logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Klinik Kandungan

Part. 3
Aku kehilangan jejak mama. Abang ojek online itu lincah sekali mengendarai motor sampai-sampai aku sulit untuk mengimbangi laju motornya dan akhirnya aku pun gagal membuntuti kemana mama pergi.
Aku berhenti di tepi jalan. Ku lirik arloji di pergelangan tangan kiri ku, waktu sudah menunjukkan pukul 08.15 menit. Sudah terlambat untukku pergi bekerja. Ah sudahlah, lebih baik aku bolos saja, walaupun itu artinya aku akan kena semprot atasanku yang super galak. Aku mengambil ponsel dan mencoba menelepon mama. Berulang kali aku mencoba menghubungi mama tapi mama tidak merespon. Mungkin mama masih kesal padaku. Aku menengok keadaan di sekelilingku. Suasana pagi ini lumayan ramai oleh lalu lalang orang yang akan memulai aktifitasnya. Aku menghembuskan nafasku pelan, dan kali ini aku tidak tahu harus menuju kemana. Aku benar-benar kehilangan jejak mama.
Lama aku duduk termangu di atas motorku, tidak lama ponselku berdering. Ternyata papa meneleponku.
"Assalamualaikum, Pa?" ujarku menjawab telepon papa.
"Waallaikumusalam, Rani. Kamu sudah berangkat kerja ya? Mama kamu mana? Kok rumah sepi sekali?" tanya papa dari ujung telepon sana.
"Rani enggak masuk kerja, Pa. Nih Rani lagi joging."
Terpaksa aku membohongi papa dan mencoba mencari alasan. Tidak mungkin aku menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada papa.
"Sama mama?"
"Nggak, Pa. Rani sendirian."
"Mama kemana? Papa mau antar makanan buat kalian, Papa dengar, mama mu lagi sakit ya?"
Aku bergeming mendengar pertanyaan papa itu. Sakit? Mama sakit? Tidak, Pa. Mama lagi hamil! Jerit ku di dalam hati.
"Rani? Pulang dulu gih, Papa nunggu lama nih di depan rumah." Suara papa membuatku tersadar dari lamunanku tentang mama.
Kemudian aku pun memacu sepeda motorku kembali menuju rumah. Walaupun aku sedikit kecewa karena gagal membuntuti kemana perginya mama.
Namun di tengah perjalanan, aku dikejutkan oleh suatu pemandangan yang aku liat. Mataku membulat ketika baru saja sebuah mobil mirip dengan mobil Mas Adam melaju dari arah berlawanan. Perlahan aku turunkan laju sepeda motorku. Menoleh ke arah mobil itu. Ku picingkan mataku agar bisa menangkap objek mobil itu dengan lebih jelas. Benar saja, itu mobil Mas Adam!
Tanpa pikir panjang aku pun memutar arah sepeda motorku lagi. Aku mencoba memacu motorku untuk mengejar mobil Mas Adam yang sudah hampir tidak terlihat dari pandangan mataku. Kali ini aku tidak boleh kehilangan jejak lagi.
Apa yang sedang Mas Adam lakukan di tempat ini, padahal dia tadi mengatakan kalau dia sedang ada meeting mendadak dengan kliennya? Sejuta pertanyaan sungguh menyesakkan dadaku.
🥀🥀🥀🥀🥀
Aku menghentikan motorku beberapa meter ketika aku lihat mobil mas Adam berhenti di sebuah tempat yang terlihat seperti klinik dokter. Ada urusan apa Mas Adam pergi ke tempat seperti ini?
Jangan-jangan, Mas Adam sudah janjian dengan mama di tempat ini? Apakah Mas Adam diam-diam ingin menemani mama memeriksa kandungannya tanpa sepengetahuanku? Ah, pikiran konyol ku kembali memenuhi otakku.
Jantungku mulai berdebar lebih cepat. Keringat dingin pun menetes deras. Ada perasaan aneh ketika aku masuk ke area klinik itu. Aku berjalan mengendap sangat perlahan.
Apa dugaanku benar? Bahwa mama mengandung anak Mas Adam? Apa benar mama dan Mas Adam punya affair di belakangku? Pikiranku kalut.
Sudah tidak ku pedulikan lagi puluhan kali panggilan telepon dari papa. Sengaja aku silent-kan ponselku agar tidak ada siapapun yang bisa mengganggu pengintaianku kali ini.
Aku duduk di sebuah kursi tunggu pasien yang letaknya menghadap persis di depan ruangan praktek dokter. Klinik ini terlihat lumayan ramai dengan lalu lalang orang. Ternyata memang benar dugaan ku, mama dan mas Adam sudah janjian di belakangku. Karena aku melihat dengan nyata di depan mataku sendiri, ada mama dan Mas Adam di depan ruangan praktek salah satu dokter di klinik ini. Aku mencoba menyembunyikan wajahku. Syukurlah mereka tidak mengenaliku. Masker sangat membantuku di saat-saat seperti ini.
Mas Adam duduk di sebelah mama. Tidak ada yang mencurigakan sampai sejauh ini. Mas Adam bertindak senormal mungkin di hadapan mama. Hanya sesekali mama yang menyandarkan kepalanya di bahu Mas Adam.
Tapi itu sudah cukup untuk membuatku cemburu. Ah ! Mas Adam, kenapa harus mama yang menjadi wanita simpananmu. Apa tidak ada perempuan lain yang bisa kau jadikan selingkuhanmu selain mamaku? Aku meremas tanganku dengan kuat. Ingin rasanya aku melayangkan tamparan keras ke wajah Mas Adam yang sok lugu itu karena dia sudah tega membohongiku selama ini.
Tidak lama kemudian, mama dan Mas Adam masuk ke dalam ruangan praktek dokter itu. Begitu tubuh mereka hilang di balik pintu, gegas aku berjalan menuju ruangan itu untuk sekedar menguping pembicaraan mereka.
Aku berusaha bersikap senormal mungkin jangan sampai ada orang yang curiga padaku. Aku berpura-pura menjatuhkan sesuatu di dekat pintu ruangan. Lalu ku rekatkan daun telingaku ke pintu yang terbuat dari aluminium itu.
Sial!
Suara mereka tidak terdengar dari luar. Percuma saja aku menguping seperti ini. Aku pun menghentikan aktifitas bodohku itu. Lalu duduk tepat di samping pintu ruangan dokter tersebut. Biarlah aku mencari tahu sendiri dari dokter itu tentang kebenaran kehamilan mama.
Lima belas menit menunggu, akhirnya Mas Adam dan mama keluar dari ruangan itu. Mas Adam tampak menuntun perlahan mama yang terlihat lemas. Membuatku semakin cemburu.
Lihat saja kamu, Mas!
Sampai kapan kamu bisa menyembunyikan hubunganmu dengan mama kandungku itu.
Dadaku sesak seketika melihat kedekatan antara mama dan Mas Adam. Ingin rasanya aku berteriak melabrak mereka berdua. Tapi itu tidak mungkin aku lakukan. Aku tidak mungkin mempermalukan mamaku sendiri di hadapan banyak orang. Terlebih mama saat ini sedang mengandung anak yang nantinya akan menjadi adik kandungku.
Ya Tuhan, tidak bisa aku bayangkan jika jabang bayi yang ada di rahim mama itu adalah anak dari calon suamiku. Bagaimana aku bisa menerima anak itu sebagai adikku? Sedangkan itu adalah anak dari laki-laki yang seharusnya menjadi suamiku.
Aku mengusap wajahku dengan telapak tanganku. Pertanyaan konyol ini membuatku gelisah. Aku benar-benar harus menemukan jawaban yang sebenarnya.
Ya Tuhan, bantulah aku ....

Book Comment (77)

  • avatar
    verlanicacecillia

    bagus

    20d

      0
  • avatar
    DamayantiIra

    bgs bgt ceritany jngn lupa kelanjutan ny sampai tamat

    30/05

      1
  • avatar
    AndiniDira

    bagus banget kak,sukses truss💪

    05/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters