logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Rencana Ninda

“Hai, Nin. Apa kamu sedang sibuk?” sapa Zee di telepon kepada Ninda sahabatnya.
“Tidak. Ada apa Zee?” tanya Zee penasaran. Suara Zee terdengar berbeda daripada biasanya.
“Aku sedang dalam masalah …,” lirih Zee getir. Ia sedang menahan air matanya yang akan segera tumpah.
“Masalah apa?” Ninda melembutkan suaranya untuk menenangkan Zee.
“Nin, apa yang harus aku lakukan? Kak Melvin sudah menikah lagi," lirih Zee.
“Hah … menikah lagi?” tanya Ninda terkejut. “Bukankah dia sangat mencintaimu? Apa yang menyebabkan dia menikah lagi?" cerocos Ninda.
"Karena kami tak kunjung punya anak, Nin," ucap Zee menangis terisak.
"Tapi kan itu belum tentu masalahnya ada di kamu, Zee," sahut Ninda sedikit kesal karena sahabatnya dikhianati.
“Dokter sudah mengatakan aku tidak mandul, tapi tidak ada yang percaya kepadaku, Nin.”
“Mungkin Melvin yang mandul, Zee ...” Ninda berusaha menenangkan Zee.
“Tapi ...”
“Apakah Melvin sudah dicek oleh dokter?” selidik Ninda.
“Belum. Ia tidak mau dicek sama sekali. Ia mengatakan ia sangat sehat.”
“Jika dia sehat, seharusnya dia berani dicek ke dokter untuk memastikannya. Jangan-jangan dia yang mandul,” ucap Ninda menuduh Melvin dengan kesal.
“Aku … aku tidak pernah memikirkan itu, Nin. Aku pikir Allah yang belum memberikan rezeki kepadaku dan Kak Melvin saja. Aku pikir kami masih harus menunggu dengan sabar sambil usaha dan berdoa,” Zee masih tergugu sedih.
“Hmm … jadi apa yang hendak kamu lakukan sekarang, Zee?”
“Entahlah. Apakah aku harus menuntut cerai saja?” tanya Zee bimbang.
“Apakah kamu masih mencintai Melvin?”
“Aku masih mencintainya bahkan sangat tapi, aku sangat kecewa Nin. Dia menikah tanpa memberitahuku terlebih dahulu sebagai istri sahnya,” lirih Zee.
“Jika kamu masih mencintainya, rebut dia dari tangan perempuan itu,” ucap Ninda memberikan semangat kepada Zee. Ia tidak mau sahabatnya putus asa dan depresi. Masa depan Zee masih panjang dan cerah tanpa Melvin.
“Tapi aku masih belum bisa memberikan anak kepada Kak Melvin,” sahut Zee sedih.
“Kita lihat saja wanita kedua itu bisa memberikan anak kepadanya atau tidak,” ucap Nina seakan menantang.
“Bagaimana jika wanita itu bisa memiliki anak?” tanya Zee bimbang.
“Hmm … Apa kelemahan Melvin saat ini, Zee?” Ninda mencoba membuat ide untuk penyerangan terhadap Melvin.
“Uang ...” jawab Zee tegas.
“Maksudmu?” tanya Ninda bingung.
“Gaji Kak Melvin kecil bahkan terlalu kecil.”
“Gunakan cara itu untuk mendapatkan Melvin kembali.” Ninda memberikan ide.
“Ta-tapi bagaimana caranya?” Zee masih bingung dengan ide Ninda. Otaknya tidak dapat berpikir jernih saat ini.
“Apakah saldo di ATM Melvin setiap bulannya banyak?”
“Tidak pernah tersisa sama sekali.”
“Waw, lantas bagaimana bisa kalian hidup selama ini?” tanya Ninda heran.
“Aku bekerja dan mendapatkan cukup banyak uang untuk memenuhi kebutuhan,” jelas Zee sambil berpikir.
“Dasar pria tidak tahu berterima kasih,” hina Ninda yang kesal terhadap Melvin.
“Dia tidak tahu aku bekerja, Nin. Selama ini Kak Melvin dan keluarganya selalu mengira semua kebutuhan mereka tercukupi karena gaji Kak Melvin,” jelas Zee lagi.
“Haha … kamu terlalu bodoh, Zee ...” ledek Ninda yang tidak menyangka sahabatnya bisa buta karena cinta.
“A-aku … aku pikir jika aku bisa membantu keuangannya, mengapa aku harus perhitungan,” sahut Zee yang terdengar seperti orang bodoh bagi Ninda.
“Bagaimana jika kamu menyerahkan ATM Melvin kepada istri mudanya. Buat seolah kamu terpaksa memberikannya. Jika istri muda Melvin mengetahui tidak ada uang sama sekali di ATM, pasti ia akan minta cerai,” ucap
"Apakah semudah itu, Nin?" tanya Zee masih ragu dengan ide Ninda.
"Jadi menurutmu, apa yang akan kamu lakukan?"
"Apa aku harus mengajukan cerai saja? Aku tidak rela dimadu," rengek Zee.
"Ya sudah, lakukanlah apa yang menurutmu benar. Kamu sebaiknya konsultasi dulu dengan keluargamu. Mungkin mereka bisa memberikan ide yang lebih baik kepadamu."
"Tentu. Aku akan berkonsultasi dengan mereka. Terima kasih, Nin."
"Aku akan selalu mendukungmu, Zee. Selalu," ucap Ninda memberikan semangat kepada Zee.
“Terima kasih, Nin.” Zee menutup sambungan teleponnya dengan Ninda.
OoooOooO
"Zee …" panggil Nina, mertuanya tidak sabaran di depan pintu kontrakan Zee.
"Ya, Bu." Zee membuka pintu rumah.
"Apakah Melvin ada?" tanya Nina ketus.
"Tidak ada, Bu." Zee menggeleng. Ia tahu bahwa Melvin pasti ada di rumah madunya karena hari ini adalah jatah hari untuk Misya.
"Apakah kamu bisa memberikan Ibu uang sekarang? Ibu harus membeli sabun muka dan kosmetik. Semuanya sudah habis," pinta Nina tanpa tahu malu dan agak sedikit memandang rendah Zee. Menurut Nina, Zee adalah benalu di keluarganya. Ia sangat bangga dengan Melvin yang sudah berkecukupan sementara Zee hanya di rumah dan melakukan kegiatan tak berguna.
"Belum ada uang, Bu. Kak Melvin belum gajian. Lusa Kak Melvin baru gajian," terang Zee.
"Baiklah. Lusa Ibu akan meminta uang. Siapkan lima ratus ribu. Kosmetik Ibu mahal," ucap Nina ketus sebelum meninggalkan Zee sendiri berdiri di depan pintu.
"Bu …" panggil Zee untuk menghentikan langkah Nina.
"Ada apa?" Nina berbalik dan menatap Zee.
"A-apakah Ibu tahu bahwa Kak Melvin sudah menikah lagi?" tanya Zee ragu. Ia sendiri takut membuat jantung Nina menjadi buruk karena tahun lalu sempat operasi pemasangan ring di jantung.
"I-ibu …" Nina ragu mengatakannya kepada Zee. Walaupun ia tidak terlalu menyukai Zee, tapi Zee termasuk menantu yang baik dan penurut kepada Nina.
"Jadi Ibu tahu?" Nada suara Zee naik satu oktaf. Ia begitu kecewa kepada Nina yang selama ini ia cukupi kebutuhannya.
"Ya, tentu saja Ibu tahu. Ibu bahkan membantu pernikahan mereka," jelas Nina dengan lantang. Ia tidak mau disalahkan karena pernikahan Melvin dengan Misya.
"Hah … kenapa, Bu? Bukanlah selama ini aku sudah baik terhadap Ibu?" lirih Zee kecewa.
"Kamu mandul. Aku butuh cucu. Aku malu dengan teman-temanku yang selalu menceritakan tentang cucu mereka," hina Nina sambil menatap tajam Zee.
"Aku tidak mandul, Bu …" Air mata Zee mulai tumpah karena selalu persoalan anak yang menjadi titik lemahnya.
"Lalu mana hasil pernikahanmu selama ini, Zee? Sudah lima tahun kami menunggu tapi tidak membuahkan hasil sama sekali," bentak Nina yang sudah kehilangan kesabaran.
"Ibu tidak bisa mengatakan bahwa aku mandul," balas Zee dengan sedikit berteriak.
"Eh eh eh … sudah berani kamu berteriak kepada Ibu?" tantang Nina. Ia sangat geram karena Zee sudah berani bernada tinggi kepadanya.
"Maaf, Bu." Zee tertunduk karena merasa bersalah. Hari ini ia benar tidak sopan kepada mertuanya.
"Lebih baik kamu terima saja Misya. Sudah beruntung kamu tidak diceraikan langsung oleh Melvin, malah makin banyak tingkah kamu sekarang. Hidupmu sudah terlalu enak saat menjadi istri Melvin," sindir Nina.
"Jadi Ibu lebih menyukai Misya daripada saya?" tanya Zee mencoba mengkonfirmasi.
"Tentu. Misya lebih muda dan subur."
"Ma-maksud Ibu?" Zee terbata-bata mendengar penuturan Nina.
"Misya sedang hamil muda, anaknya Melvin, cucuku," ucap Nina bangga.
"Hamil?" Zee tercengang dengan berita yang dikatakan oleh Nina. "Aku sudah kalah dari Misya. Bagaimana mungkin aku bisa merebut Kak Melvin kembali?" lirih Zee dalam hati.
"Jangan ganggu Misya! Ingat dia mengandung cucuku. Apabila kamu berbuat sesuatu terhadap Misya, kamu akan berhadapan denganku!" seru Nina memberi perintah.
"A-aku …" Zee sudah sulit berkata-kata. Lututnya lemas karena berita kehamilan Misya. "Mungkin Allah punya rencana lain untukku hingga aku tidak diberikan anak di dalam pernikahan ini," lirih Zee di dalam hati. Ia menyandarkan kepalanya di kusen pintu. Kepalanya terasa berat karena beban rumah tangga yang ia pikul saat ini.

Book Comment (307)

  • avatar
    Ferdi Antoni

    cerita yang sangat seru dan menarik gua suka sama cerita ini sangat seru bangggggggggggggggggggggggeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeettttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt tauk yuk baca cerita ini dijamin seru

    29/08/2022

      1
  • avatar
    Dolly Antoni Avharra

    bagus bgt kak novelnya 🥰🥰🥰

    19/04/2022

      0
  • avatar
    BektiAgung

    semangat dan bekerja keras pantang menyerah kita sebagai manusia harus berkerja keras kalo kita gagal menjalankan suatu apapun Kita harus optimis jangan putus asa jangan lupa berdoa dan ikhtiar Allah SWT di samping Kita pokoknya KITA HARUS PANTANG MENYERAH

    1h

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters