logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Aku Berhak Bahagia

Aku Berhak Bahagia

Nijar90


Chapter 1 Hampa

Hari ini aku di wisuda. Tentu aku harus bersyukur karena tidak semua orang berkesempatan sepertiku. Bergelar S1 dan bisa mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Namun aku tidak bisa melanjutkan karena orang tuaku sedang sakit.
Tadi pagi mereka seharusnya berangkat tetapi penyakit jantung ayahku tiba-tiba kambuh. Ayahku harus dilarikan ke rumah sakit dan semua panik. Oleh karena itu aku hanya bisa berfoto bersama teman-teman. Lebih parahnya juga aku tidak bersama pasangan.
Pasanganku seolah tarik ulur denganku. Ia tidak datang hari ini karena ada kuliah di pasca sarjana. Tapi aku tetap menerima dan lapang dada. Tetap tersenyum walau rasanya pahit. Pura-pura bahagia walaupun sesak di dada.
Mungkin besok ia bisa bertemu denganku. Semua orang mempertanyakan dimana kekasihku tetapi aku tetap tersenyum dan menjawab ramah. Aku tidak marah tetapi dadaku rasanya sesak. Aku punya pasangan tapi aku tidak bersama dia hari
ini.
Aku seolah terkesan jomblo. Syukurku tiada henti akhirnya jampun berlalu. Aku pulang ke kosan dengan semua karangan bunga. Ada sms masuk.
"Sayang maaf ya Mas baru keluar kelas. Kadonya besok ya," ucapnya.
Aku tetap tersenyum dalam hati meski tak sempurna dan tepat waktu. Namun masih ada tanda darinya. Bahwa ia akan memberiku hadiah. Aku sangat mencintainya hingga akupun tak bisa mengungkapkan kemarahan. Aku tidak bisa meluapkan kekecewaan.
"Rin. .Rina ..ini ada bunga buat kamu," ucap Desi padaku. Aku langsung membuka pintu kamar. Senyumku mengembang dan wajahku sangat sumringah.
"Dari siapa?" Tanyaku sambil senyum-senyum.
Sekejap aku langsung berbunga-bunga.
Dalam benakku pasti Mas Rendra. Kemungkinan tidak jadi besok melainkan sekarang sebagai kejutan. Akupun menerima bunga tersebut.
"Tidak tahu juga ya, tadi tukang antarnya bilang buat Rina. Sekarang sudah pergi," ungkap Desi.
"Oh iya tidak apa-apa, terimakasih ya," ucapku.
"Sama-sama," jawab Desi.
Kulihat dan ku bolak-balik untuk mencari kartu nama tetapi tidak ada sama sekali. Aku masih penasaran.
"Apakah ini sebuah kejutan juga," ucapku dalam hati. Aku dengan bangganya menelpon Mas Rendra. Siapa tahu ia memang mempunyai konsep berbeda agar aku terkesan.
"Halo Mas," ucapku
"Iya Dik kenapa? Maaf Mas sedang turun tangga sebentar ya," jawab Mas Rendra.
"Mas sebelumnya makasih ya atas kejutannya, aku sangat senang sekali," ungkapku.
"Kejutan yang mana ya dek?" tanyanya.
"Ini lho bunga mawar merah," ucapku.
"Hah bunga, Mas masih di kampus tidak sempat keluar. Mungkin dari temennya adik kali," ujarnya.
"Berarti bukan dari Mas dong," ucapku memastikan.
"Bukan Dek, ya sudah ya Mas mau ketemu dosen dulu. Mas tutup ya," jawabnya.
Tut tut tut...suara ponsel dimatikan padahal aku yang nelpon. Aku telpon lagi tidak bisa. Nomor di luar jangkauan. Aku pencet sekali lagi memang tidak bisa di hubungi.
Kali ini aku marah. Dalam hati kecilku apakah Mas Rendra tidak mencintaiku sepenuh hati. Apakah memang benar-benar sibuk?
Entahlah yang jelas memang ia sedang mengerjakan tesis. Dan tesis itu cukup berat baginya. Karena dosen pembimbingnya sering keluar negeri untuk mengisi seminar.
Aku memahaminya namun aku tidak mentolerir jika aku terlalu diabaikan. Aku sudah berkorban untuk bersabar dan lapang dada. Beginilah rasanya jika mempertahankan sebuah hubungan tidak dalam satu instansi. Mas Rendra di kampus yang berbeda denganku.
Handphoneku bergerak. Ada panggilan masuk kali ini dari nomor yang tak dikenal.
"Hallo ini Mbak Rina," ucap penelpon. Suaranya seperti seorang ibu paruh baya.
"Iya benar, maaf ini siapa?" tanyaku balik.
"Ini ibunya Rendra Mbak," ucapnya.
Bulu kudukku tiba-tiba merinding. Tak kusangka dan aku sama sekali belum bertemu dengan ibunya. Mungkin ini adalah jawaban dari doaku. Aku sangat senang sekali.
"Oh ibunya Mas Rendra. Iya ibu ini Rina," jawabku seramah mungkin bahkan aku sambil tersenyum. Seolah aku sedang berhadapan dengan ibunya. Tentu saja ini kesempatan emas yang sangat berharga.
"Mbak Rina bisa kerumah saya, ada hal penting yang harus saya bicarakan," pinta ibunya.
Aku terkejut. Rasanya tidak karuan. Lebih jelasnya aku sangat bahagia. Inginku jingkrak-jingkrak untuk mengekspresikan betapa senangnya hatiku.
Ada sms masuk dari mamanya Mas Rendra.
"Rin ini alamatnya Jl Blok M Martapura Rumah No 4 Yogyakarta. Jangan kabari Mas Rendranya ya"
Aku meletakkan ponsel. "Mungkin ini sembunyi-sembunyi," gumamku.
Disusul sms yang lain. "Dik maaf kadonya kapan-kapan ya, Mama nyuruh aku pulang"
Akhirnya Mas Rendra mengabariku. Namun aku justru kecewa entah kenapa. Memang seharusnya juga Mas Rendra datang di waktu yang tepat di hari wisuda kemarin. Namanya juga orang yang terkasih. Pasti mau tidak mau di sempatkan.
Sedangkan Mas Rendra kemarin hanya masuk kuliah seperti biasa. Mungkin akan lebih maklum jika sidang tesis yang tidak bisa ditinggal. Jika ada jadwal kuliah kan bisa izin libur. Demi aku sang kekasih. Kalau aku jadi Mas Rendra maka aku akan sempatkan.
Tetapi waktu sudah berlalu. Kusesali juga percuma. Biarlah aku melihat kedepan saja. Semoga hubunganku dengan Mas Rendra menjadi lebih baik.
Rasanya tubuhku berat sekali. Aku rebahkan sejenak. Ada kisah yang teringat di kepalaku. Awal mula dimana aku dan Mas Rendra bertemu.
Saat itu ada acara bakti sosial. Mas Rendra sedang menjadi host acara. Sedangkan aku menjadi pendamping anak-anak panti. Kala itu ada tugas kampus yang mengharuskan aku melakukan kegiatan sosial. Maka aku putuskan untuk mengabdi di panti selama satu minggu. Dan disaat santunan akupun ikut mendampingi mereka.
Ketika itu Mas Rendra salah sangka jika aku adalah pemilik panti. Ia mempersilahkan aku untuk maju ke depan. Aku di suruh memberikan sambutan. Ibu panti yang asli justru menyuruhku. Dengan senang hati aku menuruti perkataan ibu panti. Aku langsung maju dan memberi sambutan.
Aku hanya menyampaikan inti-intinya saja. Selebihnya aku mengajak anak-anak berinteraksi dan bernyanyi. Bahkan kulontarkan beberapa pertanyaan untuk mereka. Sebagai rewardnya baik yang bisa jawab ataupun tidak aku kasih hadiah. Semua anak-anak merasa senang.
Mungkin di saat itulah Mas Rendra tumbuh benih-benih rasa suka. Setelah acara Mas Rendra justru memintaku untuk berfoto bersama. Ia juga meminta nomor handphoneku. Raut wajahnya menandakan bahwa ia sedang mengamatiku.
Saat aku pulang di kos. Ada sms masuk dan itu pertama kalinya Mas Rendra menghubungiku. Ia nanya nama lengkapku, dimana aku kuliah dan tinggal.
Lama waktu berselang ia mengakui jika ada perasaan yang tumbuh padaku. Ia bilang padaku saat menghampiriku di kampus. Ia mencintaiku dan ingin menjadi kekasihku. Tanpa pikir panjang aku juga punya perasaan terhadapnya. Akhirnya aku mengatakan iya. Aku menerima Mas Rendra sebagai kekasihku. Dan hubungan kami saat itupun dimulai.

Book Comment (470)

  • avatar
    KilauKaysan

    baik

    6d

      0
  • avatar
    PramadhaniAlya

    10000 sama aku

    15d

      0
  • avatar
    Anisa Syafana Kalimantana

    ☺️keren

    23d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters