logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

BAB 3 Mulai Terbuka

Om, Nikah Yuk? 3
Mulai Terbuka
Oleh: Kenong Auliya Zhafira

Benci dan cinta itu ibarat satu koin mata uang. Perbedaannya sangat tipis. Makanya kalau tidak suka atau benci sama seseorang itu yang wajar saja. Jalan Tuhan tidak ada yang tahu. Bisa saja dari rasa benci itu mampu melahirkan rasa kerinduan yang membesar menjadi cinta. Begitu juga sebaliknya.
Mencintai seseorang juga harus sewajarnya. Tidak perlu berlebihan yang berujung obsesi, itu bukan lah cinta sejati. Jangan sampai menjadi penyesalan hanya karena cinta yang teramat besar sampai berujung kebencian.
Cinta yang besar itu harusnya hanya kepada Sang Pemilik Hati. Cinta yang jelas tidak pernah ingkar akan janji-Nya. Sedangkan manusia? Hati manusia itu bisa berubah-ubah. Gampang tergoda sesuatu yang membuat hati melemah.
Awan Biru sedang merasakan perbedaan itu. Hatinya mulai menemukan seseorang yang bisa mengajaknya berdebat untuk melupakan segala kemelut di hatinya. Kehadiran Rega Violet mampu memberikan warna berbeda dalam hidupnya.
Dada yang beberapa bulan seakan terhimpit bongkahan amarah, perlahan mulai ada celah untuk bernapas. Perkenalan dengan gadis se-egois Rega Violet mampu menarik rasa sakit yang selama ini tersangkut.
Apalagi wajah manisnya seakan memiliki daya tarik sendiri yang membuat kepala terus memikirkannya. Tidak berdebat sehari saja rasanya seperti ada yang kurang, bahkan hilang. Namun, tidak tahu itu apa ... yang pasti ada sesuatu.
Sedangkan di sana, Rere memilih tidak membuka aplikasi birunya. Ada perasaan malas jika harus beradu tulisan lagi. Perdebatan kemarin masih membekas dan belum ingin terjadi kembali jika berpapasan di aplikasi biru.
Namun, tidak dapat memungkiri jika efek dari perdebatan lalu meninggalkan desiran hangat dalam hati. Meskipun terkadang pikiran memanas karena egonya yang keras bagai batu.
Kan, nggak lucu berantemnya online tapi marahnya beneran. Mau ditaruh mana hati ini jika ketahuan marah-marah sama ponsel. Bisa dikira gila nanti sama orang rumah dan tetangga.
**
Sudah seminggu Rere offline dari dunia biru. Kegiatannya ia fokuskan di rumah membantu sang ibu. Perasaannya pun mulai membaik dan tertata. Sekarang ada keinginan untuk membukanya kembali. Siapa tahu ada hiburan yang lebih menarik dan membuatnya melupakan pertengkaran online seminggu lalu. Rebahan setiap hari pun lama-lama terasa membosankan.
Rere melirik sekilas kotak mesenger dan terlihat warna hijau menyala untuk akun Awan Biru. Namun, dengan kuat tatapannya dialihkan dari akun tersebut.
"Cuek aja lah. Takut emosi tingkat dewa lagi," lirihnya. Rere membuang pandangan ke topik yang lebih seru. Ada unggahan status dari teman-temannya yang lumayan seru dan sepertinya mengundang tawa.
Namun, baru saja akan melihat beranda, satu pesan masuk melalui mesenger. Rere seakan mendapat angin segar karena dia mengirim pesan duluan. Hatinya mungkin tidak sekeras seminggu lalu. Pikiran yang iya-iya pun terlintas dalam benaknya.
"Jangan-jangan dia kangen sama aku," batinnya. Senyum Rere semakin jelas saat membaca isi pesannya. Ia pasti baru menyadari kalau dirinya mengangeni.
Awan Biru
[Ke mana aja? Lama nggak nongol?]
"Tumben kalem. Hatinya udah sembuh kali ya?" tanya Rere pada diri sendiri. Benaknya menyimpan berbagai macam asumsi. Tidak ada salahnya memasang peluru dalam senjata. Sebagai persiapan kalau nanti terjadi perang tulisan.
Akan tetapi, hatinya tersentil ingin memancing dengan pertanyaan yang aneh. Siapa tahu pucuk dicinta, ulam pun tiba. Eaaa ....
Rega Violet
[Di rumah aja. Kenapa? Kangen?]
Tulisan kangen ternyata membuat hening, tidak ada jawaban. Dia mungkin bingung mau menjawab apa. Hal ini membuat Rere ingin menulis pesan kembali. Atau bisa jadi Awan Biru merasa tertembak di tempat.
Rega Violet
[Kenapa? Kok diem. Mau curhat?]
Rere berharap kali ini mendapatkan respon. Namun ... tidak sesuai ekspektasi.
Awan Biru
[Umur kamu berapa sih? Kalau nulis kayak enteng banget.]
Rega Violet
[Tujuh belas tahun lebih sedikit. Om berapa? Kayaknya bebannya berat banget.]
Awan Biru
[Pantes ... masih bocil. Saya udah tiga puluhan lebih.]
"Idih! Ngatain aku bocil," ucap Rere dalam hati. Ada rasa tidak terima dirinya dikatain bocil. Padahal usianya sudah dewasa. Ia belum tahu kalau dirinya sudah punya KTP baru. Elektronik pula! Soal sopan santun pun ia paham, apalagi memahami perasaan orang lain. Lebih paham tentunya.
Rere kembali membalas pesannya dengan hati yang dibuat sebiasa mungkin. Rasanya lelah kalau harus bertengkar di setiap komentar.
Rega Violet
[Om habis sakit hati ya?]
Awan Biru
[Biasa lah. Ditinggal pas lagi mau usaha bangun rumah tangga.]
Rega Violet
[Em-m ... Om, bangun rumah tangganya sama aku aja gimana? Mau nggak?]
Entah mendapat keberanian dari mana, Rere menulis itu dengan lancar. Tanpa pernah tahu mungkin pria yang membaca akan berpikir tidak wajar untuk gadis seusianya. Akan tetapi, Rere tidak peduli. Baginya tidak baik bagi kesehatan hati dan jantung jika harus memendam pertanyaan untuk keinginannya.
Sementara di sana, seorang pria merasa heran ada gadis tidak tahu malu semacam Rega Violet. Ia menganggap rumah tangga itu seperti hal mudah layaknya permainan yang bisa di-cancel atau bahkan diulang dan dibatalkan. Padahal rumah tangga bukan mainan lego yang bisa dibongkar lalu ditata kembali seenaknya sendiri.
Rumah tangga adalah sebuah bangunan kokoh yang berpondasikan kepercayaan, bertiangkan kesetiaan, dan beratapkan kasih sayang. Juga berlantaikan perhatian dan berdinding kejujuran.
Pikirnya mungkin gadis ini tidak tahu apa makna dari sebuah pernikahan. Pernikahan mengharuskan dua hati, dua kepala menjadi satu kesatuan yang kompak melewati satu jalan untuk selamanya. Tidak boleh berbelok apalagi menyimpang. Kalau itu terjadi, hancurlah sudah semuanya.
Awan Biru memilih abai. Tidak ada gunanya memberikan penjelasan bagi gadis labil seperti Rega. Hidupnya pasti lebih banyak digunakan untuk bermain di arena permainan pusat perbelanjaan. Makanya bisa seenak jidatnya mengajak berumah tangga tanpa pernah tahu siapa dan bagaimana orangnya.
Rere yang menunggu balasan tapi tidak kunjung berbalas menjadi tanya tanya. Mungkinkah ajakannya salah? Atau kurang sopan? Atau kurang ajar? Namun, membenarkan begitu saja rasa yang sudah terlanjur terpesona itu tidak lah mudah.
Rere menuliskan pesan kembali. Ia tidak mau mati penasaran karena pertanyaannya. Ia juga ingin tahu apa jawabannya. Rere menuliskan pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya dengan kesadaran penuh. Cinta dan perasaan sangat layak untuk diperjuangkan. Meskipun nanti hasilnya tidak sesuai, setidaknya ada satu kenangan pernah berjuang pantang mundur mendapatkan belahan jiwa.
Satu sentuhan jemari sukses mengirimkan pesan tentang ajakan konyol Rere untuk pertama kali.
Rega Violet
[Om, nikah yuk?]
Rere menunggu pesan balasan dari detik berubah menit. Pikirannya gelisah tidak karuan. Namun, hingga pagi menjelang, pesan itu tidak pernah terbalas.
Kalau diam berarti diterima dong ...? Atau ditolak mentah-mentah?
------***------
Bersambung

Book Comment (153)

  • avatar
    Rabiatul Adawiah

    Karya yg bagus. Success buat penulisnya 🌹🌹🌹❤️❤️❤️

    21/05/2022

      0
  • avatar
    Sukini Yg Indah

    200

    15/07

      0
  • avatar
    mustikaDD syifa

    bikin pengen baca terus✌

    29/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters