itu.
"Kenapa papa dan mama belum juga kembali? Apa mereka sudah tidak menyayangi Putri lagi?"
Kinara terdiam. Entah apa yang harus dijawab olehnya. Dia merasa kalau rahasia itu hanya akan menambah penderitaan Putri yang begitu merindukan kedua orang tuanya.
"Mereka sangat sayang pada Putri, tapi ...." Kinara tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Dia termangu.
"Tapi apa, Kak?"
Kinara lalu memeluknya. Dia mengelus lembut punggung gadis kecil itu. "Putri harus bersabar. Kakak tahu Putri sangat merindukan mereka dan mereka juga pasti sangat merindukan Putri. Jadi, jangan menangis lagi. Bagaimana kalau kita bermain di taman? Atau, Putri mau Kakak masak apa untuk camilan kita? Ayo, katakan saja. Kakak akan melakukannya," bujuk Kinara sambil mengelus lembut pipi gadis kecil itu.
Putri menggeleng. Dia kembali memeluk bonekanya dan memunggungi Kinara.
"Apa Putri marah sama Kakak?" tanya Kinara saat melihat penolakan Putri.
Putri hanya diam. Kinara tampak bingung dengan sikap gadis kecil itu. Dia memahami kesedihannya. Namun, dia tidak bisa melakukan apa pun.
Kinara lantas keluar dari kamar. Dia menemui Bu Tri dan Nathan yang sedang bercengkerama di ruang tengah.
"Bagaimana, apa dia mau keluar dari kamar?" tanya Bu Tri.
"Tidak, Bu. Sepertinya dia sangat merindukan ayah dan ibunya. Kalau kita terus menyembunyikan kenyataan ini, aku khawatir dia akan semakin tersiksa."
"Jadi, maksudmu kita harus mengatakan yang sebenarnya pada Putri?" tanya Nathan.
Kinara mengangguk.
"Lalu, kalau dia semakin tersiksa karena kenyataan itu, apa kamu bersedia bertanggung jawab?" tanya Nathan dengan tatapan yang tajam.
Kinara menatapnya. Dia mengernyit. "Aku tidak bisa menjanjikan apa pun, tapi jika itu jalan yang keliru, aku siap untuk meninggalkan rumah ini. Aku hanya tidak bisa memahami keputusan kalian. Sampai kapan kalian akan menyembunyikan kenyataan ini darinya? Cepat atau lambat, dia pasti akan tahu dan dia pasti akan kecewa karena kalian tidak mengatakan yang sebenarnya sejak awal. Aku tahu ini akan sulit baginya, tapi percayalah, dia pasti bisa menerima kenyataan itu," ucap Kinara dengan yakin.
Nathan tampak ragu. Begitu pun dengan Bu Tri. Mereka sangat mengkhawatirkan keadaan Putri jika dia sampai tahu tentang kematian ayah dan ibunya.
"Jika kalian menyayanginya, maka jujurlah padanya," lanjut Kinara.
Kinara menitikkan air mata. Dia tahu bagaimana perasaan Putri saat ini. Dia pernah berada di posisinya di mana ayah dan ibunya meninggal saat dia masih kecil dulu. Dia tahu bagaimana sedihnya saat mengetahui kalau orang yang paling disayangi sudah tidak ada lagi di dunia.
Nathan tampak memikirkan ucapan Kinara. Dia tahu akan ada risiko dari kejujuran mereka. Namun, dia juga membenarkan pernyataan Kinara. Entah sampai kapan dia dan ibunya akan menyembunyikan kenyataan itu dari Putri.
Setelah berbincang dengan ibunya, Nathan akhirnya mengambil keputusan. Dia akan berterus terang pada keponakannya itu.
Sambil memangku Putri, Kinara duduk di depan Nathan dan ibunya. Keduanya tampak menahan kekhawatiran  saat melihat raut wajah mungil yang tampak sedih.
Nathan lalu menghampiri keponakannya itu. Dia lalu duduk di depannya. Nathan meraih tangan mungil yang sedari tadi saling menaut.
"Maafkan Paman, Putri. Paman tidak bermaksud membuat Putri sedih, tapi ...." Nathan menunduk. Dia mencoba menyembunyikan kesedihannya.
Tiba-tiba, Putri menyentuh wajahnya. Nathan terkejut dan menatap wajah mungil keponakannya itu.
"Maafkan kami karena sudah menyembunyikan kenyataan ini darimu. Sebenarnya ...."
Nathan terdiam sesaat. Sementara ibunya tampak menahan air mata.
"Papa dan mama telah kembali ke surga. Maafkan Paman dan Nenek yang tidak bisa jujur pada Putri. Maafkan kami," ucap Nathan sembari menangis.
Putri hanya diam. Dia menatap laman dan neneknya bergantian.
"Apa papa dan mama tidak akan kembali lagi?" tanya Putri yang membuat sang nenek terisak.
"Papa dan mama sudah tenang di surga. Putri harus mengikhlaskan papa dan mama. Paman dan Nenek akan memberikan kasih sayang pada Putri. Maafkan kami karena ...."
"Paman dan Nenek jangan menangis. Putri janji tidak akan membuat Paman dan Nenek bersedih lagi. Putri janji," ucap Putri sembari menyeka air mata pamannya itu. Nathan lantas memeluknya.
Kinara menitikkan air mata saat melihat Putri yang tampak begitu tabah. Gadis sekecil itu sudah mengerti dengan jalan takdir yang digoreskan Tuhan padanya.
Nathan menatap Kinara yang menangis. Dia tersenyum seolah berterima kasih pada gadis itu. Kalau bukan karena perhatian Kinara, mungkin sampai saat ini mereka masih menyembunyikan tentang kematian orang tua Putri.
Bu Tri lalu memeluk cucunya. Dia membelai lembut wajah mungil yang membuatnya merindukan putrinya yang telah pergi terlebih dulu.
"Nenek sangat menyayangi Putri. Maafkan Nenek, Nak."
Mereka saling berpelukan. Kinara lalu bangkit dan meninggalkan mereka. Dia memilih masuk ke kamar dan menangis di sana.
Kenangan masa lalu orang tuanya kini hadir. Dia sangat merindukan mereka. Masa kecil tanpa perhatian dan kasih sayang orang tua nyatanya begitu menyiksanya. Dalam keremangan, terkadang dia duduk menangis seorang diri. Tatkala semua orang sudah terlelap, dia masih duduk menangisi kedua orang tuanya.
"Kinara, apa kita bisa bicara sebentar?"
Kinara menyeka air matanya saat Nathan tiba-tiba berucap dari balik pintu kamarnya. Kinara lalu menghampirinya.
Kinara lalu mengikuti Nathan yang membawanya ke sebuah ruangan pribadi. Sementara Bu Tri sementara memangku Putri di ruang tengah.
"Terima kasih atas saranmu. Aku sangat menghargainya," ucap Nathan dengan tulus.
"Tidak masalah. Karena Putri sudah mengetahui perihal orang tuanya, maka sebagai keluarganya yang paling dekat kamu harus bisa membagi waktumu dengannya. Anggap saja dia bukan lagi keponakanmu, melainkan putrimu yang harus kamu luangkan waktu untuknya. Dengan begitu, mungkin saja dia bisa melupakan kesedihannya," ucap Kinara.
Nathan menatapnya. Dia bisa melihat kepedulian dari tatapan Kinara. Dia bisa melihat kalau ada kesamaan antara gadis itu dan keponakannya.
"Maaf, jika aku lancang. Apa kamu juga pernah mengalami hal yang sama seperti Putri?"
Kinara hanya tersenyum. Namun, dia kemudian menunduk seakan menyembunyikan kesedihannya.
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk mengorek masa lalumu. Kinara, sekali lagi terima kasih atas perhatianmu pada Putri. Bolehkah kamu tetap bekerja di sini?"
Kinara mengangguk seraya tersenyum. "Baik, aku akan tetap bekerja di sini. Selama jasaku masih dibutuhkan, aku akan bekerja di sini," jawab Kinara yang disambut senyuman oleh Nathan.
Kehadiran Kinara di rumah itu membuat Putri tersenyum kembali. Berkat dirinya, Putri bisa melupakan kesedihannya.
Kinara yang memahami apa yang dirasakan oleh Putri membuat dirinya lebih mudah mendekati gadis kecil itu. Walau awalnya tidak mudah, tetapi perlahan Putri mulai dekat dengannya.
"Tante, apa Putri boleh main di taman?" tanya Putri dengan sikapnya yang manja.
"Kenapa panggil Tante? Panggil Kakak saja," jawab Kinara sambil tersenyum.
"Tidak, ah! Putri mau panggil Tante karena ...."
"Karena apa? Apa wajah Kakak sudah kelihatan tua, ya?" tanya Kinara sambil menyentuh wajahnya.
Putri tampak tertawa. Dia lalu berbisik di telinga Kinara. "Bukankah Paman Nathan sangat tampan? Putri mau Tante menikah dengan Paman Nathan."
"Apa yang kalian bisikkan?" tanya Nathan yang tiba-tiba muncul. Sontak, Kinara terkejut.
"Bukan apa-apa, kok," sanggah Kinara yang tampak panik di depan Nathan. Melihat sikapnya itu, Putri tertawa.
"Putri, kenapa tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya Nathan sembari meraih keponakannya itu dalam gendongan.
"Iya, Paman. Tante Kinara sangat lucu, kan? Lihat, wajahnya memerah," tunjuk Putri.
Kinara lalu pergi. Dia tidak ingin mereka melihat wajahnya yang bersemu merah. Hanya karena candaan Putri, dia harus menahan rasa malu di depan Nathan.
"Kinara, kamu mau ke mana?" tanya Nathan saat melihat Kinara yang berlalu pergi.
"Putri, memangnya apa yang kamu bisikkan padanya?"
"Putri bilang kalau Paman sangat tampan. Iya, kan, Paman? Bukankan Paman sangat tampan?"
Nathan tersenyum. Dia lalu mengecup pipi keponakannya itu. "Terserah kamu saja. Dibilang tampan oleh Putri, Paman merasa senang."
Nathan Adi Prakarsa, pemuda tampan yang dua tahun lebih tua dari Kinara itu memiliki pesona yang membuat siapa saja menyukainya. Tak hanya tampan, tetapi perangainya yang lembut dan baik pada siapa pun menjadi daya tarik tersendiri.
Nathan memiliki usaha yang ditinggalkan oleh mendiang ayahnya, Adi Prakarsa. Dia telah menjelma menjadi salah satu usahawan yang cukup disegani.
Bersama kakak iparnya, dia menjalankan usaha. Namun, sejak kakak iparnya itu meninggal, Nathan terpaksa menjalankan usahanya itu sendirian. Karena itu, dia lebih banyak meluangkan waktu di tempat kerjanya.
"Nenek, kenapa Paman belum juga kembali? Katanya mau ajak Putri jalan-jalan, tapi kenapa Paman belum juga datang?" keluh Putri sambil duduk di pangkuan sang nenek.
Putri sudah terlihat cantik dengan gaun putih selutut yang dikenakannya. Dia sudah bersiap dari tadi.
Sebelum pergi kerja, Nathan sudah berjanji untuk mengajaknya jalan-jalan saat pulang kerja nanti. Namun, saat menjelang sore pun, Nathan belum juga datang.
"Tante, paman tidak berbohong, kan?" tanya Putri dengan air mata yang sudah membendung.
"Tidak, kok. Kita tunggu sebentar lagi, ya. Kakak yakin, sebentar lagi paman pulang," jawab Kinara.
Karena melihat Putri yang mulai bosan, Kinara lantas menghubungi Nathan. Namun, dia terkejut saat yang mengangkat panggilannya itu adalah seorang wanita.
"Maaf, kamu siapa, ya?" tanya wanita di seberang sana.
"Aku Kinara. Apa Pak Nathan-nya ada?"
"Sebentar, memangnya kamu siapa? Apa hubunganmu dengan Nathan?"
"Aku pengasuh keponakannya. Apa aku bisa bicara dengan Pak Nathan?"
Wanita itu terdiam. Tak lama, dia menjawab, "Nathan sedang keluar sebentar. Memangnya, ada apa, ya?"
"Kania, siapa itu?" tanya Nathan yang menghampirinya.
"Katanya dia pengasuh Putri," jawab gadis yang bernama Kania itu sambil menyerahkan ponsel pada Nathan.
"Ya ampun, aku lupa," ucap Nathan yang mulai mengingat akan janjinya.
"Kinara, tunggu aku, ya. Katakan pada Putri kalau aku sedang menuju ke rumah."
"Baiklah."
Nathan lalu bersiap untuk pulang.
"Ada apa? Kenapa kamu buru-buru?" tanya Kania.
"Kania, aku minta maaf. Sepertinya, hari ini kita tidak jadi makan malam bersama. Aku sudah telanjur berjanji pada keponakanku untuk jalan-jalan. Maafkan aku, ya," ucap Nathan sembari menggenggam tangan wanita itu.
Kania, wanita cantik itu hanya bisa mengembuskan napas pelan. Dia tampak kecewa atas keputusan Nathan yang membatalkan janji mereka.
"Baiklah, kamu boleh pergi dengan keponakanmu itu, tapi apa aku boleh ikut? Bukankah, aku ini kekasihmu? Setidaknya, perkenalkan aku pada mereka biar mereka tahu kalau kamu itu sudah punya kekasih. Apa itu terlalu sulit?" pinta Kania yang terlihat manja di depan Nathan.
Mereka telah menjalin hubungan beberapa bulan yang lalu. Tepatnya, sebelum kecelakaan yang dialami orang tua Putri. Karena masih dalam masa berduka, Nathan terpaksa menahan keinginannya untuk memperkenalkan kekasihnya itu pada ibu dan juga keponakannya.
Nathan terpaksa mengiyakan permintaan Kania. Mereka lalu menuju ke rumah.
Melihat Nathan, Putri tersenyum sumringah. Dia lalu meraih tangan Kinara dan mengajaknya menemui pamannya itu.
"Paman kenapa baru datang? Apa kita akan pergi sekarang?" tanya Putri yang terlihat antusias.
"Iya, kita akan pergi sekarang."
"Tante ikut, ya?" pinta Putri pada Kinara.
"Tidak usah, Putri. Kakak di rumah saja. Putri pergi dengan Paman, biar Kakak yang menemani nenek di rumah," jawab Kinara. Namun, Putri tampak kecewa dengan jawaban Kinara.
"Iya, Putri. Ayo, kita pergi," ajak Nathan. Akan tetapi, gadis kecil itu menolak.
"Putri tidak akan pergi tanpa Tante! Putri hanya akan pergi dengan Tante!" seru Putri sambil menggenggam tangan Kinara.
Tiba-tiba, Kania keluar dari mobil. Dia lalu berdiri di samping Nathan sembari menatap Putri.
"Putri, apa Tante juga boleh ikut?" tanya Kania yang terlihat sopan dan perhatian.
"Tante siapa?"
Kania lalu melirik ke arah Nathan. Nathan lantas meraih tangannya. "Ini Tante Kania, pacar Paman," jawab Nathan.
Kania tersenyum di depan Putri. Dia lalu menghampiri gadis kecil itu. "Jadi, Tante juga boleh ikut, kan?"
Putri menatapnya. Namun, dia segera mengalihkan pandangan ke arah Nathan.
"Paman tidak akan menikahinya, kan? Aku tidak akan mengizinkan siapa pun menikah dengan Paman kecuali Tante Kinara." Putri menggenggam tangan Kinara dengan erat.
Mendengar ucapan Putri, Kinara lalu meminta maaf. "Aku minta maaf atas sikap Putri. Mohon jangan diambil hati." Kinara mencoba menjelaskan.
"Putri jangan bicara seperti itu lagi, ya. Itu tidak baik," jelas Kinara pada gadis kecil itu.
"Tapi Tante, Putri tidak ingin punya Tante yang lain. Putri hanya ingin Tante Kinara yang menjadi Mama Putri."
Kinara terkejut. Begitu pun dengan Bu Tri yang tidak sengaja mendengar penuturan cucunya itu.
Sementara Kania, hanya membisu. Dia tidak menyangka kalau dia telah ditolak oleh keponakan dari kekasihnya itu.
To Be Continued ....

Book Comment (190)

  • avatar
    Jemris

    novel ini adalah salah satu novel terbaik selama saya membaca di NOVELAH. Alur ceritanya rapih tidak tumpang tindih, setiap alur cerita mampu menggugah pembaca. Terimakasih "Mak Halu" buat karya yang satu ini👍

    06/03/2022

      5
  • avatar
    adhityakeefa

    makasih jj

    1d

      0
  • avatar
    SantosoAgung

    keren

    8d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters