logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Menjual Si Janda

Setelah sadar dari pingsannya, Bambang menangis meraung-raung mendapati ayam kesayangannya sudah mati. Bahkan dengan lahapnya dia memakan Rambo. 
Dia pergi ke kamar mandi dan berusaha memuntahkan apa yang sudah dia makan.
"Aku tidak rela jika aku harus memakanmu Rambo huhuhu," ucap Bambang sambil terus menangis.
Rambo sudah menjuarai berbagai perlombaan antar ayam di kampungnya, selain bulunya yang cantik, Rambo juga memiliki suara yang merdu.
"Benar-benar tidak punya hati si Markonah tuh, masak ayam kesayanganku yang aku besarkan dari kecil di goreng sih, aku harus mencari cara untuk membalasnya."
Bambang keluar dari kamar mandi dan duduk di sofa ruang tamu. Dia berpikir keras agar bisa membalas perbuatan Markonah. Saat Bambang melihat tanaman kesayangan istrinya yang berada di samping tv, dia jadi punya ide untuk balas dendam.
'Wah, pucuk dicinta ulam pun tiba, disaat lagi pusing saat itu juga muncul ide buat jual tanaman, rasain kamu Markonah, berani-beraninya mengerjaiku,' gumam Bambang.
Dengan cepat dia memfoto tanaman tersebut dan mensharenya di grup jual beli tanaman. Tidak lama kemudian ada pesan masuk dari seseorang yang berminat membeli bunga tersebut. Setelah ada kesepakatan harga mereka memutuskan untuk bertemu.
Bambang mengendap-endap menuju ke kamar dan melihat sekeliling rumah, didapatinya Markonah sedang tidur di samping anaknya. Dengan cepat dia memasukkan pot tanaman tersebut ke dalam karung dan membawanya bertemu dengan pembeli.
Bambang mengalami kesusahan saat membawa tanaman tersebut karena memang ukurannya sudah sangat besar.
'Wah … bisa laku banyak nih tanaman, sekarangkan lagi booming. Uang hasil penjualannya nanti akan aku belikan ayam jago lagi untuk mengganti Rambo yang sudah mati.'
Bambang sudah berangan-angan  akan menggunakan uang tersebut untuk dirinya sendiri.
Setelah setengah jam bersepeda akhirnya dia sampai di tempat janjian. Bambang segera menelepon calon pembeli tersebut.
"Halo, Ibu di mana? saya sudah sampai di taman."
"Saya di dalam mobil berwarna merah, depan penjual batagor"
"Ok Bu, saya ke sana."
Bambang pun menjumpai si pembeli. Dia menurunkan bunga tersebut untuk dilihat oleh calon pembeli.
"Mau dijual berapa ini, Pak?"
"Loh, tadi kan sudah kita sepakati tujuh juta Bu?"
"Setelah melihat bunga ini saya jadi berubah pikiran, ternyata daunnya banyak yang rusak."
"Itu mungkin karena saya membawanya kurang hati-hati, Ibunya mau menawar berapa?"
"Empat juta bagaimana?"
Bambang kaget mendengar jumlah uang yang ditawarkan, dia tidak menyangka kalau tanaman ini dihargai segitu. Tetapi Bambang berusaha tetap tenang dan menawarkan dengan harga yang lebih mahal.
"Masih belum bisa bu, bagaimana kalau enam juta?" Jawab Kadir mencoba menawar.
"Hah? Mahal sekali, kemarin saya beli cuma lima juta kok, eh…." ucap si ibu keceplosan.
"Ya sudah kalau begitu lima juta saja tidak apa-apa," ucap Bambang dengan senyum kemenangan.
Akhirnya dia menerima uang tersebut dan memasukkannya ke dalam dompet. Hatinya riang sekali karena berhasil mengantongi uang lima juta.
'Wah … lumayan juga nih tanaman, harganya bisa buat DP sepeda motor, di rumah masih ada beberapa pohon lagi, bisalah buat DP mobil, itupun kalau aku bisa menjualnya semua tanpa sepengetahuan Markonah.'
Setelah mendapatkan uang hasil penjualan tanaman, dia memutuskan untuk singgah di warung bakso. Bambang mulai memesan dan menikmati semangkok bakso komplit ditambah segelas es teh.
'Nikmat sekali bakso ini, apalagi aku dapatnya gratis, iya gratis, soalnya tanaman itu aku tidak pernah ikut merawatnya tetapi bisa menikmati hasilnya hahaha … Lain kali aku akan menjual tanaman yang ada di rumah lagi' gumam Bambang.
Setelah kenyang Bambang memutuskan untuk pulang, tidak lupa  membungkus satu porsi bakso komplit untuk diberikan kepada Markonah. 
Diperjalanan pulang dia teringat kembali dengan ayam kesayangannya dan memutuskan untuk pergi ke pasar membeli ayam sebagai pengganti Rambo. Sampai di pasar Bambang mulai mencari ayam yang sekiranya memiliki warna bulu seperti Rambo. Bambang berkeliling pasar untuk mencari ayam pilihannya, setelah mendapatkan apa yang dicarinya, Bambang mulai menawar harga ayam tersebut.
"Yang ini berapa Bang?" tanyanya kepada penjual ayam.
"Yang itu lima ratus ribu." 
"Mahal banget Bang, tiga ratus ribu ya?"Bambang mencoba menawarnya.
"Empat ratus ribu, kalau mau ambil, kalau tidak mau cari saja yang lain," jawab penjual ayam.
"Baiklah Bang aku ambil."
Penjual itu membungkus ayam pesanan Bambang dengan pembungkus yang sudah dia siapkan sebelumnya. Bambang berkendara dengan wajah sumringah, sesekali dia bersiul menandakan bahwa hatinya sedang senang. 
Sesampainya di rumah dia melihat Markonah sedang duduk santai di teras. Bambang turun dari motor dan menghampiri istrinya.
"Ma, ini papa belikan bakso."
"Tumben banget papa beliin buat mama." Markonah kaget dengan oleh-oleh itu, pasalnya Bambang selama ini terkenal sangat pelit dan sangat jarang membeli makanan di luar.
"Iya, tadi Papa habis dapat rejeki, makanya Papa bagi sama Mama," jawab Bambang sambil membawa ayamnya ke belakang rumah.
"Loh, beli ayam lagi, Pa?" tanya Markonah kaget melihat barang bawaan Bambang.
"Iya, buat mengganti si Rambo yang kamu bunuh." Bambang mulai memasukkan ayam tersebut kedalam kandang bekas punya Rambo.
"Oh, besok mau dimasakin ayam apa bang? Tinggal bilang saja biar aku yang mengeksekusi," ucap Markonah sambil tersenyum.
"Hey Markonah, jangan berani-berani kamu mengusik ayamku lagi ya, kalau tidak kamu tidak akan aku beri jatah bulanan" jawab Bambang emosi.
Kali ini Bambang terlihat serius dengan ucapannya membuat Markonah menciut.
"Iya iya Pa, begitu saja kok marah, nanti gantengnya hilang lho kalau marah-marah terus, hahaha," jawab Markonah sambil tertawa untuk mencairkan suasana.
Markonah membawa baksonya ke dapur, menuangnya ke mangkok dan berniat memakannya sambil menonton TV.
"Enak banget ini Pah, baksonya, beli dimana?" tanya Markonah dengan mulut penuh bakso.
"Beli di tempat biasa, Ma."
"Emang Papa habis dapat rejeki dari mana sih?" Tanya Markonah penasaran.
Tidak biasanya Bambang jajan di luar, dia lebih memilih untuk makan di rumah, katanya biar lebih irit. Tentu saja hal ini menimbulkan kecurigaan Markonah.
"Papa habis jual tanaman hias, Ma," jawab Bambang santai.
"Oh ya, memang lumayan harga tanaman hias sekarang. Eh, tanaman mama yang ada di dekat TV kok tidak ada ya? Papa tahu tidak tanaman Mama di mana?" Markonah kaget melihat tanaman kesayangannya tidak ada di tempat biasanya.
"Kan Papa sudah bilang kalau habis jual tanaman hias," jawab Bambang santai.
"Maksud Papa….?"
"Iya, tanaman yang Mama rawat itu sudah Papa jual. Lumayan kan bisa untuk mengganti si Rambo dan beli bakso kesukaan Mama."
"Janda bolongkuuu uhuk … uhuk … uhuk…."  Satu bakso nyangkut di tenggorokan Markonah.

Book Comment (60)

  • avatar
    AicaBocil

    ceritanya sangat bagus sekali saya suka

    27d

      0
  • avatar
    NiRa

    bagus ceritanya

    29d

      0
  • avatar
    s******e@gmail.com

    ceritanya sangat bagus

    21/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters