logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

6. Penguatan hati

Hari ini jam pulang terasa paling lama. Pasalnya sejak insiden di lift semua teman Rana benar-benar ingin tau apa yang terjadi antara ia dan bosnya.
"Eh, kita istri-istri seksi pamit duluan ya.. Suami-suami sudah menunggu." Pamit Rahma yang siap pulang dengan Wenda disebelahnya.
"Lo balik sama Jemin kan Rana?" Tanya Wenda.
"Iya duluan aja."
"Kalo gitu gue juga duluan ya." Susul Pras yang langsung melenggang pergi.
"Ayo mbak kita juga pulang."
"Eh, Je. Sebentar." Rana tampak memastikan dulu teman-temannya sudah jauh. "Gue mau ngomong. tapi lo bisa dipercaya kan?" Tanya Rana hati-hati.
"Ada apa si?"
Rana menarik tangan Jemin dan menariknya duduk di bangku sebelahnya.
"Lo pernah tanya kan, kenapa gue sama pak bos umpet-umpetan."
"Tuh kan, bener. Pasti ada sesuatu kan. Emangnya ada apa mbak?"
"Sebenernya emang ada satu masalah, dan pak bos tuh mau nyelesaiin itu. Cuma selama ini gue nya aja yang menghindar."
"Oh gitu. Masalah apa si?"
"Itu nanti aja, hari ini nggak balik bareng dulu ya, gue mau nyelesaiin masalah itu biar nggak dikejar-kejar terus."
"Oke deh."
"Satu lagi. Gak boleh ada yang tau hal ini kecuali lo ya!"
"Tenang aja, mbak bisa percaya sama calon sua ..."
"Sudah?" tanya Kailandra yang sudah berdiri didekat mereka entah sejak kapan.
"Sudah pak." Jawab Jemin yang lalu berdiri diikuti Rana.
Ketiganya kemudian saling berjalan beriringan dengan Kailandra yang memimpin. Ketiganya memasuki lift yang kosong. Diam adalah yang pertama mereka temui.
"Mbak?" Tanya Jemin memecah sunyi.
"Hm?"
"Boleh saran gak?"
"Kenapa?"
"Kalo bisa masalah apapun itu diselesaikan dengan segera, masalah itu dihadapi mbak bukan dihindari, biar hidup mbak tenang."
Kailandra tampak menoleh kepada Rana dan Jemin yang tepat ada dibelakangnya lalu tersenyum pada Rana. Entah senyuman mengejek atau senyuman untuk mendukung saran Jemin. Tapi Rana merasakan itu adalah ejekan, iya dia salah karena terus menghindar.
"Lo nggak tau masalahnya seperti apa Je, makanya lo bisa ngomong kaya gitu." jawab Rana ketus untuk membalas senyuman Kailandra.
Diam kembali menemani mereka sampai pintu lift terbuka dan ketiganya keluar menuju parkiran.
"Loh bapak naik motor?"
"Memang kenapa kalo saya naik motor?"
"Gak apa-apa pak, cuma biasanya bos kan naiknya mobil hehe.."
"Saya suka naik motor juga kok."
"Butuh helm buat mbak Rana gak pak?"
"Terima kasih Jemin, tapi saya sudah pesan dan ada diloket keluar."
"Kalo begitu saya duluan pak. Yuk mbak Rana semoga selesai masalahnya ya.."
"Hati-hati Je.." Ucap Rana dan Jemin berlalu.
"Kamu cerita ke Jemin?"
"Enggak, cuma meyakinkan dia biar yang lain nggak perlu tau."
"Oh.." Kailandra menyerahkan jaket hitam yang sejak tadi ia bawa. "Kamu bisa pakai jaket ini Ran."
"Nggak usah pak. Saya cukup nyaman dengan pakaian saya sendiri."
"Saya serius."
"Saya juga serius pak, terima kasih."
"Baik kalo begitu tapi saya punya permintaan." Rana hanya mengerutkan dahinya sebagai tanda pertanyaan nya. "Jangan terlalu formal sama saya kalo kita sedang berdua."
"Apa?"
"Gak apa-apa. Ayo naik Ran!"
Rana pun naik ke motor sport berwarna hitam yang cukup tinggi untuknya. Untunglah hari ini ia memakai celana.
Setelah dirasa Rana sudah mengambil posisi nyamannya, Kai langsung melajukan motornya kearah pintu keluar basement. Dan benar saja helm sudah tersedia untuk Rana. Kailandra lalu menyerahkan helm untuk Rana dan Rana pun memakainya.
Sudah hampir 1 jam mereka bermotoran tapi Rana masih belum tau mereka akan kemana.
"Kita harus sejauh ini buat ngobrolin hal gak penting, pak?"
"Kita harus ke pokok masalahnya. Dan ini penting untuk semuanya, Ran."
"Memang kita mau kemana?"
"Nanti kamu tau."
Kailandra kembali melajukan motornya hingga ia memasuki kawasan apartement elit.
"Tempat siapa ini pak?" Tanya Rana yang tidak dijawab oleh Kailandra.
"Yuk, nanti juga tau."
Rana lalu mengekori Kailandra yang tepat didepannya. Keduanya memasuki lift dan menuju lantai 25.
Rana benar-benar tidak tau ini tempat siapa. Hingga saat mereka hampir sampai lantai yang dituju, satu kemungkinan muncul di kepala Rana. Pintu lift terbuka, Rana ragu untuk keluar dan itu disadari oleh Kailandra. Ia lalu memegang tangan Rana dan menariknya keluar.
"Kamu nggak boleh lari lagi Ran. Benar kata Jemin, kamu harus menyelesaikan masalah mu dan kamu harus berdamai dengan masa lalu kamu, biar kamu bisa melanjutkan hidup."
Rana berhenti melangkah dan melepaskan tangannya. "Jangan bilang ini tempat ..."
"Seta. Iya, kita akan ketemu Seta."
"Kenapa bapak nggak bilang ke saya? Bapak cuma bilang kita perlu bicara. Pokoknya saya ga mau." Rana berbalik untuk segera pergi tapi Kai menahan Rana.
"Ran dengerin dulu! Masalahnya itu ada diantara kamu dan Seta. Kalian harus menyelesaikannya."
"Tapi bapak gak berhak ikut campur sampai sejauh ini.." ucap Rana frustasi.
"Aku minta maaf Ran. Tapi nanti kamu akan tau, kenapa aku bersikeras menyelesaikan masalah yang sudah lalu ini."
Rana masih dalam keadaan frustasi. Pikirannya kacau, keringat dingin mulai ia rasakan. Peluhnya benar-benar terlihat jelas didahi dan bahkan sampai menetes membasahi pelipisnya. Rana tampak menahan tangisnya. Sakit yang amat mulai menyerang dadanya yang terasa sesak.
Kailandra meraih tangan Rana dan berusaha meyakinkan Rana kalau semuanya akan baik-baik saja.
"Kita temuin Seta, oke?"
"Gak, gak bisa pak.. Udah saya pulang aja."
"Ran, percaya sama saya. Setelah ini kamu akan lebih tenang. Saya tau, selama ini kamu mencoba untuk baik-baik aja."
"Bapak salah, saya udah baik-baik aja.."
"Kamu lari, kamu gak baik-baik aja. Kalo kamu udah benar baik-baik aja. Kamu gak akan menghindar untuk ketemu sama Seta."
Rana hanya diam. Karena apa yang diucapkan Kailandra memang benar adanya. Ia hanya lari.
Butuh beberapa waktu untuk Rana mengumpulkan keberanian. Bahkan air matanya ikut menetes berusaha mengurangi beban di dadanya.
Hingga sebuah tarikan napas yang dalam dan usapan pada kedua pipinya untuk menghilangkan air mata yang membasahinya, membuat Kailandra yakin kalau Rana siap.
Kailandra masih menuntun Rana, hingga keduanya berhenti disalah satu pintu. Kailandra memencet bel dan beberapa saat mereka menunggu. Rana menarik tangannya yang masih dipegangi oleh Kailandra. Jantung Rana benar-benar berdegup 2 kali lebih cepat dari biasanya.
Tapi benar apa kata Jemin dan Kailandra, Rana harus berdamai dengan masa lalu nya agar ia bisa melangkah ke depan. Rana kembali menguatkan diri dibalik tubuh Kailandra, beberapa kali ia menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan berat.
Pintu dibuka dan suara parau terdengar dibalik tubuh Kailandra.
"Kai, lo dateng?" Tanyanya.
*****

Book Comment (126)

  • avatar
    Deti Putri

    bagus banget

    09/07

      0
  • avatar
    Danicha Saputra

    Baguss

    15/05

      0
  • avatar
    CantikNabila

    ceritanya sangat bagus

    17/01

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters