logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2 Ketahuan

"Lho, mama ... Ada Mba Santi dan Mba Sinta juga. Wah, gak nyangka ketemu di sini. Lagi pada ngapain?" tanya Kania.
Melihat Kania bersikap biasa saja, mereka bertiga menganggap Kania tak mendengar apa yang sudah mereka bicarakan. Sikap ramah dan hangat coba mereka tunjukan pada Kania.
"Jalan-jalan saja, kamu lagi apa?" tanya Mba Santi.
"Oh, biasa mba ada yang pesan kue. Lagi cari aksesorisnya di sini. Kebetulan di toko kue kosong siapa tahu di sini ada," jelas Kania.
"Oh ...."
Ketiganya membulatkan mulut, Kania semakin yakin ada hal yang mereka sembunyikan darinya, sikap gugup dan canggung sangat jelas terasa apalagi mama terlihat sangat tak nyaman dengan keberadaan Kania.
"Kapan datang Mba?" tanya Kania.
"Tadi malam, kebetulan anak-anak lagi libur. Kalau Sinta cari hiburan aja maklum bete di rumah terus," jelas Mba Santi.
Mba Santi dan Mba Sinta adalah saudara kembar, mereka kakak Ilham-suami Kania. Keduanya sudah menikah, Mba Santi sudah punya dua orang anak sedangkan Mba Sinta belum punya anak sama seperti Kania.
"Kamu sendiri?" tanya mama.
"Tadi ikut Mas Ilham sekalian berangkat kerja ma, sekarang pulang paling naik taksi online."
"Oh ... Hati-hati ya," ucap mama mengusap tangan Kania.
Kania masih bisa merasakan perhatian itu, mama mertuanya memang tak pernah menunjukan sikap tak suka atau benci, selama menikah Kania justru merasa beruntung karena punya mertua dan ipar yang baik. Tapi Kania tak pernah tahu apa sikap mereka sama seperti Kania tak di depannya.
Percakapan tadi membuat Kania tahu satu hal, bisa jadi sebetulnya mereka tak pernah menyukainya.
"Aku duluan ya ma, Mba Santi dan Mba Sinta."
Kania memilih pamit, berlama-lama dengan mereka seakan berada dalam panggangan yang terasa panas dengan ucapan-ucapan kesombongan. Mba Santi dan Mba Sinta selalu membanggakan apa yang sudah mereka miliki sesuatu yang tak pernah Kania sukai.
"Jangan lupa pesanan mama ya," ucap mama sebelum mereka berpisah.
"Iya ma, mama tenang aja aku akan bikin yang paling bagus dan gratis."
Kania melemparkan senyum untuk mama mertua kesayangannya yang tampak seperti musuh dalam selimut, perhatian yang ia berikan hanya sebagai topeng agar tetap menerima jatah bulaman dari Ilham.
***
[Sayang, hari ini aku akan pulang telat ya. Kamua gak usah nunggu aku makan, karena aku ada jadwal makan malam dengan klien]
Sebuah pesan dari Ilham diterima Kania, kali ini perasaan Kania tak seperti biasa. Pesan itu membuat hati Kania tak tenang, entahlah apa yang ada di pikirannya.
[Baik mas, hati-hati sayang. Love you]
Kania membalas pesan Ilham masih dengan mesra dilengkapi lambang love, sikap Ilham masih sama tak ada bedanya tapi tetap saja firasat Kania berkata lain.
Selepas merasa cukup beristirahat, Kania memulai membuat kue pesanan mertuanya, ia mencoba menghilangkan segala pikiran kotor tapi sayang obrolan di toko pernak-pernik itu mengganggu pikirannya, Kania tetap bersikap profesional melanjutkan pembuatan kue dengan hati yang gusar.
Kelihaian tangan Kania dalam membuat kue memang tak perlu diragukan lagi sebagai mahasiswa lulusan tata boga tentu sangat mudah untuk melakukan itu, impian Kania adalah memiliki toko sendiri dan memiliki brand dari kue-kue yang diproduksinya. Kania selalu merasa bahagia dan bangga ketika berhasil membuat kue tapi tidak dengan hari ini.
Matanya menatap nanar kue yang sudah ia buat, banyak pertanyaan yang membuat kepalanya sedikit berat.
Rehat sejenak, menyandarkan punggung di kursi makan lalu berselancar di dunia maya untuk membuang semua rasa lelah yang menderanya.
Matanya terhenti pada status aplikasi hijau milik Mba Santi, statusnya sebuah buket bunga dengan caption yang membuat Kania tercengang.
"Happy Anniv adik iparku yang cantik, pintar, sampai kapan pun kamu adalah ipar terbaikku."
Status Mba Santi menghilang, berganti status Mba Sinta yang tak kalah membuat Kania terperangah, semua bok perhiasan dengan ucapan yang sama.
Mata Kania semakin terasa panas, dadanya bergemuruh, jantungnya tak karuan, aliran darahnya seakan membeku, Kania memijat kepalanya yang terasa semakin berat dan sakit.
Tanya dalam diri Kania semakin menumpuk, siapa yang sedang merayakan hari jadi pernikahan? Adik ipar? Bukan kah adik ipar mereka satu-satunya adalah Kania.
Kania berniat mereplay status kedua iparnya itu, sayang dia terlambat entah kenapa duanya begitu kompak telah menghampus statusnya itu. Kania mengusap wajahnya kasar, mengacak rambutnya.
"Argh ... Ada apa ini?" teriaknya.
Ponsel Kania berdering, mama memanggil tanpa menunggu segera ia mengangkatnya.
"Hallo ma."
"Hallo Kania, kue pesanan mama sudah selesai?"
"Sudah ma, mau diambil kapan ma? atau Kania anter ke rumah mama?"
"Nggak usah, nanti sekalian lewat mama mampir dulu ke rumahmu ya buat ambil kue."
"Oh iya ma."
Obrolan pun berakhir, Kania mengutuk dirinya sendiri yang tak berani bertanya untuk siapa kue itu?
Kania sengaja menunggu di depan rumah selepas magrib saat mama mertuanya bilang sudah berangkat, perjalanan dari rumah mama ke rumahnya cukup jauh sekitar dua jam jika membawa mobil dalam kecepatan normal. Tapi tiba-tiba ponselnya berdering, Mba Santi memanggil.
"Hallo mba."
"Hallo Kania, kami gak jadi mampir. Kamu bisa antar kuenya gak?"
Kania merasa ada cara untuk tahu siapa pemilik kue ini dan ada apa dengan semua sandiwara ini. Siapa menantu mama itu? Ia pun menyanggupi dan bergegas bersiap.
Semakin mendekati tempat yang dikirim Mba Santi, dekup jantung Kania pun semakin kencang. Mulutnya terlihat komat kamit melafalkan apa saja yang ia bisa untuk menenangkan hatinya, pikirannya sudah tak menentu apalagi ia teringat Mas Ilham yang juga pamit untuk meeting sekaligus makan malam, lengkap sudah kecurigaan Kania.
Langkah ragu menyelimuti, kaki Kania terasa berat untuk memasuki restoran mewah itu. Dia melihat meja yang disebutkan Mba Santi, Kania hafal semua orang yang duduk melingkar itu kecuali seorang perempuan cantik berkulit putih mulus, rambutnya tergerai indah dengan jepitan bersinar, gemuruh di dada Kania semakin hebat, ia membelakangi mereka hendak mengurungkan niatnya untuk menghampiri mereka.
"Kania ...."
Langkahnya terhenti, suara mama menghentikan dan membuat seluruh mata mengarah pada Kania yang sedang memegang dus berisi kue. Kania menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dan ia balikan tubuhnya setali tiga uang dengan Kania berbalik sosok yang baru menghampiri meja itu.
"Kania ...."
"Mas Ilham ...."
Keduanya saling terpaku dan lirih memanggil nama masing-masing.
---
Jeng-jeng ?????

Book Comment (232)

  • avatar
    FAHIMRIFA

    bagus,sepertinya kisahnya menyedihkan.baru sedikit membacanya,tapi...sudah sedih duluan.

    12h

      0
  • avatar
    ANCAH JELAJAHANCAH JELAJAH

    ini sangat seruh

    5d

      0
  • avatar
    SianturiSondang

    seruuuuuuuuuuu.....

    14d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters