logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

2. Bos baru itu....

Pagi ini Rana merasa melupakan sesuatu. Sejak keluar apartemennya ia beberapa kali mengecek isi tasnya, tapi semua yang ia butuhkan sudahlah ada.
Saat sampai di lift kantornya, ia mengeluarkan ponselnya untuk mengecek sesuatu. Dan benar saja, Rana melupakan pesan Jemin untuk mengecek email.
"Je, semalem cuma suruh ngecek aja kan?" kata Rana yang langsung menghampiri ke meja Jemin bahkan ia melewati mejanya sendiri.
Rana memang selalu datang 1 jam sebelum masuk jam kantor. Dan ia juga tau siapa temannya jika ia datang pagi. Tentu saja hanya Jemin.
"Nggak si mbak, sebenarnya ada yang diubah terus dikirim ke pak bos."
"Laah.. belum gue kerjain, semalem abis makan langsung tidur."
"Kerjain sekarang deh mbak, masih sempet kok."
Tanpa berucap lagi, Rana pun langsung menuju mejanya lalu menyalakan komputer kerjanya dan menyelesaikan tugasnya.
Teman-temannya tanpa ia sadari sudah mengisi tempatnya masing-masing.
Rana yang sudah selesai, memilih merenggangkan jari-jari tangannya sembari melihat ke sekelilingnya.
"Wenda ya ampun dapet ilham apa dateng pagi?"
"Lo yang mabok, udah siang gini, gue kesiangan malah."
"Hah? Masa?" Rana beralih pada jam tangan ditangan kanannya. "Udah setengah sembilan aja. Sejam lebih dong gue ngerjain tadi."
"Lagian rajin banget deh, jam kantor belum mulai, lo malah udah mulai kerja." Cibir Wenda.
"Sebenernya semalem Jemin nyuruh gue ngecek, tapi gue nya ke lupakan, jadi ya baru gue kerjain."
"Lo serius banget Rana, gue aja nggak tega ganggunya." Pras menyodorkan kopi kalengan dihadapan Rana. "Nih biar seger dikit."
"Thanks." Rana langsung menyambar kopi kalengan yang memang sudah dibukakan oleh Pras tadi. "Gue pikir emang cuma dicek aja ternyata masih mentah dan harus dimatengin, dasar brondong."
"Hehehe... Ya maaf mbak. Aku kira mbaknya udah tau."
"Je, lain kali masalah kerjaan jangan pas di rumah. Nggak bakal disentuh sama Rana." Rahma bersuara dari balik kubikelnya.
"Kecuali yang benar-benar urgent. Catat tuh penting!" Pekik Wenda karena sudah pengalaman bekerja dengan Rana, ya diantara yang lain Wenda memang yang paling lama menjadi rekannya. Wenda masuk setelah Rana 2 tahun disana.
"Gue pasti inget mbak Rahma, mbak Wenda, Thanks."
"He-em." Wenda mengangguk pasti. "Btw, gue liat pak bos baru deh tadi di bawah."
"Sok tau." Timpal Pras.
"Gue yakin banget, dia bareng pak Wibrata kok. Gila emang ya. Pak Wibrata udah tua aja masih ganteng gitu pantesan nurun ke anak-anaknya. Bener kata mbak Rahma kemarin, bapaknya aja ganteng apalagi anaknya."
"Ngoceh apa si Wen pagi-pagi." balas Rana.
"Pak Wibrata gantengnya nurun ke anaknya."
"Ya iyalah namanya bapak sama anak." Sahut Rana cepat karena gemes dengan celotehan Wenda.
"Tapi pak bos baru walaupun ganteng auranya agak gelap gitu. Agak tegas gitu kayaknya beda sama pak Wibrata yang dibawa santuy."
"Aura-aura..aur-auran kaya ngomong lo ngaco." Rana menimpali.
"Perasaan lo doang kali Wenda. Mungkin karena memang belum kenal aja, jadi kesan awalnya tidak ramah." Jawab Rahma.
"Tapi kalo bener.. Mampus deh Jemin, pak bosnya galak." Pras menakut-nakuti juniornya.
"Bos gue juga, bos lu juga kan mas."
"Mampus lo pada dapet bos galak. Haha.."
Rana tertawa setelah melihat ekspresi teman-temannya. Sebenarnya Rana juga menertawakan dirinya sendiri. Pasalnya selama ini pak Wibrata menetapkan santai dan tepat pada kerjanya. Boleh bersantai asalkan tugas selesai tepat waktu dan bisa dipertanggungjawabkan. Dan semuanya tampak nyaman dengan aturan itu. Kali ini bos baru, sifat baru, dan pastinya aturan baru. Dan mereka belum tau bos baru ini seperti apa.
Rana cukup kecewa setelah mendengar penuturan pak Wibrata akan pensiun dan digantikan anaknya. Karena pak Wibrata termasuk orang berpengaruh untuknya.
Pak Wibrata yang langsung memberikan kesempatan ia untuk bekerja hingga saat ini. Sikapnya yang selalu ramah dan hampir tidak pernah marah dengan para bawahannya, membuatnya selalu disegani oleh bawahannya. Dan itu yang membuat Rana selalu bekerja dengan baik dan membalas dengan kinerja yang selalu memuaskan dalam setiap pekerjaannya.
"Selamat pagi semuanya.." sapa Pak Wibrata yang baru masuk ke ruangan bersama seseorang yang bisa dipastikan itu adalah penggantinya.
"Pagi pak.." Balas semuanya serentak.
"Makan siang nanti jangan ada yang keluar ya. Kita makan bersama, sebagai perpisahan saya dan sekalian perkenalan dengan pengganti saya."
"Syukurlah, bapak tau aja akhir bulan kantong tipis." Celetuk Wenda yang memang selalu ceplas-ceplos.
Mendengar kata bawahannya yang memang selalu spontan itu Wibrata hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
"Saya tau itu." Wibrata merangkul orang yang sejak tadi berdiri disampingnya, menepuk-nepuk bahu kokoh sang anak. "Ini anak kedua saya. Kailandra Putra."
"Pagi pak dan selamat datang.." Sapa semuanya.
Kailandra tampak melihat sekilas calon-calon bawahannya sebelum akhirnya membalas sapaan mereka.
"Pagi dan terima kasih." Balasnya dengan senyum tipis dan anggukkan, saja.
"Kalau begitu lanjutkan kerja kalian." Pak Wibrata membuka pintu ruangannya dan mempersilahkan Kailandra masuk terlebih dulu.
"Rana, kamu agak pucat, kamu sakit?" Tanya Wibrata sebelum ia ikut masuk ke ruangan.
Wibrata memang selalu memperhatikan karyawannya tanpa terkecuali dan ia tidak akan segan untuk memberikan izin pulang dan mengerjakan pekerjaannya di rumah.
Sontak semuanya menoleh pada Rana yang sejak pagi tadi terlihat baik-baik saja dan memang benar apa yang dikatakan Pak Wibrata.
Rana terlihat pucat.
"Saya baik-baik saja pak."
"Ya sudah kalau tidak apa-apa. Silahkan semua kembali bekerja." Wibrata menghilang dari balik pintu dan semuanya beralih pada Rana.
"Lo serius nggak apa-apa, Ran?" Tanya Rahma memastikan.
"Iya mbak muka lo pucet?"
"Apa karena minum kopi yang tadi gue kasih?"
"Gue nggak apa-apa. Gue mau ke toilet dulu."
"Gue anter ya."
"Nggak apa-apa, Wen. Lo balik kerja aja."
Rana melenggang menuju toilet. Dalam toilet untunglah suasana sedang sepi, hanya ada seorang OG yang sepertinya habis melakukan pekerjaannya dan tidak lama setelah Rana masuk, OG tersebut keluar.
Rana memandangi pantulan dirinya di cermin besar dihadapannya. Pikirannya menerawang jauh ke masa lalu yang ingin ia lupakan. Selama ini ia berusaha menjalani hidup seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi sepertinya kamuflasenya gagal. Buktinya hari ini ia masih teringat akan hal pahit itu. Hal yang membuat ia jatuh berkali-kali dan serasa sulit untuk bangkit.
Rana menyalahkan kran air dihadapannya, ia mencuci tangannya dan mengambil air untuk membasuh wajahnya. Napasnya menghembus berat, serasa ingin melepas beban berat yang membuat sesak.
"Kenapa gue bisa nggak tau, kalo dia anaknya Pak Wibrata si?" Rana benar-benar kesal dan tidak tau harus berbuat apa sekarang. Sekali lagi ia menghembuskan napasnya, lalu kembali membasuh wajahnya.
*****

Book Comment (126)

  • avatar
    Deti Putri

    bagus banget

    09/07

      0
  • avatar
    Danicha Saputra

    Baguss

    15/05

      0
  • avatar
    CantikNabila

    ceritanya sangat bagus

    17/01

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters